()

Menyelamatkan Komitmen Kebangsaan

13 Januari 2016 05:51
MESKIPUN usia Republik ini sudah lebih dari tujuh dasawarsa, fakta menunjukkan anyaman kebangsaan kita belum sepenuhnya selesai. Masih ada di sana-sini yang mempertentangkan ideologi negara dan realitas kemajemukan bangsa dengan keyakinan individu dan hasrat menonjolkan kepentingan kelompok.
 
Ibarat kain, Indonesia serupa tenunan yang robek karena simpulnya rapuh. Kerapuhan terjadi karena rupa-rupa alasan, seperti rasa frustrasi akibat kesejahteraan yang tak kunjung datang, keadilan yang tidak sepenuhnya ditegakkan, dan keyakinan bahwa ideologi kelompoknya yang paling benar sehingga tergerak untuk memonopoli kebenaran.
 
Dalam konteks itu pula kita prihatin menyaksikan munculnya aktivitas pergerakan organisasi bernama Gerakan Fajar Nusantara atau Gafatar. Organisasi yang dideklarasikan pada 2011 itu sejatinya telah dinyatakan terlarang oleh pemerintah sejak 20 November 2012.
 
Itu disebabkan mereka menganggap negeri ini tidak dijalankan atas sistem yang benar. Kendati mereka sudah dilarang, proses rekrutmen anggota terus berlangsung. Mereka bahkan menyasar para profesional dan pegawai negeri sipil untuk mengikuti apa yang mereka sebut sebagai `pelatihan' itu. Mereka direkrut secara diam-diam, bahkan tidak boleh meminta izin keluarga, rekan kerja, atau siapa pun yang belum disumpah menjadi anggota. Itulah yang terjadi dengan seorang dokter bernama Rica Tri Handayani, yang dilaporkan hilang misterius sejak 30 Desember 2015, hingga akhirnya ditemukan tim Polda DIY di Mempawah, Kalimantan Barat, Senin (11/1). Itu pula yang diduga terjadi pada sejumlah PNS di Yogyakarta dan Purbalingga, Jawa Tengah, yang dilaporkan hilang dalam dua pekan terakhir dan belum kembali. Sebagian dari mereka diduga tengah mengikuti pelatihan Gafatar di Lampung.
 
Kendati laporan kehilangan tersebut masih bersifat sporadis, bukan berarti kita boleh mengabaikan persoalan ini. Apa yang kita saksikan terkait dengan Gafatar, atau organisasi apa pun namanya, yang menganggap ideologi negara, semboyan kebangsaan, bahkan eksistensi negara ini belum selesai, menunjukkan ada yang tidak beres dengan cara pikir dan cara pandang sebagian kecil anak bangsa.
 
Padahal, negeri ini bukan didirikan secara instan. Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, juga keputusan memilih bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan proses panjang dengan beragam perdebatan, juga pengorbanan.
 
Apa yang sudah digali para pendiri dan bapak bangsa terkait dengan dasar serta pilar kebangsaan merupakan buah konsensus panjang yang tidak semuanya sejalan dengan pikiran tiap-tiap kehendak para bapak bangsa saat itu. Namun, begitu besarnya sikap negarawan mereka membuat keinginan untuk mendahulukan kepentingan bangsa berada pada prioritas utama, mengalahkan ego masing-masing.
 
Ada memang pemberontakan sekelompok kecil dari mereka yang tak puas. Namun, itu tidak menjadi arus utama sehingga tidak sampai membuat negeri ini terpecah belah.
 
Kini, bergantung pada bagaimana para pemangku kepentingan menyelamatkan bangsa ini dari upaya-upaya kian merapuhkan sendi-sendi kebangsaan. Bila kita abai dan memandang remeh hal itu, amat mungkin robeknya tenunan kebangsaan kita akan kian menganga. Bila kita lalai, bukan tidak mungkin organisasi semacam Gafatar yang hendak membangun negara dalam negara akan muncul di tempat dan waktu berbeda.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase hukum

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif