Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. Foto: Dok pribadi
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat. Foto: Dok pribadi (Lestari Moerdijat)

Lestari Moerdijat

Lestari Moerdijat

Refleksi Akhir Tahun 2021

Menyelisik Indonesia

Lestari Moerdijat • 01 Januari 2022 00:03

Indonesia memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah yang keberadaannya sangat penting bagi perkembangan perekonomian Indonesia di 2022. UMKM menyumbang 60 persen produk domestik bruto Indonesia (Government Support Encourages MSMEs and Creative Economy to Upgrade, 2021). Jumlah UMKM di Indonesia pada 2021 adalah sekitar 62 juta, yang berarti satu dari lima penduduk di Indonesia memiliki UMKM. Sebagian besar dari UMKM di Indonesia adalah usaha mikrojumlahnya adalah sekitar 61 juta, atau sekitar 98,75 persen (Indonesia’s SMEs are key to development. How can they grow? | World Economic Forum, 2021). Dalam tahun 2021 untuk menghadapi tekanan akibat pandemi pemerintah telah mengucurkan Rp162,4 triliun untuk membantu UMKM (Indonesia in Full Swing to Strengthen its Economic Backbone, 2021). Banyak dari UMKM tidak memiliki rencana pertumbuhan strategis.
 
Dalam dua tahun terakhir fokus pengembangan UMKM terletak pada transformasi digital UMKM, namun ternyata terdapat masalah yang lebih besar seperti bagaimana meningkatkan kapasitas manajerial dan operasional untuk tumbuh dan berkembang. Integrasi transformasi digital, peningkatan kapasitas manajerial dan kapasitas operasional akan memberikan manfaat yang jauh lebih besar pada pengembangan UMKM. Sebagian besar UMKM tidak memiliki pengetahuan tentang tahapan pertumbuhan dari suatu bisnis yaitu pertama adalah pendatang baru, kemudian artisan, lalu terdapat usaha sedang bertumbuh (emerging), berikutnya yang menantang dan terakhir adalah mainstream. Menurut riset yang dilakukan oleh World Economic Forum dan didukung oleh Evermos dan Shopee (2021) ternyata tiga tahapan pertama yaitu pendatang baru, artisan, dan bisnis yang sedang bertumbuh adalah tahapan yang paling penting untuk menjadi perhatian pengembangan UMKM di Indonesia karena jumlahnya adalah 99,805 persen dari semua bisnis di Indonesia. Para pebisnis di tahapan ini kekurangan pendekatan strategis untuk mengembangkan usahanya. UMKM di Indonesia 99 persen adalah pada tahapan pendatang baru di mana seringkali usaha mereka terhenti karena mereka tidak mengetahui bagaimana mengidentifikasi target pasar yang benar. Selain itu mereka tidak mengetahui produk dan jasa yang dibutuhkan oleh pasar, lalu bagaimana memenuhi permintaan tersebut dan memperoleh laba pada akhirnya. (Indonesia’s SMEs are key to development. How can they grow? | World Economic Forum, 2021)
 
Sedangkan tahap artisan berjumlah 0,5 persen di mana pada tahapan ini suatu bisnis telah menemukan kecocokan antara produk dan pasar namun kesulitan untuk membesarkan skala usaha mereka. Pengembangan skala diperlukan untuk sistem, sumber daya, dan proses. Di dua kategori ini transformasi digital tidak memberikan manfaat yang besar. Tahapan ini para pendiri bisnis memerlukan latihan dasar bagaimana menciptakan suatu nilai, bagaimana membangun suatu sistem, bagaimana membuat preposisi nilai pelanggan, bagaimana membangun sebuah tim. Sedangkan bisnis yang sedang tumbuh berjumlah 0,35 persen. Pada tahapan ini pemilik bisnis telah mengerti bagaimana mencapai pertumbuhan yang mereka rencanakan, bahkan mereka telah mendapatkan validasi dari industri. Banyak bisnis di tahapan ini stagnan karena mereka seringkali berkesimpulan bahwa pasar sudah jenuh dan berusaha mencari bisnis lain sehingga banyak yang kehilangan fokus.
 
Kesimpulannya bahwa digital transformasi harus disertai dengan upaya-upaya peningkatan kapasitas manajerial, sumber daya dan operasional agar manfaatnya dapat dirasakan oleh sebagian besar UMKM di Indonesia. Memang, ekonomi dan dunia usaha sangat bergantung kepada interaksi manusia. Sebagian besarnya memerlukan pertemuan langsung. Oleh karena itu tempat-tempat usaha dan sentra bisnis tak akan beroperasi secara leluasa jika angka vaksinasi belum mencapai target dan kekhawatiran terhadap penyebaran virus masih terus berlanjut. Dalam dilema ini, kesehatan tetap menjadi prioritas dan menjadi kunci bagi berlangsung dan pulihnya geliat ekonomi. Belum juga tahun berganti dengan setumpuk pekerjaan rumah, sebagian politisi ramai memantik isu terkait konstelasi politik tahun 2024. Siklus yang menyebabkan masyarakat apatis terhadap politik yang ujungnya tak lain adalah ketidakpercayaan public yang makin merosot. Kala politik tak lagi etis, yang terjadi adalah katastrofe moral. Sebuah kegagalan manusia global. Surya Paloh tak henti mengingatkan kadernya, kerja politik tak boleh meniadakan kemanusiaan. Bagi penulis, terdapat dua tesis dalam politik yang tegas dijalani, be mindful politician dan become compassionate. Menjadi politisi tak cukup mengisi ruang partisipasi tetapi menggunakan nalar, rasa dan sadar untuk mengakomodasi aspirasi, hadir bersama masyarakat, mengedepankan politik yang berbelarasa.
 
Mengutip catatan United Nations (UN), setiap negara berhadapan ragam isu sosial dan politik di tengah upaya melawan wabah. Salah satu ketidakadilan global tampak dalam perbedaan harga yang harus dibayar di sebagian besar negara mau tidak mau turut membedakan langkah menuju pemulihan. Belum hadir dengan bermacam varian juga beragam ancaman. WHO kemudian meluncurkan COVAX sebagai upaya global untuk melawan penyebaran wabah.
 
Tugas selanjutnya adalah pemulihan di berbagai sektor dengan catatan pemulihan pendidikan dan kesehatan khususnya kesehatan mental karena covid-19 bukan penyakit yang mudah dikalahkan dalam sekali tindakan. Tantangan terbesar bagi anak-anak. Mereka tak lagi memiliki ruang belajar dan bermain yang menyenangkan. Mereka “diharuskan” beradaptasi dengan ruang terbatas untuk bertumbuh. Kemampuan membaca, menulis, berhitung diuji melalu pembelajaran daring tanpa didampingi guruyang berkompeten, saat orang tua mengganti peran guru.
 
Hal yang tak dapat ditolak, jalan panjang upaya menanggulangi covid-19, hampir pasti mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Belum lagi dalam pertemuan G20 lalu, isu utama yang dipersiapkan dan dilaporkan negara-negara maju masih seputar upaya mencegah laju penyebaran virus. Di titik ini, satu frasa sepakat yang dibutuhkan adalah merayakan harapan. Harapan untuk pulih. Tak perlu kembali ke keadaan semula, setidaknya setiap negara mampu menelisik diri, mengoptimalkan kemampuan untuk pulih, termasuk Indonesia.

 
Read All
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Pilar ruu prt covid-19 pandemi covid-19 kekerasan seksual Lestari Moerdijat RUU TPKS Kaleidoskop 2021

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif