Dirjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc. Foto: Humas Diksi
Dirjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc. Foto: Humas Diksi

Wawancara Khusus Dirjen Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati

Pulih dan Bangkit, Optimistis 'Make Vocational Education Great!'

Citra Larasati, Ilham Pratama Putra • 17 Agustus 2022 13:22
Jakarta:  Sebuat tema yang menggugah diangkat Pemerintah dalam Peringatan Hari Ulang Tahun ke-77 Republik Indonesia, 'Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat'.  Tema yang menginspirasi semua sektor yang terdampak pagebluk untuk segera pulih dan bangkit di tengah pandemi covid-19.
 
Hal ini juga berlaku bagi sektor pendidikan yang turut terdampak pandemi dengan learning loss atau kehilangan pembelajarannya selama 13 bulan lamanya.  Terutama di pendidikan vokasi, dampak pandemi menghantam paling keras dibandingkan dengan jenjang lainnya.
 
Namun Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyuarakan optimismenya, siap bangkit dari learning loss.  Langkah apa saja yang tengah disiapkan? Untuk menjawab itu, Medcom.id melakukan wawancara dengan Dirjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc pada Jumat, 12 Agustus 2022.

Sekilas tentang Kiki Yuliati

Kiki sempat mengemban tugas sebagai dosen di Universitas Sriwijaya (Unsri), serta pernah menjabat sebagai Kepala Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.  Perempuan kelahiran Bandung, 5 Juli 1964 tersebut menempuh pendidikan S-1-nya di Institut Pertanian Bogor (IPB), kemudian melanjutkan studi S-2 di North Carolina State University.

Kiki kembali menyelesaikan studi S-3 di Institut Pertanian Bogor pada 1994. Tepat pada 30 Juni 2022, Mendikbudristek, Nadiem Makarim menunjuk Kiki untuk mengemban tugas baru sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi.  Berikut petikan wawancaranya:
 
T:  Bicara tentang pulih dan bangkit, tentu ada situasi yang tidak mengenakkan sebelumnya, yakni pandemi. Seberapa terpukulnya pendidikan vokasi karena pandemi?

J:  Jadi kalau kita ingat-ingat 2019 itu sebelum pandemi, kita masih dalam posisi memikirkan apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi bonus demografi.  Kita punya angkatan bonus demografi, generasi muda yang jumlahnya banyak yang sesungguhnya itu adalah kekuatan kita nanti pada saat mereka masuk pada dunia kerja.  Pada saat mereka berkontribusi produktif, kita punya generasi muda yang jumlahnya banyak.
 
Itu 2019 saya ingat betul kita mulai memperkuat soal teknologi informasi tapi belum sehebat ini gaungnya. Kita sudah sadari akan banyak pekerjaan hilang oleh teknologi, robot, otomasi, kita mulai khawatirkan itu.
 
Kita hitung-hitung, kita punya bonus demografi, tahun 2045 saat kita masuk Indonesia emas, anak-anak inilah yang masuk ke sektor produktif kita.  Saat itu kita rancang-rancang kita pikirkan next-next-nya, tiba-tiba pandemi. Siap tidak siap, suka tidak suka, kita dihadapkan dengan pagebluk dan alhamdulillah kita beruntung sekali, bangsa Indonesia tidak meratapi nasib.
 
Kita berusaha segala macam, mulai dari setiap rumah tangga menjaga diri, pakai masker, prokes, setiap guru dan murid berupaya sebisanya untuk bisa belajar.  Saya ingat betul saat baru mulai pandemi, kita bingung kita mau sekolah terus apa enggak.
 
Tapi kita sebagai bangsa terus bertekad kita harus tetap menyelenggarakan pendidikan dengan berbagai keterbatasan. Ternyata pada kondisi seperti itu, kita menemukan banyak ide dan inovasi kreatif para guru. Kita juga menemukan semangat anak-anak, sampai kita lihat ada anak naik pohon untuk cari sinyal. Itu menunjukkan kalau kita bukan bangsa yang lemah, kita bangsa yang kuat, kita usaha.
 
