Direktur Rumah Potong Hewan (RPH) Malang, Djoko Sudadi, menyebut, kebijakan tersebut mengancam kelangsungan peternak sapi. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak menyelesaikan persoalan.
“Harusnya jangan impor daging, tapi impor sapi dan dikembangbiakkan di Indonesia. Jika impor daging otomatis aktivitas peternak sapi terancam, rumah potong hewan (RPH) tidak beroperasi karena banyaknya daging dari luar,” kata dia, Sabtu (4/6/2016).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Selain itu, pemerintah harus dapat mengontrol harga pakan sapi hidup. Hal ini berakibat pada tingginya biaya pakan yang dikeluarkan peternak. Sehingga harga jual sapi ikut melambung tinggi.
Menurutnya, untuk menaikkan berat badan satu kilogram sapi dibutuhkan pakan sekitar Rp40 ribu. Biaya tersebut belum termasuk tempat dan tenaga.
”Harus ada formula dari pemerintah, supaya harga pakan tidak mahal, hal ini efektif menekan tingginya harga daging di pasaran,” ungkapnya.
Djoko mengatakan kebijakan impor daging sapi sebaiknya tidak dilakukan. Kondisi ini dipastikan mengancam para peternak lokal. Peternak akan gulung tikar.
”Kapan swasembada daging tercapai jika impor masih saja dilakukan. Kasihan peternak dan pekerja di RPH,” ungkapnya.
Sementara, salah satu peternak di Malang, Mujiono, mengaku merasakan akibat kebijakan impor daging sapi oleh pemerintah pusat. Dua hari terakhir harga sapi di pasaran turun sekitar Rp1 juta per ekor. Ia mengaku merugi lantaran biaya perawatan sapi sangat tinggi.
“Peternak di daerah sini mengeluh dan merugi karena pemerintah kembali impor daging,” ungkap Mujiono.
Dalam dua hari terakhir, kata dia, permintaan sapi hidup turun sampai 50 persen. Biasanya, setiap hari ada 10 sapi dari Sanan yang dipesan rumah potong hewan.
”Mau tidak mau harga jual sapi hidup turun, tapi harga daging di pasar masih berkisar Rp90 ribu-Rp130 ribu per kg. Saya harap ada solusi buat kami peternak sapi, jika kondisinya begini terus, saya khawatir banyak peternak bangkrut,” jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah memberikan izin impor kepada Perum Bulog sebanyak 10.000 ton, PT Berdikasi (persero) 5.000 ton, dan pihak swasta 20.000 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News (MEL)