Untuk mendukung riset terkait zoonosis, saat ini BRIN juga sedang melakukan pemetaan keanekaragaman genetika. Dengan kemampuan whole genome sequencing, penyimpanan data spesimen, dan kemampuan bioinformatika, akan mengakselerasi dan membuka peta keanekaragaman genetika, khususnya virus.
“Karena dari informasi genetik virus, kemudian ditranskipsikan dan seterusnya hingga menjadi protein. Dengan kita mengetahui protein yang terlibat, kita bisa melakukan penelitian untuk merespons kemunculan zoonosis itu, baik itu penelitian dengan menggunakan vaksin, atau imuno yang meningkatkan imunitas,” jelas Sandi.
Kolaborasi multidisiplin cegah zoonosis
Pengendalian zoonosis tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Terlebih, jelas Pandji, beberapa penelitian sedang mengungkapkan adanya kemunculan reverse zoonosis. Artinya, penularan penyakit tidak hanya terjadi dari hewan ke manusia, bahkan dari manusia bisa ditularkan kembali ke hewan.Karena itu, dalam beberapa tahun terakhir, konsep One Health terus didengungkan di tingkat global. “One Health pada intinya adalah bagaimana kita bisa mencegah dan mengendalikan penyakit dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan,” jelas Pandji.
Misalnya, ketika kita menanggulangi rabies, tentu kita tidak bisa hanya fokus pada sektor peternakan atau sisi kesehatan hewan saja, dengan memberikan vaksinasi pada anjing. Di sisi lain, kita perlu memberikan edukasi kepada masyarakat untuk memberikan vaksin pada anjing peliharaannya, menjaga kesehatan lingkungan, dan memastikan masyarakat dapat mengakses obat atau terapi akibat gigitan anjing, sehingga penularan rabies dapat dikendalikan.
Implementasi regulasi terkait perdagangan satwa liar dan konservasi juga perlu terus ditegakkan. Perlunya strategi komprehensif dari pemerintah untuk terus menyosialisasikan risiko zoonosis berbasis kearifan lokal, dengan melibatkan masyarakat setempat.
Monitoring atau surveilans terhadap kemunculan penyakit infeksi baru juga perlu terus diperkuat. Riset terkait bidang kesehatan, perbaikan infrastruktur dan kesiapsiagaan dalam menghadapi penyakit infeksi baru, dan riset terkait obat-obatan memerlukan kolaborasi tidak hanya di tingkat nasional, melainkan di tingkat global.
“Yang kami lakukan sekarang salah satunya akan membantu pemerintah dan juga secara global dalam memonitor patogen berbahaya dari satwa liar. Hasilnya nanti bisa dijadikan basis atau bukti bahwa perdagangan satwa liar untuk konsumsi, serta adanya interaksi di dalamnya memang berisiko tinggi terjadinya spillover,” kata Sugiyono.
Dengan data keanekaragaman genetika, proses pengolahan menjadi data digital dari sampel melalui kemampuan bioinformatika, dan kolaborasi riset obat-obatan dan imuno, menurut Sandi, akan menjadi modal dasar dalam menjawab tantangan munculnya zoonosis. “Saya pikir pemahaman melihat fenomena interaksi hewan, manusia, dan virus di satu lingkungan yang sama akan membuat tindakan mitigasi bisa sistemik, agar ketahanan kesehatan bangsa kita semakin kuat,” tutur Sandi.
Baca juga: Kelompok yang Paling Rentan Terkena Cacar Monyet |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News