Itulah yang mendorong Kementerian pun bertekad kita tidak boleh menyerah dan kita harus melakukan transformasi pendidikan secepat-cepatnya, seefektif mungkin. Pada saat pandemi ini, Kementerian justru banyak melakukan perubahan fundamental.
 

Lalu apa yang terdampak dari pendidikan vokasi? pendidikan vokasi adalah yang paling besar terdampak dari pandemi. Pendidikan vokasi adalah pendidikan yang membutuhkan praktikum banyak, magang, mengalami sendiri begitu. Dan itu semua terhenti.
 
Jadi bisa kita bayangkan, katakanlah siswa itu belajar tata boga, belajar tata busana, permesinan, mereka hanya bisa membayangkan, tidak bisa pegang sendiri, lihat sendiri.  Itu luar biasa dampaknya bagi pendidikan vokasi. berbagai cara dan upaya yang kita lakukan. Memang betul bisa menjaga proses, tapi beberapa saat setelah pandemi, Mas Menteri (Mendikbudristek, Nadiem Makarim) melihat kita enggak bisa terus begini. Kita akan punya learning loss jika terus begini.
 
Maka di tengah pertimbangan, Kementerian meminta kembali, menggerakkan kembali untuk masuk ke sekolah, pembelajaran tatap muka. Walaupun tetap kita masih memberikan ruang kepada para guru, para orang tua, jika situasinya memungkinkan mohon ini dilakukan tatap muka tapi jika tidak memungkinkan mohon pertimbangkan keselamatan siswa dan guru.
 
Jadi siap tidak siap kita kembali masuk kelas lagi, dengan cerita-cerita yang memprihatinkan begitu.  Kenapa Kementerian mengambil keputusan itu? karena kami sudah menghitung balik. Jika 2045 anak-anak akan masuk pasar kerja usianya sekitar 22-25 tahun, dari 2020 saat pandemi itu adalah anak-anak yang lahir saat ini.
 
Anak yang lahir saat pandemi adalah mereka yang nanti masuk ke pasar kerja. Pada saat pandemi anak-anak ini kehilangan masa belajarnya, mereka inilah yang nanti yang akan justru masuk ke sektor produktif bangsa.
Pulih dan Bangkit, Optimistis <i>Make Vocational Education Great!</i>
Dirjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc.
 
Kebayang ya kalau mereka bertahun-tahun enggak belajar. Makanya pemerintah mengatakan kita tidak boleh punya learning loss begitu besar.  Pendidikan vokasi memang mendapat tantangan yang lebih besar, karena tidak boleh pratikum.
 
Tapi juga paling diuntungkan ketika kita kembali ke sekolah. Umumnya pendidikan vokasi perbandingan, kepadatan siswanya lebih sedikit dari pendidikan umum, sehingga kalau harus prokes saat tatap muka seperti ini, kita lebih mudah.
 
T: Di SMK ada angka khusus berapa lebar learning loss terjadi?
 
J: Saya belum cek, belum ingat angka terakhir seperti apa. Tapi kalau kita lihat secara empiris memang kami banyak sekali terdampak, karena umumnya siswa-siswa SMK, politeknik tidak punya peralatan sendiri di rumah. Mau enggak mau mereka harus ke kampus dan ke sekolah untuk pratikum, itu yang kami pikirkan sehingga kami memutuskan untuk tatap muka. 
 
T: Tema HUT ke-77 RI adalah pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat.  Bagaimana pendidikan vokasi memaknai tema ini? 
 
J: Menginspirasi. Kami memang terdampak cukup kuat dan besar dalam kaitan pandemi. Tapi selama pandemi pun kami membuktikan banyak hal. 
 
Jadi pada saat Hakteknas kemarin, Direktorat Vokasi menyajikan karya-karya anak-anak vokasi. Satu karya yang kami sebut maha karya vokasi itu adalah animasi yang menggunakan metaverse yang menampilkan hasil karya inovasi siswa dan mahasiswa.
 
