FEATURE
Mengingat Tragedi Mei 1998, Sampaikan Terus Gaungkan Perjuangan, Meski Hanya via Medsos
Aulia Putriningtias
Rabu 21 Mei 2025 / 18:53
Jakarta: Sudah 27 tahun berlalu, kejadian Mei 1998 masih membekas bagi berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Tak sedikit yang kecewa akan berbagai tokoh reformasi memilih untuk melanjutkan hidup dalam barisan kekuasaan.
Namun, nama Ignatius Indro, salah satu aktivis Mei 1998 ini teguh dalam konsistensi perjuangan.
Ignatius Indro dikenal sebagai salah satu aktivis yang aktif dalam gerakan mahasiswa pada tahun tersebut. Semangatnya dalam menggaungkan bahwa kejadian kelam ini tidak boleh dilupakan begitu saja, khususnya kepada anak-anak muda zaman kini.

(Tragedi Trisakti, yang terjadi pada 12 Mei 1998, merupakan titik awal dari kerusuhan Mei 1998 yang lebih luas. Foto: Dok. Instagram Lembaga Bantuan Hukum Padang/@lbh_padang)
Ignatius Indro menceritakan bagaimana dirinya bisa masuk ke dalam barisan demonstrasi saat itu. Akrab dipanggil Indro, ia mengaku mengikuti perpolitikan kampus, sebelum terjun ke dalam demo.
Ditambah, asal universitasnya, Universitas Atma Jaya, yang terletak di Jl. Jend. Sudirman strategis akan banyaknya demonstrasi yang melewati.
“Pada awalnya ya terpaksa, karena kampusnya juga saat itu strategis ya, semuanya ngumpul di sana. Pada awalnya aksi-aksi pada awal tahun 98, ya, aksi-aksi di dalam kampus dulu,” ungkap Indro dalam sesi wawancara eksklusif bersama tim Medcom.id, Selasa, 20 Maret 2025.
Indro menambahkan bahwa setelah kejadian Mei 1998, di mana berawal dari kampus Trisakti yang mengalami kerusuhan. Hal tersebut membawa dirinya dan juga pihak mahasiswa Atma Jaya pada saat itu melangkah keluar untuk melawan bersama.
Ia juga mempaparkan kerusuhan sudah terjadi di mana-mana, bahkan saat itu Pasar Benhil (Bendungan Hilir) juga terjadi kerusuhan.
Baca juga: Suporter Pesimistis dengan Pemberantasan Mafia Bola
Namun, aktivis lulusan Atma Jaya ini menegaskan bahwa dirinya tidak terpaksa untuk menjadi aktivis. Awal mula para mahasiswa, termasuk dirinya, mulai untuk masuk ke dalam barisan demonstrasi adalah saat perkiraan tahun 1996.
Pada tahun tersebut, Ignatius Indro beranggapan bahwa pemerintah Indonesia mulai tidak beres dan perlu segera untuk disuarakan.
“Dari tahun 96 kita lihat ini benar-benar mulai enggak beres. Kebetulan juga kampus kita (Atma Jaya) itu strategis, jadi tergerak juga untuk menjadi aktivis dan ikut barisan,” paparnya.
.jpg)
(Indro mengatakan bahwa setelah kejadian Mei 1998, di mana berawal dari kampus Trisakti yang mengalami kerusuhan. Hal tersebut membawa dirinya dan juga pihak mahasiswa Atma Jaya pada saat itu melangkah keluar untuk melawan bersama. Foto: Dok. Medcom.id/Aulia Putriningtias)
Sebagai mahasiswa, keputusan untuk menjadi aktivis adalah salah satu hal yang membutuhkan banyak pertimbangan. Hal ini juga dirasakan oleh Indro. Ia mempertimbangkan banyak hal, mulai dari risiko, keluarga, hingga keselamatan diri sendiri.
Namun, semangat dalam berjuang untuk Indonesia lebih tinggi dibandingkan seluruh pertimbangan tersebut.
Salah satunya adalah orang tua dan keluarga. Ignatius Indro pun mengatakan bahwa setiap hari, orang tua melakukan panggilan masuk (telepon) untuk memastikan sang anak selamat ketika sedang melakukan demonstrasi.
“Ada terus orang tua telepon setiap hari. Tapi pas tahun 99 sempat kena tembak, kalau enggak salah itu waktu momen Megawati gagal menjadi presiden,” jelasnya.
Menurutnya, ketika seseorang ingin menjadi aktivis, penting untuk mempertimbangkan banyak hal. Ignatius Indro sendiri pun juga bernegosiasi bersama orang tuanya, memaparkan risiko-risiko yang mungkin terjadi ketika turun ke jalan.
“Ketika kita memutuskan untuk menjadi aktivis, ya itu pilihan. Risiko akan tetap ada. Ketembak lah atau apa lah,” tambahnya.
.jpg)
(Mantan aktivits '98, Ignatius Indro berharap, "Kalau memang perubahan itu harus dilakukan, jangan sampai mengorbankan rakyat lagi." Foto: Dok. Medcom.id/Istimewa)
Indro saat ini berdiri sebagai Ketua Umum Paguyuban Suporter Tim Indonesia (PSTI). Menurutnya, para aktivis saat ini menyuarakan semangat juang mereka melalui cara yang berbeda, mulai dari olahraga seperti dirinya, agama, dan lainnya. Nilai-nilai keadilan demokrasi digaungkan dalam pendukung sepak bola.
Menurutnya, tragedi Mei 1998 perlu terus disuarakan hingga kapan pun, terutama yang menyosor kepada anak muda. Hal ini dikarenakan harapannya tidak akan terjadi tragedi kerusuhan lagi di masa yang akan datang ke depannya.
“Kita berharap tidak akan ada kejadian-kejadian ini di masa yang akan datang, maka dari itu perlu untuk diingat. Bukan perihal heroisme, ya, kita hanya tidak ingin kejadian ini terulang lagi,” sarannya.
Terkhususnya kepada Gen Z dan Alpha, menurut Indro, sejarah Indonesia tragedi Mei 1998 ini tetap perlu sampai kepada mereka.
Namun, karena kemajuan teknologi yang kian pesat, konsumsi media menjadi keseharian mereka, di mana cara untuk menggaungkan sejarah ini perlu disesuaikan ala generasi tersebut.
Aktivis ini pun mencontohkan salah satu caranya, seperti menyampaikan melalui sebuah lagu atau video.
Melalui cara penyampaian yang sesuai, generasi-generasi baru diharapkan dapat memelajari dan mengetahui apa yang mendasari tragedi Mei 1998 dan mengapa jangan sampai terjadi lagi di kemudian hari.
Berkaca pada demonstrasi mahasiswa di masa sekarang, Indro mengatakan kemungkinan terjadi lagi tragedi mengerikan tersebut bisa terulang, jika terus menerus dilakukan dengan kekerasan.

(Ignatius Indro berpesan bahwa selalu ingatlah dengan kejadian masa kelam tersebut, serta suarakan aspirasi melalui berbagai cara. Foto: Dok. Medcom.id/Istimewa)
Namun, dirinya menekankan harapan agar tragedi menyedihkan ini tidak terulang kembali di masa kini.
Baca juga: Pemain Indonesia Terlalu Egois Ketika Kalahkan Filipina
“Kalau dari kita berharap jangan ada korban yang jatuh lagi, memang banyak hal yang tidak benar, tapi diharapkan tidak mengorbankan rakyat. Kalau memang perubahan itu harus dilakukan, jangan sampai mengorbankan rakyat lagi,” harapnya.
Ignatius Indro pun berbagi cara bagi para anak muda untuk terus memperjuangkan suara mereka kepada pemerintah atas nama negara Indonesia.
Menurutnya, bersuara melalui media sosial juga penting, meskipun banyak yang berbicara bahwa hal tersebut tidak akan sampai atau tak ada dampaknya.
Masyarakat masa kini memiliki berbagai cara mereka untuk bersuara, baik itu terjun langsung ke lapangan atau dengan menggunakan media sosial mereka.
Seperti contohnya adalah dirinya, yang menciptakan lagu dengan tajuk “Hitam”, di mana menggambarkan kejadian kelam tersebut.
Pun, peristiwa #IndonesiaGelap kemarin merupakan langkah nyata bahwa masyarakat bisa bersatu untuk bersuara dengan berbagai cara mereka tersendiri, yakni menyebarluaskan melalui media sosial dan juga sampaikan aspirasi di jalanan.
Ignatius Indro berpesan bahwa selalu ingatlah dengan kejadian masa kelam tersebut, serta suarakan aspirasi melalui berbagai cara. Baik online maupun secara langsung demo, akan tetap terhitung sebagai menyuarakan perjuangan rakyat.
('Hitam' - Suara untuk HAM dan Korban Tragedi Mei 98', Torehan Ignatius Indro. Video: Dok. YouTube Ignatius Indro)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Namun, nama Ignatius Indro, salah satu aktivis Mei 1998 ini teguh dalam konsistensi perjuangan.
Ignatius Indro dikenal sebagai salah satu aktivis yang aktif dalam gerakan mahasiswa pada tahun tersebut. Semangatnya dalam menggaungkan bahwa kejadian kelam ini tidak boleh dilupakan begitu saja, khususnya kepada anak-anak muda zaman kini.
Awal mula masuk ke dalam barisan demonstrasi

(Tragedi Trisakti, yang terjadi pada 12 Mei 1998, merupakan titik awal dari kerusuhan Mei 1998 yang lebih luas. Foto: Dok. Instagram Lembaga Bantuan Hukum Padang/@lbh_padang)
Ignatius Indro menceritakan bagaimana dirinya bisa masuk ke dalam barisan demonstrasi saat itu. Akrab dipanggil Indro, ia mengaku mengikuti perpolitikan kampus, sebelum terjun ke dalam demo.
Ditambah, asal universitasnya, Universitas Atma Jaya, yang terletak di Jl. Jend. Sudirman strategis akan banyaknya demonstrasi yang melewati.
“Pada awalnya ya terpaksa, karena kampusnya juga saat itu strategis ya, semuanya ngumpul di sana. Pada awalnya aksi-aksi pada awal tahun 98, ya, aksi-aksi di dalam kampus dulu,” ungkap Indro dalam sesi wawancara eksklusif bersama tim Medcom.id, Selasa, 20 Maret 2025.
Indro menambahkan bahwa setelah kejadian Mei 1998, di mana berawal dari kampus Trisakti yang mengalami kerusuhan. Hal tersebut membawa dirinya dan juga pihak mahasiswa Atma Jaya pada saat itu melangkah keluar untuk melawan bersama.
Ia juga mempaparkan kerusuhan sudah terjadi di mana-mana, bahkan saat itu Pasar Benhil (Bendungan Hilir) juga terjadi kerusuhan.
Baca juga: Suporter Pesimistis dengan Pemberantasan Mafia Bola
Namun, aktivis lulusan Atma Jaya ini menegaskan bahwa dirinya tidak terpaksa untuk menjadi aktivis. Awal mula para mahasiswa, termasuk dirinya, mulai untuk masuk ke dalam barisan demonstrasi adalah saat perkiraan tahun 1996.
Pada tahun tersebut, Ignatius Indro beranggapan bahwa pemerintah Indonesia mulai tidak beres dan perlu segera untuk disuarakan.
“Dari tahun 96 kita lihat ini benar-benar mulai enggak beres. Kebetulan juga kampus kita (Atma Jaya) itu strategis, jadi tergerak juga untuk menjadi aktivis dan ikut barisan,” paparnya.
Keputusan untuk menjadi aktivis
.jpg)
(Indro mengatakan bahwa setelah kejadian Mei 1998, di mana berawal dari kampus Trisakti yang mengalami kerusuhan. Hal tersebut membawa dirinya dan juga pihak mahasiswa Atma Jaya pada saat itu melangkah keluar untuk melawan bersama. Foto: Dok. Medcom.id/Aulia Putriningtias)
Sebagai mahasiswa, keputusan untuk menjadi aktivis adalah salah satu hal yang membutuhkan banyak pertimbangan. Hal ini juga dirasakan oleh Indro. Ia mempertimbangkan banyak hal, mulai dari risiko, keluarga, hingga keselamatan diri sendiri.
Namun, semangat dalam berjuang untuk Indonesia lebih tinggi dibandingkan seluruh pertimbangan tersebut.
Salah satunya adalah orang tua dan keluarga. Ignatius Indro pun mengatakan bahwa setiap hari, orang tua melakukan panggilan masuk (telepon) untuk memastikan sang anak selamat ketika sedang melakukan demonstrasi.
“Ada terus orang tua telepon setiap hari. Tapi pas tahun 99 sempat kena tembak, kalau enggak salah itu waktu momen Megawati gagal menjadi presiden,” jelasnya.
Menurutnya, ketika seseorang ingin menjadi aktivis, penting untuk mempertimbangkan banyak hal. Ignatius Indro sendiri pun juga bernegosiasi bersama orang tuanya, memaparkan risiko-risiko yang mungkin terjadi ketika turun ke jalan.
