Iman mengatakan BRIN perlu mengakselerasi riset dan inovasi sel punca di Indonesia. BRIN berupaya melakukan program pengembangan human resources dan capacity building, penambahan infrastruktur riset, pendanaan riset, dan program riset.
Selain itu, BRIN juga telah membentuk OR Kesehatan dengan tujuh pusat riset di bawahnya agar bisa memfasilitasi periset dalam bidang kesehatan. BRIN sudah menyiapkan pendanaan rumah program obat dan vaksin sebesar Rp20 miliar, pengobatan presisi dan regeneratif Rp20 miliar, dan penyakit infeksi Rp10 miliar.
BRIN juga memiliki pendanaan untuk uji klinis dan pra klinis yang dialokasikan sebesar Rp350 miliar. “BRIN mem-provide dana, infrastruktur, untuk bisa menumbuhkan capacity building di Indonesia,” ucap dia.
Peran ASPI
Iman menyebut peranan asosiasi profesi seperti Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) sangat strategis dalam pengembangan riset dan inovasi sel punca. Dia mendorong ASPI bisa bekerja sama dengan BRIN atau rumah sakit untuk membuat pusat kolaborasi riset sel punca.Selain dapat mengakses skema fasilitasi pendanaan, juga dapat merekrut mahasiswa sebagai asisten riset. Hal itu untuk bisa membangun riset dan SDM kompeten.
Ketua ASPI Rahyussalim menyambut gembira kerja sama melalui Pusat Kolaborasi Riset untuk mewujudkan penguatan dan harmonisasi riset sel punca di Indonesia. Dia mengakui posisi SDM periset baik pada tahap basic dan klinis yang serius pada pengembangan dan penggunaan stem cell masih sedikit. Namun, dia optimistis Indonesia masih bisa menyamai Malaysia di regional ASEAN.
Penelitian stem cell terdiri dari riset basic/pre klinis (in vitro dan in vivo) dan riset klinis. Fase 1 untuk dosis dan prosedur, fase 2 untuk keamanan dan efektivitas, dan fase 3 komunitas (hilirisasi produk/post market). Selama ini, riset sel punca di Indonesia masih berkutat pada riset sel punca masenkimal.
“Kita di ASPI ada pada fase 1, ini yang kami kerjakan,” kata dia.