Pemahaman terhadap struktur dan kebahasaan puisi lama perlu diperkenalkan sejak dini kepada siswa agar mereka mampu mengapresiasi sekaligus melestarikan budaya literasi yang telah mengakar kuat di Nusantara. Dikutip dari laman murid.kemendikdasmen.go.id, berikut penjelasan lengkap mengenai struktur dan unsur kebahasaan pantun, syair, dan gurindam:
Pantun
Pantun terdiri atas empat larik dalam satu bait, dengan pola rima a-b-a-b. Dua larik pertama disebut sampiran, berfungsi sebagai pengantar yang menggugah minat pembaca. Sementara dua larik terakhir adalah isi, yang memuat gagasan utama berupa perasaan, nasihat, teka-teki, atau sindiran.Dari sisi kebahasaan, pantun biasanya menggunakan kalimat berita pada larik pertama dan kedua, lalu dilanjutkan dengan kalimat saran atau kalimat majemuk bersyarat pada larik ketiga dan keempat. Pantun menjadi media yang efektif dalam menyampaikan pesan secara halus dan kreatif.
Baca juga: Belajar Unsur Intrinsik Cerpen Melalui 'Senyum Karyamin' Karya Ahmad Tohari |
Syair
Syair terdiri atas empat larik dalam satu bait, dengan pola rima a-a-a-a. Keempat larik dalam syair semuanya merupakan isi, dan biasanya membentuk satu kesatuan pikiran atau cerita yang saling berhubungan antar bait. Syair kerap digunakan untuk menyampaikan petuah, kisah sejarah, cerita rakyat, maupun ajaran agama.Unsur kebahasaan yang dominan dalam syair adalah kalimat perintah, terutama pada larik pertama dan kedua. Sedangkan larik ketiga dan keempat berfungsi sebagai konsekuensi atau hasil dari perintah tersebut. Dengan demikian, syair mampu menyampaikan pesan yang bersifat mendidik sekaligus menghibur.
Gurindam
Berbeda dari pantun dan syair, gurindam hanya memiliki dua larik dalam satu bait. Larik pertama berisi syarat atau sebab, sementara larik kedua mengandung akibat atau tujuan. Kedua larik tersebut membentuk kesatuan makna yang utuh dan disusun dengan rima akhir yang sama.Dalam hal kebahasaan, gurindam menggunakan kalimat yang berpola hubungan tujuan, sehingga meskipun singkat, maknanya bisa sangat mendalam. Gurindam sering kali digunakan untuk menanamkan nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pembelajaran tentang puisi lama, siswa tidak hanya dilatih untuk memahami bentuk dan struktur sastra, tetapi juga diajak untuk mengapresiasi nilai-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya.
Dengan memahami ciri kebahasaan pantun, syair, dan gurindam, diharapkan generasi muda mampu menjaga keberlanjutan warisan sastra yang sarat makna dan menjadikannya bagian dari kehidupan berbahasa dan berkarya di era modern. (Antariska)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News