Bahkan, Artita lulus dari SMAN 2 Yogyakarta dengan nilai memuaskan. Artita diterima sebagai mahasiswa prodi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP).
Artita juga mendapat beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT) Pendidikan Unggul Bersubsidi 100% atau UKT nol. Artita mengaku terkejut dan bersyukur karena mendapatkan bantuan beasiswa subsidi UKT 100% dari UGM.
“Saya sangat bersyukur sekali, bisa meringankan beban ibu untuk membiayai saya kuliah nanti,” kata Artita dikutip dari laman ugm.ac.id, Selasa, 24 Juni 2025.
Artita memang tidak mau membuat beban ibunya makin berat. Sejak ayahnya meninggal pada 2020, ibunya, Teluning, 41, harus menghidupi keluarga besarnya dengan berjualan cireng, makanan khas sunda yang dibuat dari tepung tapioka yang digoreng.
Penghasilannya dari berjualan cireng sekitar Rp900 ribu per bulan. Meski tinggal di Tompeyan, Tegalrejo, Kota Yogyakarta, Teluning memilih berjualan cireng di Purwokerto di depan rumah peninggalan sang suami yang sudah jarang ditempati.
Hampir setiap hari, ia memilih pulang pergi dari Yogyakarta ke Purwokerto. Beruntung, Artita terbiasa mandiri.
Anaknya itu tinggal bersama dengan nenek, kakek dan tantenya. “Saya ingat pesan suaminya dahulu agar bisa menjaga dan membesarkan Artita sepenuh hati,” kata Teluning.
Sejak kecil, Artita sudah mandiri dan memiliki cita-cita tinggi. Bahkan, ia baru tahu Artita mendaftar kuliah ke UGM ketika sudah diterima.
“Memang sejak kecil, karena cucu satu-satunya Artita ini selalu di rumah. Mandiri juga, tahu-tahu keterima di UGM, saya ini enggak ngeh,” beber dia.
Hampir setiap hari perjalanan Yogyakarta-Purwokerto membuat Teluning sering kehilangan waktu bersama Artita. "Saya merasa kehilangan waktu bersama, karena harus pergi pagi pulang malam,” kata dia.
| Baca juga: Kisah Nazwa Wujudkan Mimpi Masuk UGM: Konsisten Belajar dan Jaga Performa Nilai |
Tertarik pada seni
Salah satu mata pelajaran favorit Artita adalah sejarah Indonesia. Menurutnya, ada keasyikan tersendiri memahami pola perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia mulai dari zaman penjajahan hingga reformasi.Namun, Artita juga tidak luput meningkatkan nilai mata pelajaran lainnya. Ia memiliki strategi belajar sendiri yang diterapkan sehari-hari.
“Biasanya latihan soal-soal pakai buku sama hp, setiap hari di ruang tamu ini,” ucap dia.
Sebagai siswa berprestasi, Artita ternyata memiliki ketertarikan di bidang seni. Ia suka menggambar dan melukis di tengah-tengah suntuknya belajar.
Tak hanya itu, Artita juga aktif menekuni kegiatan tari tradisional di sekolah. Ia mengenang pengalamannya tampil di event sekolah membawakan tarian Harmoni Nusantara dan kecak.
Pengalaman tampil paling berkesan ketika diberi kesempatan menampilkan tari Blantek dari Betawi di Museum Benteng Vredeburg, Yogyakarta. Kala itu, suasananya sangat berbeda dengan pengalaman tampil sebelumnya.
“Kalau sebelum ini di sekolah-sekolah jadi nuansanya familiar, kalau yang di Vredeburg lebih grogi karena penontonnya dari luar,” kenang dia.
Ketertarikan pada seni tari, Artita berencana bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kesenian yang bisa mengakomodasi hobinya ini.
Ia berpesan ke teman-teman seperjuangannya agar jangan pernah menyerah karena terhalang ekonomi. Siapa pun bisa mewujudkan cita-citanya apabila memiliki tekad dan doa yang kuat.
“Jangan ragu dan jangan takut, buat teman-teman karena apa pun selama berusaha pasti ada jalannya,” pesan dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
