Pada awalnya, pendukung Trump bentrok dengan polisi Capitol saat aksi menentang pengesahan hasil pemilihan presiden Amerika Serikat 2020 oleh Kongres Amerika Serikat, di Gedung US Capitol. Namun aksi protes berujung pada upaya paksa dari pendukung Trump masuk ke gedung itu.
Baca: Gedung Kongres Diserang, Trump Provokasi Para Pendukung.
Penyerbuan ini dihalau oleh pihak kemanan setempat yang secara cepat mengungsikan pada anggota Kongres dari serangan massa pendukung Trump. Namun serangan tiba-tiba dari massa, membuat pihak keamanan kewalahan dan akhirnya Gedung Capitol jebol.
Sebanyak lima orang tewas dalam kejadian ini dan lebih dari 140 anggota keamanan terluka. Tetapi yang paling terparah adalah wajah demokrasi Amerika Serikat tercoreng akibat ulah massa pendukung Trump yang tidak bisa menerima kekalahannya.
Proses persidangan masih berlangsung, sebelumnya setidaknya ada 52 orang ditahan atas pelanggaran jam malam dan tuduhan membawa senjata api tanpa izin. Mantan presiden AS Donald Trump disebut berusaha menghalangi kesaksian dalam kerusuhan 6 Januari 2021 di Gedung Capitol.

Keamanan di Gedung Capitol berupaya halau pendukung Trump. Foto: AFP
Media AS memaparkan Trump melakukan provokasi agar pendukungnya turun ke jalan dan menolak pengesahan Biden sebagai Presiden ke-46 AS. Namun pada dasarnya Trump sudah melakukan provokasi sejak 19 Desember 2020, dengan menyatakan pendukungnya untuk keluar dan bertindak liar. Pada 1 Januari senator dari Texas Louie Gohmet menyerukan massa turun ke jalan dan melakukan kekerasan.
Baca: Pengadilan AS Tolak Upaya Trump Rahasiakan Dokumen Kerusuhan Gedung Capitol.
Dilanjutkan pada 3 Januari ketika Senator Texas Ted Cruz yang menegaskan tidak akan tinggal diam melihat kemenangan Biden. Kemudian pada 5 Januari Eric Trump, putra dari Donald Trump mengancam para senator Partai Republik yang mendukung sertifikasi Joe Biden sebagai pemenang dan Presiden ke-46 AS.