BioNTech mulai mengerjakan vaksin pada Januari lalu, usai Dr. Sahin membaca artikel yang membuatnya yakin virus korona yang menyebar dengan cepat di beberapa wilayah Tiongkok, akan meledak menjadi pandemi besar-besaran. Para ilmuwan di perusahaan yang berbasis di Mainz, Jerman mulai mengerjakan yang disebut dengan Proyek Lightspeed.
Dalam wawancara Dr. Sahin dengan New York Times, ia mengatakan tidak banyak perusahaan di dunia yang memiliki kapasitas dan kompetensi untuk menciptakan vaksin secepat yang dilakukan BioNTech.
"Rasanya bukan seperti kesempatan, tapi kewajiban untuk melakukannya, karena saya menyadari kita bisa menjadi orang pertama yang mendapatkan vaksin," tuturnya.
Setelah BioNTech mengidentifikasi beberapa kandidat vaksin yang menjanjikan, Dr. Sahin menyimpulkan bahwa perusahaan akan membutuhkan bantuan untuk mengujinya dengan cepat dan membawa kandidat terbaik ke pasar. BioNTech yang telah bekerja sama dengan Pfizer dalam vaksin flu sejak 2018, sepakat untuk berkolaborasi dalam vaksin covid-19 pada Maret lalu.
Dr. Sahin yang berkewarganegaraan Turki, menjalin persahabatan dengan Albert Bourla, kepala eksekutif Pfizer yang merupakan seorang Yunani. Keduanya mengatakan bersahabat karena latar belakang yang sama, yakni sebagai ilmuwan dan imigran.
"Kami menyadari dia berasal dari Yunani, dan saya Turki," kata Dr. Sahin sambil tertawa.
Peneliti yang juga imigran dari Turki
Dr. Sahin lahir di Iskenderun, Turki. Saat usianya empat tahun, ia dan keluarganya pindah ke Koln, Jerman.Orangtuanya bekerja di pabrik Ford kala itu. Ia tumbuh dengan cita-cita menjadi dokter dan lulus dari sekolah kedokteran Universitas Cologne. Pada 1993, ia memperoleh gelar doktor dari universitas tersebut untuk karyanya mengenai imunoterapi pada sel tumor.