4. Rumah di Banda Neira

Foto: MI/Panca Syurkani
Banda menjadi salah satu tempat pengasingan Bung Hatta dan Bung Sjahrir mulai 1936 hingga 1942. Mereka dipindahkan ke sana setelah sebelumnya diasingkan Belanda di Boven Digoel, Papua.
Setibanya di Banda pada 11 Februari 1936, keduanya dititipkan di di kediaman Mr. Iwa Koesoemasoemantri. Seminggu kemudian mereka pindah ke tempat tinggal sendiri yang disewa dari seorang perkenier (tuan tanah) bernama De Vries.
Rumah tersebut dalam keadaan kosong dan disewa seharga f.12,50 (USD5) per bulan. Terletak di ujung pertigaan jalanan Naira, rumah dengan pagar bercorak kuning tersebut memiliki bergaya arsitektur kolonial.
Atap rumah utama merupakan berupa seng bertipe perisai dengan balok kuda-kuda dari kayu. Plafonnya berupa papan kayu yang ditahan balok kayu.
Lantai rumah utama menggunakan ubin terakota dengan ukuran yang bervariasi. Di serambi depan terdapat pagar kayu dengan batang pagar berornamen.
Selain itu terdapat tangga semen seperempat lingkaran dengan tiga anak tangga tanpa railing. Di bagian serambi belakang terdapat pagar tembok dan sebuah tangga lurus dari terakota dan semen tanpa railing.
Di terasnya ada tujuh pasang bangku dan papan tulis. Di situlah setiap sore Bung Hatta dan Bung Sjahrir mengajarkan membaca dan menulis kepada warga sekitar. Salah seorang siswa mereka adalah Des Alwi.
Tujuh pasang meja dan bangku, serta papan tulis yang masih terbaca bekas tulisan Hatta "Sedjarah Perdjoeangan Indonesia Setelah Soempa Pemoeda di Batavia Pada Tahun 1928".