Penyelenggaraan BDF ke-14 digelar untuk kedua kalinya di tengah pandemi covid-19. Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu RI), Teuku Faizasyah menuturkan, BDF akan tetap relevan apapun kondisi yang dihadapi dunia.
BDF diharapkan menjadi ruang untuk mengekspresikan demokrasi yang dianggap 'terkungkung' oleh pandemi covid-19. Lantas, bagaimana relevansi BDF dengan situasi pandemi saat ini?
Apa yang diharapkan dari BDF ini? Faizasyah menjawabnya dalam wawancara bersama Medcom.id, Senin, 6 Desember kemarin. Berikut wawancaranya:
1. Bali Democracy Forum sudah dua kali digelar di tengah kondisi pandemi covid-19. Apakah forum ini masih relevan?
Forum ini sangat relevan, bukan masih relevan saja. Karena kita melihat sebelum pandemi sekalipun sudah banyak analis menyebutkan adanya kemuduran dalam demokrasi. Penelitian ini menjadi wacana publik dan dikatikan dengan kemunduran di negara champion democracy, seperti Amerika Serikat, terlebih saat (kepemimpinan) Donald Trump dulu.Begitu kita masuk ke era pandemi, justru tantangannya semakin terasa karena prinsip-prinsip demokrasi ini menjadi lebih sulit diterapkan, contohnya untuk berkumpul, hak menyampaikan pendapat. Katakanlah di forum terbuka untuk berkumpul menjadi sulit karena pembatasan-pembatasan, dan kekhawatiran peserta atas penyebaran covid-19 dan lain-lain.
Jadi, hal-hal tersebut menyebabkan demokrasi mengalami banyak tantangan sehingga forum ini menjadi sangat relevan. Karena, kita diingatkan kembali bahwa negara-negara yang memiliki sistem demokrasi, punya satu ruang luas untuk mengekspresikan prinsip demokrasi. Ini yang dijalankan dalam penyelenggaraan BDF.
Lewat BDF, kita bisa mendengarkan negara-negara mencari keseimbangan dalam mengatasi pandemi. Di sisi lain, tetap memberikan seluas-luasnya ruang bagi ekspresi demokrasi. Dengan demikian, di forum ini, bisa saling berbagi pengalaman mereka dalam mencari keseimbangan tersebut. Itu sebabnya, BDF sangat relevan, karena justru semakin banyak negara yang berkeinginan untuk berpartisipasi dalam forum ini.
2. Apakah yang membedakan BDF tahun ini dengan tahun lalu? Dan mengapa tema Democracy for Humanity diambil untuk BDF tahun ini?
Kalau tahun lalu, kita melihat langsung dampak dari pandemi terhadap demokrasi. Bagaimana kita berbicara dalam skala yang lebih luas, bahwa semua mencatat tantangan yang muncul akibat praktik-praktik demokrasi itu. Semua negara mengakui adanya masalah atau tantangan tersendiri dari pandemi terhadap implementasi atau pelaksanaan demokrasi. Itu yang kita tangkap, dan kita visualisasikan dari penyampaian pandangan negara-negara dan kita sendiri.Dalam BDF kali ini, kita melangkah satu kali lebih maju, melihat apa sih tantangan yang muncul dari pandangan tersebut terhadap hal-hal mendasar yang diinginkan oleh masyarakat di manapun, baik dalam sistem demokrasi atau tertutup. Yang dimunculkan oleh tantangan pandemik, misalnya tantangan kemiskinan, masalah inklusivitas, masalah kesetaraan.
Bagaimana sistem pemerintahan di negara tersebut mampu mengatasi pandemi, seraya mengatasi tantangan tersebut. Kalau tahun lalu masih bicara dalam laporan umum, di pertemuan ini kita masuk ke isu besar yang melibatkan negara-negara dunia, termasuk negara yang berdemokrasi. Itulah kenapa kita mengambil tema tersebut, untuk lebih dalam lagi dari sisi studi kasus pengalaman negara-negara peserta.
3. Apakah akan ada pembahasan terkait bidang kesehatan dalam BDF kali ini?
Kita lebih berbicara mengenai kesetaraan. Misalnya, bagimana masyarakat dalam suatu sistem politik bisa mendapat perlakuan yang sama atau kesetaraan dalam hak-hak mereka terhadap akses kesehatan, kesempatan berekonomi, dan akses-akses lainnya. Semua mendapatkan kesetaraan, tidak ada yang diistimewakan.Jadi, kalau kita berangkat dari pengalaman negara-negara, contohnya bagaimana hal ini bisa terjawab melalui praktik-praktik bernegara kalau tidak dalam aspek yang lebih besar. Untuk isu kesehatan, kalau kita bicara mengenai kesetaraan ada isu ketimpangan ya dari negara-negara berkembang untuk akses terhadap vaksin, misalnya. Dari situ kalau kita bicara mengenai arsitektur kesehatan global.
