Jakarta: Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menyebut sistem rekapitulasi suara elektronik (e-rekap) bisa menjadi alat kontrol bagi publik untuk melihat hasil perolehan di tempat pemungutan suara (TPS). Namun, e-rekap belum bisa menggantikan rekapitulasi berjenjang secara manual.
“Kaitannya dengan undang-undang kan jelas rekapitulasi masih manual. Dugaan saya ini menjadi mekanisme kontrol seperti suara Komisi Pemilihan Umum jadi pendokumentasian hasil lebih cepat,” ujar Abhan seusai acara uji coba rekapitulasi elektronik di tingkat tempat pemungutan suara untuk Pilkada 2020 di Kantor KPU, Jakarta, Selasa, 25 Agustus 2020.
Menurut Abhan, dalam penerapan e-rekap akan ada tantangan yang dihadapi KPU. Pertama, waktu rekapitulasi suara di tingkat TPS bertambah. Karena petugas harus mengambil foto formulir C1 untuk diunggah ke sistem e-rekap. Kedua, belajar dari Pemilu 2019, petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) banyak yang kelelahan. Tugas tambahan akan membuat kerja mereka lebih berat.
Baca: E-Rekap Harus Sejalan dengan Manual
Komisioner KPU Evi Novida Ginting menjelaskan proses e-rekap sudah dipersiapkan sejak 2019. Namun, penghitungan suara secara manual tetap dilakukan di TPS, dan hasil foto formulir C1 dikirim ke aplikasi sistem e-rekap langsung ke KPU kabupaten/kota atau provinsi.
Anggota Komisi II Johan Budi SP menilai e-rekap belum bisa diterapkan secara menyeluruh di Indonesia. Sebab, KPU masih melakukan penghitungan suara berjenjang secara konvensional.
“Manual tetap harus dilakukan. Rekap-e sifatnya untuk mempermudah. Penghitungan dilakukan dari TPS ke kecamatan dan seterusnya,” ujar Johan.
Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi membenarkan sistem e-rekap belum dapat menggantikan rekapitulasi berjenjang manual. Raka menjelaskan e-rekap dirancang menggunakan data berbasis pada TPS.
Setelah proses pemungutan suara dilakukan seperti biasa di TPS, penghitungan suara dilakukan dan petugas TPS mengisinya di formulir C1. Pada aplikasi situng (sistem penghitungan) milik KPU, formulir C1 tersebut dipindai, dan diunggah ke aplikasi situng. Namun, pada sistem rekapitulasi elektronik, petugas hanya memfoto formulir C1, kemudian hasilnya diunggah di panitia pemilihan kecamatan (PPK) tingkat kecamatan atau langsung ke KPU kabupaten/kota untuk pemilihan bupati/wali kota dan KPU provinsi untuk pemilihan gubernur.
Kampanye daring
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mempertanyakan peraturan terkait kampanye daring untuk Pilkada 2020. Menurut dia, KPU dan Bawaslu harus segera mengatur kampanye daring.
“Kita harus punya persepsi yang sama tentang pengertian media sosial, media sosial yang dimaksud untuk tidak boleh melaksanakan kampanye setelah dilarang masa tenggangnya itu. Apakah KPU dan Bawaslu sudah punya aturan yang jelas untuk melakukan pengawasan,” ujar Guspardi.
Baca: KPU-Bawaslu Harus Satu Persepsi Soal Teknis Kampanye Pilkada 2020
Sebelumnya, KPU memberi kelonggaran kampanye Pilkada 2020 secara daring di tengah pandemi covid-19. Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan kondisi pandemi membuat KPU memutuskan untuk mengefektifkan kampanye melalui media daring. Bahkan, KPU mengizinkan kampanye melalui media daring bisa dilakukan sepanjang masa kampanye atau selama 71 hari.
Jakarta: Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan menyebut sistem
rekapitulasi suara elektronik (e-rekap) bisa menjadi alat kontrol bagi publik untuk melihat hasil perolehan di tempat pemungutan suara (TPS). Namun, e-rekap belum bisa menggantikan rekapitulasi berjenjang secara manual.
“Kaitannya dengan undang-undang kan jelas rekapitulasi masih manual. Dugaan saya ini menjadi mekanisme kontrol seperti suara Komisi Pemilihan Umum jadi pendokumentasian hasil lebih cepat,” ujar Abhan seusai acara uji coba rekapitulasi elektronik di tingkat tempat pemungutan suara untuk Pilkada 2020 di Kantor KPU, Jakarta, Selasa, 25 Agustus 2020.
Menurut Abhan, dalam penerapan e-rekap akan ada tantangan yang dihadapi KPU. Pertama, waktu rekapitulasi suara di tingkat TPS bertambah. Karena petugas harus mengambil foto formulir C1 untuk diunggah ke sistem e-rekap. Kedua, belajar dari Pemilu 2019, petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) banyak yang kelelahan. Tugas tambahan akan membuat kerja mereka lebih berat.
Baca: E-Rekap Harus Sejalan dengan Manual
Komisioner KPU Evi Novida Ginting menjelaskan proses e-rekap sudah dipersiapkan sejak 2019. Namun, penghitungan suara secara manual tetap dilakukan di TPS, dan hasil foto formulir C1 dikirim ke aplikasi sistem e-rekap langsung ke
KPU kabupaten/kota atau provinsi.
Anggota Komisi II Johan Budi SP menilai e-rekap belum bisa diterapkan secara menyeluruh di Indonesia. Sebab, KPU masih melakukan penghitungan suara berjenjang secara konvensional.
“Manual tetap harus dilakukan. Rekap-e sifatnya untuk mempermudah. Penghitungan dilakukan dari TPS ke kecamatan dan seterusnya,” ujar Johan.
Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi membenarkan sistem e-rekap belum dapat menggantikan rekapitulasi berjenjang manual. Raka menjelaskan e-rekap dirancang menggunakan data berbasis pada TPS.
Setelah proses pemungutan suara dilakukan seperti biasa di TPS, penghitungan suara dilakukan dan petugas TPS mengisinya di formulir C1. Pada aplikasi situng (sistem penghitungan) milik KPU, formulir C1 tersebut dipindai, dan diunggah ke aplikasi situng. Namun, pada sistem rekapitulasi elektronik, petugas hanya memfoto formulir C1, kemudian hasilnya diunggah di panitia pemilihan kecamatan (PPK) tingkat kecamatan atau langsung ke KPU kabupaten/kota untuk pemilihan bupati/wali kota dan KPU provinsi untuk pemilihan gubernur.
Kampanye daring
Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mempertanyakan peraturan terkait kampanye daring untuk
Pilkada 2020. Menurut dia, KPU dan Bawaslu harus segera mengatur kampanye daring.
“Kita harus punya persepsi yang sama tentang pengertian media sosial, media sosial yang dimaksud untuk tidak boleh melaksanakan kampanye setelah dilarang masa tenggangnya itu. Apakah KPU dan Bawaslu sudah punya aturan yang jelas untuk melakukan pengawasan,” ujar Guspardi.
Baca: KPU-Bawaslu Harus Satu Persepsi Soal Teknis Kampanye Pilkada 2020
Sebelumnya, KPU memberi kelonggaran kampanye Pilkada 2020 secara daring di tengah pandemi covid-19. Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan kondisi pandemi membuat KPU memutuskan untuk mengefektifkan kampanye melalui media daring. Bahkan, KPU mengizinkan kampanye melalui media daring bisa dilakukan sepanjang masa kampanye atau selama 71 hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)