Direktur Diseminasi dan Pemanfaatan Sains dan Teknologi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek), Yudi Darma, mengatakan skor kepercayaan masyarakat kepada ilmuwan adalah 3,84 dari skala 5. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata global, yakni 3,62.
"Skor Indonesia sejajar dengan Malaysia serta Meksiko. Indonesia masuk kelompok negara dengan tingkat kepercayaan tinggi terhadap ilmuwan,” ujar Yudi di Politeknik Negeri Lampung, Jumat, 26 September 2025.
Ia menuturkan skor ini didapatkan dari studi Nature Human Behaviour (2025). Dalam studi yang sama terdapat pula data unik.
Memang, kata dia, skor kepercayaan masyarakat kepada ilmuwan terbilang tinggi. Namun, belum tentu masyarakat mau mengikuti arahan atau kebijakan dari ilmuwan yang disampaikan secara ilmiah.
"Jadi kepercayaan ini belum diiringi dengan keterlibatan masyarakat dalam diskursus dan kebijakan berbasis sains," beber dia.
Padahal, keterlibatan masyarkat dalam kebijakan ilmiah sangat penting. Dia menyebut minimnya partisipasi masyarakat dalam menjalankan kebijakan ilmiah bisa membuat inovasi dari riset yang sudah dirancang menjadi tersendat.
Baca juga: Peneliti Vaksin AstraZeneca Carina Joe Dapat Bintang Kehormatan dari Prabowo, Yuk Intip Lagi Risetnya! |
“Kepercayaan tinggi belum diikuti keterlibatan publik dalam diskusi sains atau kebijakan berbasis bukti. Di sinilah tantangan besar kita,” ujar dia.
Ia mengatakan salah satu kritik yang muncul adalah persepsi bahwa ilmuwan kurang terbuka terhadap umpan balik. Secara global, skor keterbukaan ilmuwan hanya 3,33.
“Publik merasa suara mereka jarang dipertimbangkan dalam riset maupun agenda ilmiah,” kata Yudi.
Kesenjangan juga terjadi antara harapan masyarakat dan fokus riset. Warga Indonesia menginginkan ilmuwan lebih banyak meneliti isu keseharian seperti kemiskinan, energi, dan kesehatan.
"Namun, arah penelitian dinilai masih dominan ke bidang-bidang yang manfaatnya belum dirasakan langsung oleh publik," ujar dia.
Yudi mengingatkan adanya risiko kehilangan momentum bila kepercayaan tinggi itu tidak dikelola dengan baik. “Kalau tidak ditindaklanjuti dengan transparansi, dialog, dan relevansi riset, kepercayaan publik bisa berubah menjadi skeptisisme diam-diam, apalagi di era disinformasi,” ujar dia.
Menurut Yudi, kondisi ini harus direspons dengan memperkuat komunikasi sains. Termasuk memperluas literasi publik, serta membuka ruang partisipasi masyarakat dalam proses riset.
“Ilmuwan perlu lebih hadir di ruang publik, mendengar kebutuhan masyarakat, sekaligus menyampaikan sains dalam bahasa yang mudah dipahami,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id