Ada permasalahan, karena tidak semua negara bangsa mendapatkan akses yang sama bagi fasilitas kesehatan, seperti vaksinasi. Memang tidak akan berbicara terhadap isu tersebut, tapi kita melihat bagaimana masalah keterpurukan sistem akan berdampak bagi meningkatnya kemiskinan di negara tersebut. Jadi ini salah satu yang kita bayangkan akan diangkat dalam pengalaman negara-negara dalam menghadapi pandemi covid-19, karena memang situasinya seperti itu.
Pandemi membuat tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi, dan kemampuan menjaga kesehatan berkurang. Ini semakin memperburuk kapasitas sistem kesehatan di suatu negara dalam memberikan pelayanan terbaiknya di masyarakat. Jadi, dari kerangka nasional bisa kita eksplorasikan di kerangka global juga.
4. Apakah dalam BDF ini akan dibahas mengenai nasionalisme vaksin?
Saya tidak bisa secara spesifik mengiyakan, tapi bisa saja ada negara yang mengangkat masalah itu, ya tidak dilarang. Karena itu menjadi salah satu nilai tambah, katakanlah keunikan forum BDF ini. Kita bisa mendengar perspektif dari negara-negara dan bisa saja isu-isu yang spesifik menjadi kepedulian mereka, sehingga mereka bisa mengangkatnya dalam forum ini, termasuk soal nasionalisme vaksin.Walaupun ini bukan forum yang tepat untuk membahas hal tersebut, tapi tidak tertutup kemungkinan negara-negara mengangkat isu seperti ini. Karena kita juga berbicara mengenai tata kelola infrastruktur kesehatan secara global. Karena infrastruktur global seharusnya bersifat lintas sistem politik.
5. BDF ke-14 ini diharapkan akan mengangkat citra positif Indonesia dalam pembangunan demokrasi dan ekonomi. Sebenarnya, apa yang ingin Indonesia sampaikan dalam forum ini?
Mungkin akan kita bisa sampaikan melalui contoh, angka-angka, bukti, bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki sistem demokrasi, cukup berhasil dalam mengatasi hal tersebut. Seperti dalam melakukan vaksinasi bagi masyarakat, dan juga bisa menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kita masih relatif positif.Jadi ini salah satu capaian yang membanggakan bagi internasional, karena selama ini ada semacam preskripsi bahwa negara tertutup yang bisa mengatasi pandemi dengan baik dan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain Indonesia ternyata bisa mencapai keduanya. Kita juga bisa mengatasi pandemi itu sendiri, melakukan vaksinasi secara masif dan diakui 10 besar di dunia ini.
Di sisi lain, kita mencatat pertumbuhan ekonomi yang relatif positif di kisaran 3 sampai 4 persen. Ini capaian yang sangat baik dibanding negara-negara lain di tengah pandemi. Jadi itu yang bisa kita bagi untuk negara-negara lain, tidak untuk menyombong, tapi untuk menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi melakukan berbagai upaya untuk menaklukan berbagai tantangan di tengah pandemi dan menujukkan pada dunia, demokrasi juga bisa berkontribusi dalam penanganan berbagai masalah itu, sebagai akses berkepanjangan.
6. Myanmar dan Sudan tidak diundang dalam BDF tahun ini karena alasan kudeta. Kenapa?
Masalahnya adalah, siapa yang akan merepresentasikan negara tersebut? Itu yang menjadi tantangan utama, karena kalau kita melihat di Myanmar saat ini, masih belum ada satu presidennya. Kemarin saja dalam pertemuan KTT ASEAN, siapa perwakilan Myanmar menjadi pertanyaan. Siapa yang sebaiknya mewakili Myanmar karena mereka sendiri masih ada kompetisi yang susah untuk merepresentasikan Myanmar di forum internasional. Ini yang harus mereka selesaikan terlebih dahulu sebelum mereka bisa ikut forum-forum internasional.Bahkan di PBB sendiri, masalah ini juga sedang dibahas, dan kita juga tidak melihat ini sebagai upaya untuk menghindarkan karena banyak kompleksitas isu akreditasi tersebut. Myanmar kan dari dulu memang sudah hadir dalam forum BDF, ada upaya khusus bahkan untuk membantu Myanmar di dalam demokrasi. Jadi, ini terkait isu bagaimana status representasi Myanmar di forum internasional.
7. Selama 14 tahun, apakah ada hasil BDF ke negara-negara peserta lainnya, terutama Asia Tenggara?
Memang kita tudak berani menarik korelasi yang tegas antara hasil dari BDF dan perkembangan demokrasi di negara-negara lain baik peserta maupun di Asia Pasifik. Karena ini menjadi satu-satunya forum yang bersifat inklusif yang memberi kesempatan bagi negara yang otoritarian sekalipun untuk berbagi pengalaman mereka dalam satu isu, misalnya dalam konteks pelayanan publik.Jadi ada dua perspektif yang berbeda dari pelayanan publik dari sisi pemerintah yang otoritarian dan pemerintah yang demokrasi. Di situlah sebenarnya masing-masing sistem politik bisa menunjukkan, apa sih yang terbaik dari sistem politik mereka? Dan negara-negara yang sudah memilih sistem politik tertentu menunjukkan, bahwa sistem politik merekalah yang lebih bisa menjawab tantangan yang muncul di masyarakat, yang bisa memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Di situlah peran pemerintah sebenarnya yang ingin coba ditampilkan oleh negara-negara dalam diskusi yang dilakukan.