“Ketika kita memutuskan untuk menjadi aktivis, ya itu pilihan. Risiko akan tetap ada. Ketembak lah atau apa lah,” tambahnya.
Menyuarakan semangat perjuangan masa kini
.jpg)
(Mantan aktivits '98, Ignatius Indro berharap, "Kalau memang perubahan itu harus dilakukan, jangan sampai mengorbankan rakyat lagi." Foto: Dok. Medcom.id/Istimewa)
Indro saat ini berdiri sebagai Ketua Umum Paguyuban Suporter Tim Indonesia (PSTI). Menurutnya, para aktivis saat ini menyuarakan semangat juang mereka melalui cara yang berbeda, mulai dari olahraga seperti dirinya, agama, dan lainnya. Nilai-nilai keadilan demokrasi digaungkan dalam pendukung sepak bola.
Menurutnya, tragedi Mei 1998 perlu terus disuarakan hingga kapan pun, terutama yang menyosor kepada anak muda. Hal ini dikarenakan harapannya tidak akan terjadi tragedi kerusuhan lagi di masa yang akan datang ke depannya.
“Kita berharap tidak akan ada kejadian-kejadian ini di masa yang akan datang, maka dari itu perlu untuk diingat. Bukan perihal heroisme, ya, kita hanya tidak ingin kejadian ini terulang lagi,” sarannya.
Terkhususnya kepada Gen Z dan Alpha, menurut Indro, sejarah Indonesia tragedi Mei 1998 ini tetap perlu sampai kepada mereka.
Namun, karena kemajuan teknologi yang kian pesat, konsumsi media menjadi keseharian mereka, di mana cara untuk menggaungkan sejarah ini perlu disesuaikan ala generasi tersebut.
Aktivis ini pun mencontohkan salah satu caranya, seperti menyampaikan melalui sebuah lagu atau video.
Melalui cara penyampaian yang sesuai, generasi-generasi baru diharapkan dapat memelajari dan mengetahui apa yang mendasari tragedi Mei 1998 dan mengapa jangan sampai terjadi lagi di kemudian hari.
Berkaca pada demonstrasi mahasiswa di masa sekarang, Indro mengatakan kemungkinan terjadi lagi tragedi mengerikan tersebut bisa terulang, jika terus menerus dilakukan dengan kekerasan.

(Ignatius Indro berpesan bahwa selalu ingatlah dengan kejadian masa kelam tersebut, serta suarakan aspirasi melalui berbagai cara. Foto: Dok. Medcom.id/Istimewa)
Namun, dirinya menekankan harapan agar tragedi menyedihkan ini tidak terulang kembali di masa kini.
Baca juga: Pemain Indonesia Terlalu Egois Ketika Kalahkan Filipina
“Kalau dari kita berharap jangan ada korban yang jatuh lagi, memang banyak hal yang tidak benar, tapi diharapkan tidak mengorbankan rakyat. Kalau memang perubahan itu harus dilakukan, jangan sampai mengorbankan rakyat lagi,” harapnya.
Ignatius Indro pun berbagi cara bagi para anak muda untuk terus memperjuangkan suara mereka kepada pemerintah atas nama negara Indonesia.
Menurutnya, bersuara melalui media sosial juga penting, meskipun banyak yang berbicara bahwa hal tersebut tidak akan sampai atau tak ada dampaknya.
Masyarakat masa kini memiliki berbagai cara mereka untuk bersuara, baik itu terjun langsung ke lapangan atau dengan menggunakan media sosial mereka.
Seperti contohnya adalah dirinya, yang menciptakan lagu dengan tajuk “Hitam”, di mana menggambarkan kejadian kelam tersebut.
Pun, peristiwa #IndonesiaGelap kemarin merupakan langkah nyata bahwa masyarakat bisa bersatu untuk bersuara dengan berbagai cara mereka tersendiri, yakni menyebarluaskan melalui media sosial dan juga sampaikan aspirasi di jalanan.
Ignatius Indro berpesan bahwa selalu ingatlah dengan kejadian masa kelam tersebut, serta suarakan aspirasi melalui berbagai cara. Baik online maupun secara langsung demo, akan tetap terhitung sebagai menyuarakan perjuangan rakyat.
('Hitam' - Suara untuk HAM dan Korban Tragedi Mei 98', Torehan Ignatius Indro. Video: Dok. YouTube Ignatius Indro)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)