Sidang kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memasuki tahap menentukan. Pada sidang ke-18 yang dijadwalkan berlangsung besok, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menetapkan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum. Kita tentu menghormati keputusan majelis hakim untuk menetapkan agenda dalam setiap persidangan.
Keputusan mengenai hal itu sepenuhnya kewenangan atau diskresi majelis hakim di mana pun locus delicti-nya berlangsung dan kapan pun sebuah perkara diadili. Akan tetapi, kewenangan dan/atau diskresi majelis hakim dalam suatu perkara tentu bukan kewenangan dan/atau diskresi yang berada di ruang hampa. Kewenangan dan/atau diskresi itu bukan pula sejenis kekuasaan kehakiman yang tidak memedulikan konteks dan situasi yang berkembang dalam masyarakat. Itu disebabkan penegakan hukum dan keadilan pada dasarnya justru demi kebaikan dan kemaslahatan masyarakat.
Karena itu, bila dipandang perlu, majelis hakim dalam suatu perkara dapat memperhatikan kondisi yang berlangsung dalam masyarakat ketika menetapkan suatu agenda persidangan ataupun putusan. Dalam konteks itulah kita melihat permintaan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal M Iriawan kepada Majelis Hakim PN Jakarta Utara untuk menunda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum memiliki relevansi. Secara tertulis, Kapolda Metro Jaya menyarankan pembacaan tuntutan jaksa dilakukan setelah pencoblosan pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang berlangsung 19 April.
Paralel dengan hal itu, Polda Metro Jaya juga menginformasikan bahwa proses penyelidikan terhadap laporan polisi yang menyeret nama pasangan calon gubernur Anies Baswedan dan Sandiaga Uno juga ditunda pascapemungutan suara pilkada DKI putaran kedua selesai. Tanpa bermaksud ikut memengaruhi proses hukum dalam kasus penodaan agama, kita mengapresiasi sensitivitas Kapolda Metro Jaya yang melihat perlunya upaya untuk menurunkan suhu politik yang semakin memanas dalam pilkada DKI Jakarta.
Semua tentu mafhum bahwa kasus penodaan agama ini berlangsung dan bersinggungan dengan jalannya pilkada DKI sehingga langsung ataupun tidak langsung proses persidangan kasus itu akan ikut memengaruhi jalannya pilkada DKI. Bukan hanya itu, Jaksa Agung M Prasetyo secara tegas juga mendukung imbauan Kapolda Metro Jaya. Demikian pula Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie yang menilai alasan polisi mengajukan penundaan persidangan itu amat logis.
Apalagi, durasi waktu antara persidangan dan hari pencoblosan sangat rapat sehingga berpotensi menimbulkan situasi tidak kondusif. Demi kemaslahatan bersama, kita pun mendukung imbauan dari Kapolda Metro Jaya yang telah mencium adanya potensi-potensi kerawanan menjelang berlangsungnya pilkada DKI putaran kedua. Apalagi beredar kabar bakal ada pengerahan massa pada sidang penuntutan besok. Tindakan preventif dan antisipatif dari aparat keamanan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan patut kita dukung.
Kita tentu menghargai dan menghormati Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang telah memutuskan untuk tetap akan menggelar sidang tuntutan kasus penodaan agama, besok. Akan tetapi, akan jauh lebih bijaksana bila majelis hakim mempertimbangkan kembali keputusan itu dan menunda pembacaan tuntutan jaksa seusai pemungutan suara putaran kedua. Sah-sah saja bila agenda sidang yang hanya dilandasi asas legal formal itu tetap dilanjutkan. Namun, sangatlah arif bila hal itu ditunda demi kemaslahatan bersama. Di sinilah letak rasa keadilan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