Jadi, memang kita tidak bisa menarik garis tegas bahwa hasil dari BDF itu akan memberikan satu impact. Namun, ruang untuk berdialog untuk berdiskusi setelah terbuka, jadi minimal itu yang bisa kita lihat dari proses BDF. Tidak ada tidak ada yang lain lagi keengganan untuk membahas isu demokrasi karena forumnya sudah ada.
Bahkan dalam konteks ASEAN misalnya, isu isu tata kelola pemerintahan tidak menjadi pembahasan di forum ASEAN. Jadi, kita berhasil menyingkirkan pembahasan di isu-isu yang selama ini atau di masa lalu tabu untuk dibahas, ke dalam pertemuan seperti forum BDF. Tanpa BDF, tidak ada isu-isu yang dibahas dalam demokrasi dengan adanya beda terdapat satu tempat bagi negara-negara untuk berdialog mengenai isu pemerintahan politik dan lain-lain.
Di sisi lain, kita berhasil mengarusutamakan nilai-nilai demokrasi dalam ASEAN. Jadi, kalau kita lihat ASEAN sekarang adalah ASEAN yang sudah memberikan pengalaman lebih baik dalam hal demokrasi. Ini menjadi bagian dari piagam ASEAN itu sendiri. Jadi, itulah korelasi bahwa BDF dengan pengembangan dan tata kelola di kawasan, termasuk ASEAN.
9. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken akan ikut bergabung dalam BDF ini, apakah itu undangan?
Ini adalah wujud atau bentuk nyata dari komitmen negara-negara mitra untuk mengapresiasi forum BDF. Di BDF ke-14 ini, untuk pertama kalinya juga Menlu Tiongkok akan memberikan statement-nya. Karena sebelumnya tidak pada level menteri luar negeri, atau hanya delegasi institusi yang menangani isu tata kelola pemerintahan di Tiongkok.Jadi, ini kali utama kita juga mencatat menteri luar negeri Tiongkok akan berbicara di forum BDF ini, selain menteri luar negeri Amerika Serikat. Di catatan kami ada sekitar 17 pada level menteri luar negeri yang akan menyampaikan statement.
10. Apa yang diharapkan dari BDF tahun ini?
Kalau kita lihat secara overview, melihat kemunculan forum Summit for Democracy misalnya, ini adalah forum baru yang secara spesifik akan membahas tema-tema demokrasi. Artinya, dalam kondisi seperti sekarang, dan katakanlah demokrasi menjadi semakin mundur, aktivitas untuk kembali menjadikan perhatian lebih besar lahi pada sistem demokrasi itu baik. Karena, melalui proses dialog itu kita mencari kondisi yang lebih baik lagi.Jadi, forum-forum diskusi ini akan berkontribusi dalam memberikan masukan bagi tata kelola pemerintah yang baik di tengah pandemi, misalnya. Jadi ini salah satu hasil yang kita lihat muncul dalam berbagai pembahasan karena ada lembaga yang disebut Institute for Peace and Democracy, yang bertugas untuk mengidentifikasi hasil-hasil diskusi dan rekomendasi apa yang dimunculkan untuk kemudian dilihat dalam 20 tahun ke depan. Bagaimana ide-iden yang muncul atau rekomendasi yang diberikan, diterapkan di negara-negara.
Jadi, ada kontinuitas memang dari BDF ini, hasil yang disepakati, atau apakah identifikasi yang kemudian ditindaklanjuti oleh negara-negara secara volunteraly. Jadi, bukan suatu keharusan, tapi mereka secara sukarela mengimplementasi rekomedasi yang muncul dari BDF yang satu ke BDF selanjutnya.
11. Summit for Democracy ini apakah akan tumpang tindih dengan BDF?
Tidak tumpang tindih karena Summit for Democracy sifatnya berbeda dari BDF. Summit for Democracy dari awal sudah menetapkan bahwa negara yang diundang adalah yang dari persepsi Amerika Serikat sebagai negara berdemokrasi. Sementara BDF adalah satu forum yang lebih terbuka dan inklusif, memberikan ruang seluas-luasnya bagi negara di kawasan Asia dan Pasifik, dan negara observer untuk meninjau, hadi dan berpartisipasi.Dengan demikian, peserta BDF adalah negara demokrasi, negara-non-demokrasi - atau yang kita sebut negara yang memiliki keinginan atau aspirasi, mengambil prinsip demokrasi untuk lebih memperbaiki tata kelola pemerintahannya ke depan. Siapa tahu mereka akan tertarik untuk mengadopsi sistem demokrasi.
Jadi berbeda, namun untuk konteks yang lebih besar, upaya terus melakukan refleksi pemikiran atas prinsip-prinsip demokrasi di forum lain, tentunya baik-baik saja. Karena dengan demikian, harapan untuk membantah pemikiran bahwa adanya kemunduran demokrasi, dapat dibantah melalui komitmen yang kembali diperkuat dan upaya untuk membangun sistem yang lebih baik, yang terus dilakukan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News