Karya itu, di susun, dibangun, dibuat oleh anak-anak SMK Raden Umar Said Kudus, bekerja sama dengan mahasiswa seni ISI Bandung, kemudian mewujudkannya menjadi games menarik, games berbasis metaverse itu oleh mahasiswa Politeknik Negeri Batam.
 
Yang satu di Bandung, satu di Kudus, satu di Batam memanfaatkan teknologi di rumah masing-masing, di laboratorium masing-masing, menghasilkan mahakarya yang bisa dipamerkan di Surabaya dan Jakarta.
 
Jadi ternyata, tema tadi pulih lebih cepat bangkit lebih kuat, benar adanya, itu inspiratif sekali. Dalam segala keterbatasan, dalam segala tantangan, Indonesia bisa kok!
 
Ini seperti keajaiban, inovasi banyak lahir ketika pandemi.  Memang seperti bis listrik pun yang kita pamerkan itu memang kita wujudkan saat pandemi. Walaupun itu sudah didukung penelitian berikutnya.
 

T:  Berdasarkan data, hanya ada 275 Politeknik dari 4.700-an total perguruan tinggi di Indonesia. Kenapa jumlah politeknik dan Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) masih minim di Indonesia? 
 
J: Membangun sekolah vokasi itu lebih mahal investasinya. Karena membutuhkan sarana prasarana dan dengan sedemikian dinamisnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu juga semakin mahal untuk membeli peralatan agar bisa praktik.
 
Kita punya peralatan tahun 2020 katakanlah, ternyata itu peralatan yang bisa kami beli itu digunakan tahun 90 di industri. Jadi kita mau relevan ternyata tetap enggak terkejar.
 
Sementara pemerintah tidak bisa menawar dari sisi kualitas. Kalau kita bilang lulusan SMK harus bisa seperti ini, lulusan politeknik harus bisa seperti ini, kita tidak bisa menawar dari sisi kualitas, Misal ya sudah deh, karena enggak ada alatnya maka kita turunkan. Tidak bisa juga seperti itu, karena indutri butuhnya kualitas yang seperti ini.
 
Pulih dan Bangkit, Optimistis <i>Make Vocational Education Great!</i>
Dirjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Dr. Ir. Kiki Yuliati, M.Sc.
 
Sehingga memang membangun dan memperbanyak daya tampung di pendidikan vokasi itu tidak murah, dengan demikian kita harus mengerti pertumbuhan satuan pendidikan vokasi tidak secepat yang pergurusn tinggi umum. Itu kendalanya atau tantangan kita untuk memperbanyak pendidikan vokasi.
 
T: Apakah ada target Kemendikbudristek untuk menambah jumlah politeknik?
 
J: Kami bukan hitungan satuan pendidikan. Kami menyebutnya sebagai akses, perluasan akses. Perluasan akses tidak selalu dengan mendirikan satuan pendidikan lebih banyak.
 
Tapi misalnya, ada daya tampung yang masih idle. Satu per politeknik di satu tempat punya daya tampung 1.500, sekarang 1.200. Artinya ada 300 tempat masih idle di situ, kemudian di tempat lain demikian.
 
Jadi pertama yang harus kita lakukan, memaksimalkan atau memenuhi seluruh daya tampung dari seluruh satuan pendidikan vokasi yang ada. Dan ini juga terjadi karena distribusi penduduk di Indonesia belum merata. Jadi kita harus pastikan mana yang masih idle, masih membutuhkan tempat.
 
Kedua, kemungkinan besar, ada juga kemungkinan daya tampung tidak terpenuhi karena biaya pendidikan yang kurang terjangkau atau terlalu mahal bagi masyarakat yang membutuhkan pendidikan vokasi. Maka upaya yang kedua adalah menyiapkan beasiswa.
 
Ketiga mempercepat masa studi. Jadi kalau mereka berlama-lama di kampus atau sekolah, jadinya sumber dayanya dipakai oleh sumber daya yang sama, orang yang sama, siswa yang sama. Tapi kalau mereka cepat-cepat lulus, adik-adik kelasnya juga bisa cepat masuk itu juga cara memperluas akses.
 
Cara untuk memperluas akses yang lain, itu adalah dengan program afirmasi. Program afirmasi itu kalau mau masuk SMK atau politeknik tertentu ada persyaratan yang harus dipenuhi. Lalu kita tahu ada kelompok masyarakat yang membutuhkan afirmasi ini.
 
Kalau mereka ikut jalur seleksi yang sama begitu, mungkin mereka belum bisa lolos untuk politeknik. Kalau kita lihat bakat dan prestasi di SMK-nya, dia bisa masuk dari jalur afirmasi atau kita sebut sebagai jalur prestasi, ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi kelompok yang selama ini mungkin kesempatannya kalau di jalur yang sama lebih kecil.
 
Jadi itu yang kami upayakan, tidak selalu harus mendirikan sekolah baru. Mengapa pertimbangannya seperti itu? Karena kita punya pekerjaan rumah untuk meningkatkan kualitas dari yang ada sekarang harus naik dulu harus bagus dulu.
 

T: Angka terbaru keterserapan SMK di dunia kerja?
 
J: Persentase lulusan pendidikan vokasi yang bekerja 2019 dari perguruan tinggi vokasi itu terserapnya 58 persen, tahun 2020 naik 60 persen.
 
Sementara dari SMK justru turun, tahun 2019 itu 46,6 persen terserap tapi 2020 turun jadi 42 persen. Kemudian begitu juga dari kursus pelatihan 2019 itu 41,2 persen  turun di 2020 jadi 36,2 persen. Dan ini pada saat yang sama ekonomi melambat. Tapi bedanya di PTV (perguruan tinggi vokasi) itu ada kenaikan di sana.
 
Pada 2021 meningkat kembali untuk lulusan kita sekarang sudah naik lagi menjadi 45 persen lulusan SMK melanjutkan studi lebih banyak sekitar 3 persen. Banyak lulusan SMK ini melanjutkan studi, karena boleh jadi mereka memilih saat pandemi untuk lanjut ke PTV.  Jadi kalau kita lihat dari sisi pengangguran, benar kita lihat angkanya seperti itu, dan ini terjadi karena berbagai faktor.
 
T: Apa saja penyebab rendahnya angka keterserapan lulusan vokasi?
 
J: Iya, jadi dinamika yang terjadi di industri begitu cepat ya sementara kemampuan sekolah untuk menyesuaikan kurikulum, sistem pembelajaran tidak sedinamis di industri.  Itu juga jadi refleksi bagi kami, harus membuat sistem di persekolahan yang responsif dengan dinamika yang terjadi. Kalau dilihat Kementerian membikin Merdeka Belajar, Kampus Merdeka dan seterusnya itu tujuannya membuat kita lebih adaptif dengan itu.
 
Kemudian faktor lain yang terjadi berkaitan dengan kompetensi lulusan. Selain itu yang terjadi situasi ekonomi dan ketersediaan lapangan kerja juga mempengaruhi keterserapan.  Oleh sebab itu pak Presiden memberikan amanat, jangan berpikir hanya untuk bekerja tapi juga bekali menjadi wirausaha. Itu juga menjadi perhatian kami untuk mempersiapkan lulusan menjadi wirausaha.
 
T: Mas Nadiem sedang mengajak industri untuk ikut memasak kurikulum di SMK dan PTV. Sudah sejauh mana perkembangannya?
 
J: Saya juga bersyukur tadi siang kami melakukan kerja sama dengan banyak industri dan jumlah industri yang terlibat dalam pendidikan vokasi akhirnya juga semakin banyak.  Keterlibatan mereka dalam penyusunan kurikulum, berbagai macam tahap dan bentuknya.
 
Ada SMK dan PTV kurikuulumnya benar-benar industri ikut secara penuh. Ada industri yang memberikan gambaran dan kriteria saja, kami butuh lulusan yang seperti ini, ini, ini terserah Bapak Ibu ngajarnya akan seperti apa, yang penting lulusannya seperti ini.
 
Namun ada juga industri yang bahkan menyediakan diri untuk ikut mengajar, kami menyebutnya praktisi mengajar. Yaudah kalau kita butuh kompetensi ini dan ternyata guru belum siap atau belum menguasai kami bantu ikut mengajar.
 
Ada industri yang juga membantu kita untuk menyiapkan tempat praktik juga tempat magang. Bahkan untuk vokasi tidak sedikit yang ikut membangun teaching factory di kampus dan sekolah, mereka ikut menanamkan investasi teaching factory dan siswa kita belajar di situ seolah-olah dia belajar di pabrik itu. 
 
Jadi macam-macam tingkatan keterlibatan industri dan ini membuat kita optimis, ternyata pintu yang dibukakan Kementerian agar industri lebih banyak terlibat itu disambut baik oleh industri untuk ikut masuk ke pendidikan.
 

T: Di saat yang bersamaan industri juga terdampak akibat pandemi, apakah itu berdampak pada penerimaan siswa dan mahasiswa yang magang di perusahaan?
 
J: Menariknya, malah naik lho. Mungkin karena kami juga agresif ngetokin pintu para industri itu. Yang kalau dulu kita bersurat ke tempat magang, kalau ini mah enggak kita datangin beneran, halo-halo, lalu kita undang untuk mendiskusikan bentuk magang seperti apa, kapan, berapa banyak.
 
Sebetulnya dengan mahasiswa magang atau siswa magang, industri itu juga dapat keuntungan karena bisa melihat calon-calon SDM. Bahkan ada yang mengatakan, ibu kami menemukan mutiara di pelosok negeri jadi perguruan tingginya tidak terkenal, ternyata mereka dapat siswa-siswa yang luar biasa.
 
Dan ada beberapa dari mereka di-ijon. Nanti kalau lulus balik ya kesini. Jadi seneng juga lihatnya. Saya senang sekali industri membukakan pintu dari ketukan kami yang rada maksa juga kadang-kadang.
 
T:  Terkait pembiayaan dan beasiswa untuk pendidikan vokasi, selama ini jarang. Meski sekarang kemendikbudristek dan LPDP sudah memperluas akses beasiswa non-degree untuk vokasi. Ke depan soal beasiswa dan pembiayaan ini seperti apa?
 
J: Banyak sekali faktor yang positif bagi vokasi. Jadi insan vokasi harus memanfaatkan momentum ini. Presiden sudah mengeluarkan dua hal yang langsung dari beliau. Ada Inpres, kemudian ada Perpres lagi soal vokasi. Artinya Pak Presiden sudah bilang "ayo-ayo".
 
Lalu Kementerian membentuk Direktorat Jendral Vokasi. Lalu dengan Perpres 68 tahun 2022 ini, presiden menunjuk Kadin harus ngapain, Kemenaker ngapain itu semua sudah dibagi tugasnya di situ. Jadi memang vokasi ini luar biasa momentumnya. Bahkan LPDP juga menyediakan banyak kesempatan dan teman-teman vokasi menyambut ini dengan baik.
 
Kita juga berterima kasih dengan LPDP yang menyediakan beasiswa non-degree mulai sertifkasi dosen, mahasiswa magang dan sebagainya. Karena memang ke depan ini tidak cukup dengan ijazah, harus punya microcredential yang banyak.
 
T:  Sejak Juni Anda kemarin resmi mendapat amanah baru untuk menjadi Dirjen Vokasi. Saat pertama mendapat mandat itu, Pesan pesan yang dititpkan Mas Nadiem pertama kali?
 
J: Mas Menteri itu sepertinya tidak ingin banyak memberikan pesan. Kecuali dia mengatakan "make vocational education great!". Terus saya mikir, terus kata Mas Menteri gimana caranya terserah, strateginya terserah.
 
Lalu setelah itu karena melihat wajah saya yang rada bingung ya, Mas Menteri lalu bilang, Bu Kiki setiap saat perlu koordinasi, konsulitasi kasih tahu saya,  nanti kita diskusi. Perlu bantuan saya nanti saya bantuin.
 
