PANITIA Hak Angket DPRD DKI Jakarta sudah tidak fokus lagi bekerja. Ibarat memainkan jurus silat, hak penyelidikan itu dipukulkan ke segenap penjuru mata angin. Kali ini, pukulan Panitia Angket menyasar Veronica Tan, istri Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Panitia Angket berencana memanggil istri Ahok pada Senin, 16 Maret. Pemanggilan itu sama sekali tidak berkaitan langsung dengan persoalan angket. Akan tetapi, Panitia Angket berkilah bahwa pemanggilan Veronica terkait dengan kehadirannya pada rapat revitalisasi Kota Tua di Balai Kota DKI pada 5 Maret.
Penggunaan hak angket diputuskan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta pada 26 Februari. Ada dua persoalan yang diselidiki.
Pertama, terkait dengan penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015 kepada Menteri Dalam Negeri yang patut diduga bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Kedua, terkait dengan etika, norma, dan perilaku kepemimpinan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Harus jujur dikatakan bahwa penggunaan hak angket itu bukan semata-mata didasari keinginan mulia dewan untuk mengawasi jalannya pemerintahan, termasuk penyusunan anggaran.
Publik meyakini bahwa hak angket lahir sebagai reaksi atas tuduhan bahwa dewan meloloskan mata anggaran yang disebut Basuki sebagai 'anggaran siluman' senilai Rp12,1 triliun.
Apabila penggunaan hak angket benar-benar dilandasi niat tulus untuk mengawasi jalannya pemerintahan, Panitia Angket tetap fokus bekerja untuk menyelidiki APBD. Tidak perlu melebarkan persoalan sampai ke istri Ahok. Namun, apabila DPRD beranggapan bahwa kehadiran istri Ahok pada rapat revitalisasi Kota Tua di Balai Kota sebagai pelanggaran serius, silakan DPRD bentuk Panitia Angket lagi.
Sudah saatnya DPRD DKI Jakarta mempertimbangkan kembali penggunaan hak angket. Alasannya, angket itu tidak lagi bulat didukung. Sejumlah fraksi secara resmi telah mengumumkan pengunduran diri dari dukungan penggunaan hak angket.
Alasan lain, dan ini yang paling penting, suara DPRD haruslah mewakili warga Jakarta. Karena itu, sebagai wakil rakyat, DPRD hendaknya berkonsultasi dengan warga Jakarta yang telah memilih mereka sebagai anggota DPRD. Mayoritas warga, seperti terekam dalam sejumlah hasil survei, menyatakan hak angket tidak diperlukan.
Hasil polling yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia, misalnya, sebanyak 60,77% publik lebih memercayai komitmen Ahok dalam menjalankan pemerintahan bersih daripada DPRD yang hanya meraup 22,65% dukungan.
Tidak bisa ditampik bila muncul anggapan bahwa hak angket itu sebagai kesumat politik. Anggapan balas dendam politik menemukan pembenaran kala Panitia Angket memanggil istri Ahok yang tidak ada hubungan sama sekali dengan pembahasan APBD.
Sulit menemukan logika hukum tata negara di balik pemanggilan istri Ahok. Jika hal itu dibiarkan, jangan-jangan kali lain Panitia Angket memanggil anak-anak dan nenek Ahok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di