Tetapi Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan bahwa Aouissaoui "jelas pergi ke sana (ke Nice) untuk membunuh".
Baca: Tiga Tewas dalam Serangan di Prancis, Salah Satu Korban Dipenggal.
"Kalau tidak, bagaimana kita bisa menjelaskan mengapa dia mempersenjatai diri dengan beberapa pisau baru saja tiba? Dia jelas tidak datang hanya untuk mengambil surat-suratnya," kata Darmanin kepada surat kabar Voix du Nord, seperti dikutip AFP, Senin 2 November 2020.
Para penyelidik yakin ouissaoui melakukan perjalanan ke Eropa melalui pulau Lampedusa di Mediterania Italia pada 20 September.
Pria berusia 21 tahun itu tiba di pelabuhan Bari di daratan Italia pada 9 Oktober sebelum datang ke Nice hanya dua hari sebelum serangan itu.
Orang-orang terakhir yang ditahan, berusia 25 dan 63 tahun, ditangkap Sabtu di kediaman seorang warga keturunan Tunisia berusia 29 tahun. Warga itu ditahan pada hari sebelumnya.
“Warga Tunisia yang ditahan itu dicurigai bercampur dengan Issaoui selama perjalanan mereka ke Eropa,” ujar sumber yang dekat dengan penyelidikan tersebut mengatakan kepada AFP.
“Dia juga kemungkinan besar tiba di Prancis baru-baru ini,” jelasnya.
Pria yang ditahan ini adalah tersangka baru yang ditangkap oleh pihak berwenang Prancis. Sebelumnya tiga pria dibebaskan dari tahanan polisi pada Minggu setelah pihak berwenang memutuskan mereka tidak terkait dengan tersangka penyerang Brahim Aouissaoui.
Upaya rekonsiliasi
Ketegangan tidak menghalangi umat Katolik pergi ke gereja untuk merayakan liburan All Saints di Nice. Pihak berwenang mengizinkan pengecualian selama penguncian saat virus korona."Saya khawatir, saya takut datang," kata Claudia, 49, saat pergi ke gereja, diyakinkan oleh kehadiran tentara bersenjata lengkap.
"Kami perlu menunjukkan bahwa kami tidak takuti," katanya, mengikuti beberapa jamaah lainnya ke dalam gereja, di mana misa sore diadakan untuk menghormati ketiga korban.
Uskup Nice, Andre Marceau, mengatakan "kekejian dari aksi teroris ini telah mencemari" ruang, menyerang "ideologi yang menyimpang, beracun dan mematikan".
Dalam upaya untuk menciptakan saling pengertian, sekelompok imam Muslim dan keluarga mereka menghadiri misa Minggu di gereja Saint-Esprit de Bagatelle di kota Toulouse.
"Orang-orang ini, tanpa akal budi atau alasan, ingin membuat tafsir (Alquran) lain," kata Lahouary Siali dari Masjid Al-Rahma, merujuk pada ekstremis brutal.
"Kami sangat menolaknya,” tegas Siali.
Macron paham
Presiden Prancis Emmanuel Macron berusaha menurunkan ketegangan terkait kartun Nabi Muhammad uatan Charlie Hebdo yang mengundang kecaman umat Muslim di seluruh dunia. Dalam wawancara bersama saluran televisi Arab, ia memahami bahwa kartun Nabi Muhammad mungkin mengejutkan banyak Muslim di luar sana.Baca: Macron Berusaha Redakan Ketegangan Terkait Kartun Nabi Muhammad.
Mencoba meredakan ketegangan, Macron menyampaikan pernyataan dengan nada lebih lembut dalam wawancara bersama Al Jazeera. Ia mencoba menjelaskan kesalahpahaman mengenai niat Prancis terkait dunia Muslim.
"Saya dapat memahami orang-orang mungkin terkejut oleh karikatur tersebut, tapi saya tidak akan pernah bisa menerima kekerasan terjustifikasi," ucap Macron, dilansir dari CGTN pada Minggu, 1 November 2020.
"Saya juga memahami perasaan orang-orang, dan saya juga menghormatinya. Tapi saya ingin kalian memahami peran saya. Peran saya adalah menurunkan ketegangan, seperti yang saya lakukan saat ini, tapi di waktu yang bersamaan, saya ingin melindungi hak-hak ini," sambungnya.
Macron menambahkan: "Saya akan selalu membela kebebasan berbicara, menulis, berpikir, dan menggambar di negara ini."
Ia juga menegaskan bahwa kartun Nabi Muhammad adalah murni buatan Charlie Hebdo, bukan ciptaan Pemerintah Prancis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News