Saya diberikan kebebasan, kemerdekaan menyusun strategi dan sebagainya, beliau akan dukung akan bantu, dan targetnya jelas make vocational education great!
 

T: Untuk menjalankan amanat itu, apakah sudah dipetakan kekurangan dan kelemahan pendidikan vokasi?
 
J: Pertama setelah mendapatkan pesan itu dari Mas Menteri yang saya pikirkan, apakah yang membuat dapat membuat vocational education itu great?
 
Banyak yang sebetulnya kita lihat dan jadikan ukuran. Tapi yang paling penting bagi bangsa itu hanya dua ya. Pertama lulusannya bisa produktif, entah itu bekerja, wirausaha, atau melanjutkan studi, yang penting lulusannya enggak boleh nyusahin.
 
Kedua pendidikan vokasi itu harus terjangkau oleh setiap warga negara yang mau mengikuti pendidikan vokasi, jadi artinya adalah akses.  Kemudian untuk mencapai itu apa yang harus dilakukan dan apa yang sudah dilakukan. Jadi hal-hal yang sudah baik, berjalan efektif ya tetap dijalankan dan diperkuat.
 
Tetapi pada saat yang sama, saya katakan ke para stakeholders vokasi beri tahu kami tentang apa yang perlu kami lakukan untuk membuat segala sesuatu lebih baik. Jadi sudah macam-macam usulnya dan saya senang sekali.
 
T:  Setelah dipetakan, lalu belanja persoalan, apa yang menurut Anda program vokasi yang memiliki daya ungkit paling besar untuk kita pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat?
 
J: Kalau untuk SMK ada SMK Pusat Keunggulan. Pusat keunggulan ini sifatnya bottom up. Setiap SMK mengidentifikasi mereka unggulnya di mana dan mereka ingin unggul seperti apa.
 
Kemudian mereka cari mitranya agar relevan dengan stakeholder-nya, jadi dia cari mitra lalu mereka merancang programnya, lalu program itu disusun dalam proposal yang diajukan ke kami. Kalau lihat itu sebagai proposal yang baik, yang memang akan mengangkat kualitas SMK maka mereka mendapat padanan anggaran, pembinaan dari kami dengan berbagai perangkatnya, untuk memastikan cita-cita unggulan satu SMK itu terwujud. 
 
Program kedua yang perlu dilakukan itu adalah untuk pendidikan tingginya. PTV kami membuat program yang disusun dalam scoop Kementerian yaitu Kampus Merdeka Vokasi. 
 
Dengan Kampus Merdeka Vokasi kami melibatkan sebanyak mungkin stakeholders vokasi untuk memberikan pengalaman belajar yang kontekstual bagi siswa dan mahasiswa. Mulai dari menyediakan tempat magang, komponen masyarakat lain yang bisa memberikan ilmu juga kami ketuk pintunya.
 
Dua hal itu kami rancang untuk mempercepat akselerasi pulihnya vokasi sekaligus memulihkan peran vokasi bagi bangsa Indonesia.
 
T: Pesan untuk stakeholder vokasi dari apa yang sudah disiapkan oleh Kemendikbudristek untuk Pulih dan Bangkit?
 
J: Pertama kolaborasi. Mari kita ciptakan iklim, atmosfer, ekosistem yang mengungkit kolaborasi. Mitra industri dengan kami di vokasi, dan vokasi juga terbuka tangannya untuk menerima uluran tangan dan meminta bantuan kepada semua pihak, termasuk teman-teman media.
 
Jadi pertama adalah membuka diri untuk menciptakan iklim kolaborasi. Kedua kami harus melakukan transformasi cara pandang, cara pikir dan cara kerja. Kita tidak lagi bekerja dengan cara yang sama, kita membuka cakarawala cara pandang kita dengan pemikiran terbuka dengan cara berpikir terbuka dan harus rendah hati untuk minta tolong. Karena sekarang eranya kolaborasi.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan