Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. MI/Ebet
Dewan Redaksi Media Group Gaudensius Suhardi. MI/Ebet (Gaudensius Suhardi)

Gaudensius Suhardi

Anggota Dewan Redaksi Media Group

Pencandu Narkotika Bukanlah Penjahat

Gaudensius Suhardi • 12 Juli 2021 06:00
ADA dua kategori pencandu narkotika yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu pengguna dan penyalah guna. Keduanya dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
 
Pencandu kategori pertama ialah mereka yang mengantongi izin untuk mempergunakan narkotika demi kepentingan pelayanan kesehatan dirinya sendiri. Kategori kedua ialah mereka yang tidak mempunyai izin menggunakan narkotika atau menggunakan narkotika tanpa hak dan melawan hukum.
 
Pasangan selebritas Nia Ramadhani dan pengusaha muda Ardi Bakrie yang ditangkap polisi pada Rabu, 7 Juli 2021, masuk kategori kedua. Akan tetapi, mereka bukanlah penjahat dan tidak boleh diperlakukan sebagai penjahat. Pencandu narkotika ialah korban. Penjahat sesungguhnya ialah bandar dan pengedar narkotika.
 
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menganut rezim rehabilitasi bagi pencandu narkotika. Tujuan undang-undang itu dibuat, menurut Pasal 4 huruf d, ialah menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pencandu narkotika. Jaminan itu terang benderang dimuat di Pasal 54 yang menyebutkan pencandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
 
Namun, patut dihormati sikap Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Hengki Haryadi kukuh meneruskan penyidikan kasus Nia dan suaminya kendati, misalnya, diputuskan BNN untuk menjalani rehabilitasi.
 
Sikap itu sekaligus memperlihatkan belum adanya kesamaan pandangan terkait dengan rehabilitasi korban narkotika. Kiranya peraturan bersama tujuh kementerian/lembaga pada 2014 bisa dijadikan rujukan. Ketujuh kementerian/lembaga tersebut ialah Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Polri, Kemenkum dan HAM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan BNN.
 
Peraturan bersama itu dibuat sebagai pedoman teknis dalam penanganan pencandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagai tersangka, terdakwa, atau narapidana untuk menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial.
 
Pasal 3 ayat (1) peraturan bersama itu menyebutkan pencandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika sebagai tersangka dan/atau terdakwa dalam penyalahgunaan narkotika yang sedang menjalani proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan di pengadilan dapat diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan pada lembaga rehabilitasi medis dan/atau lembaga rehabilitasi sosial.
 
Dalam kasus Nia dan suaminya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, eloknya, mereka menjalani rehabilitasi sambil menunggu proses hukum yang diinginkan kepolisian tetap berjalan.
 
Hakim dapat menggunakan Pasal 103 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 dalam memutuskan perkara. Hakim yang memeriksa perkara pencandu narkotika dapat memutuskan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan apabila pencandu narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
 
Putusan bisa juga menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan apabila pencandu narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pencandu narkotika diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman sesuai dengan bunyi Pasal 103 ayat (2).
 
Dalam penerapan Pasal 103 UU 35/2009 itu, hakim berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 Tahun 2010. Syarat untuk mendapatkan putusan rehabilitasi antara lain terdakwa ditangkap dalam kondisi tertangkap tangan; pada saat tertangkap tangan ditemukan barang bukti pemakaian satu hari, untuk sabu, 1 gram. Polisi pada saat menangkap Nia menemukan sabu 0,78 gram.
 
Saat ini BNN mempunyai balai rehabilitasi yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia antara lain di Lido Bogor, Makassar, Samarinda, Batam, Medan, dan Kalianda Lampung. BNN juga meningkatkan aksesibilitas layanan rehabilitasi melalui intervensi berbasis masyarakat di 34 provinsi dan 173 kabupaten/kota.
 
Sepanjang 2020, tercatat sebanyak 4.364 orang telah mendapatkan layanan rehabilitasi yang diberikan BNN baik rawat inap maupun rawat jalan. Sementara itu, sebanyak 1.500 orang telah mendapatkan layanan pascarehabilitasi melalui agen pemulihan.
 
Sudah tepat bila pencandu narkotika direhabilitasi, tidak dimasukkan ke penjara bersama dengan para bandar, sindikat, dan pengedar narkotika. Tidak sedikit penjara yang menjadi pusat peredaran narkotika, bahkan berbagai jenis narkotika dengan kualitas lebih bagus dengan harga murah lebih mudah diperoleh di penjara.
 
Jangan biarkan penjara menjadi sekolah. Setamat dari penjara, pencandu narkotika justru meningkat taraf kecanduannya bahkan berpotensi menjadi kurir atau pengedar narkotika. Ironisnya lagi, hidup mereka pun dijaga dan dibiayai dengan uang negara.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar narkoba Kasus Narkoba Podium Artis Tertangkap Narkoba

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif