Ribuan warga Myanmar turun ke jalan menentang kudeta militer. Foto: AFP
Ribuan warga Myanmar turun ke jalan menentang kudeta militer. Foto: AFP

Jenderal Myanmar Keluarkan Peringatan Keras Terkait Aksi Protes

Fajar Nugraha • 08 Februari 2021 19:04
Yangon: Para jenderal Myanmar mengeluarkan peringatan keras terhadap protes lebih lanjut pada Senin 8 Februari 2021, ketika aksi unjuk rasa massal melawan kudeta semakin meningkat. Ratusan ribu orang di jalan-jalan menuntut pembebasan pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi.
 
Junta sejauh ini menahan diri dari menggunakan kekuatan mematikan untuk memadamkan demonstrasi yang melanda sebagian besar Myanmar. Tetapi dengan peningkatan tekanan, polisi anti huru hara menembakkan meriam air dalam upaya untuk membubarkan ribuan orang yang berkumpul di jalan raya di Ibu Kota Naypyidaw.
 
Militer pekan lalu menahan Aung San Suu Kyi dan puluhan anggota lainnya dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dia pimpin. Penangkapan mengakhiri satu dekade pemerintahan sipil dan memicu kecaman internasional yang meluas.

Baca: Pakai Meriam Air, Polisi Myanmar Bubarkan Pedemo Anti-Kudeta Militer.
 
Dalam menghadapi gelombang pemberontakan yang semakin berani yang menyebar di seluruh negeri, penyiar negara bagian MRTV memperingatkan bahwa penentangan terhadap pengambilalihan militer itu melanggar hukum dan menandakan kemungkinan tindakan keras.
 
"Tindakan harus diambil sesuai dengan hukum dengan langkah-langkah efektif terhadap pelanggaran yang mengganggu, mencegah dan menghancurkan stabilitas negara, keamanan publik dan supremasi hukum," kata pernyataan yang dibacakan oleh seorang penyiar MRTV, seperti dikutip AFP, Senin 8 Februari 2021.
 
Puluhan ribu orang berunjuk rasa selama akhir pekan dalam unjuk rasa besar yang pertama dari oposis. Gerakan itu terus membesar pada Senin dengan protes yang lebih besar di lokasi-lokasi utama di seluruh negeri, serta dimulainya pemogokan nasional.
 
Di Yangon -,ibu kota komersial Myanmar,- kerumunan besar-besaran tumpah ke jalan utama kota. Kondisi melumpuhkan lalu lintas di seluruh kota dan mengerdilkan kerumunan hari sebelumnya.
 
"Ganyang kediktatoran militer" dan "bebaskan Daw Aung San Suu Kyi dan tangkap militer”, teriak para pengunjuk rasa, menunjukkan hormat tiga jari yang melambangkan gerakan mereka saat klakson mobil dibunyikan untuk memberikan mendukung.
 
Seruan untuk pemogokan nasional telah mengumpulkan momentum selama akhir pekan, dengan pekerja tekstil, pegawai negeri dan karyawan kereta api meninggalkan pekerjaan di pusat komersial.
 
"Ini hari kerja, tapi kami tidak akan bekerja meskipun gaji kami dipotong," kata seorang pengunjuk rasa, pekerja pabrik garmen berusia 28 tahun Hnin Thazin, kepada AFP.
 

 
Pekerja konstruksi Chit Min, 18, bergabung dengan pedemo Yangon mengatakan kesetiaannya kepada Aung San Suu Kyi melebihi kekhawatiran langsung tentang situasi keuangannya.
 
"Saya menganggur sekarang selama seminggu karena kudeta militer, dan saya khawatir akan kelangsungan hidup saya," katanya kepada AFP.
 
Demikian pula kerumunan besar berbaris di Mandalay, kota terbesar kedua dan bekas kekuasaan monarki pra-kolonial negara itu. Banyak yang memegang foto Aung San Suu Kyi dan mengibarkan bendera merah partai NLD.
 
Baca: Demo Hari Ketiga di Myanmar Diikuti Ribuan Pekerja dan Mahasiswa.
 
Polisi berusaha membubarkan ribuan orang yang berkumpul di jalan raya di Naypyidaw, di mana Aung San Suu Kyi diyakini ditahan. Meriam air ditembakkan ke kerumunan, melukai setidaknya dua demonstran, menurut seorang fotografer di tempat kejadian.
 
Demonstrasi besar juga dilaporkan terjadi di sebagian besar negara, dari Muse di wilayah perbatasan Tiongkok hingga kota-kota selatan Dawei dan Hpa-an.

Status darurat

Para jenderal Myanmar melancarkan kudeta mereka dengan menahan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin NLD lainnya dalam serangan menjelang pagi Senin lalu.
 
Para jenderal membenarkan kudeta tersebut dengan mengklaim penipuan dalam pemilihan November lalu, yang dimenangkan NLD secara telak.
 
Jenderal Myanmar Keluarkan Peringatan Keras Terkait Aksi Protes
Warga menentang kudeta militer yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlain. Foto: AFP
 
Junta mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun, dan berjanji akan mengadakan pemilihan baru setelah itu, tanpa menawarkan kerangka waktu yang pasti.
 
Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah memimpin seruan global agar para jenderal melepaskan kekuasaan.
 

 
Paus Fransiskus pada Minggu juga menyatakan "solidaritas dengan rakyat Myanmar", mendesak tentara untuk bekerja menuju "hidup berdampingan secara demokratis".

Tantangan

Pertunjukan pemberontakan berani lainnya di Myanmar termasuk keributan malam orang-orang yang memukul panci dan wajan - sebuah praktik yang secara tradisional dikaitkan dengan mengusir roh jahat.
 
Lonjakan perbedaan pendapat populer pada akhir pekan mengatasi blokade Internet nasional. Militer Myanmar telah memerintah negara itu selama beberapa dekade sebelum mengizinkan pemerintahan sipil satu dekade lalu.
 
Sebagai pemimpin oposisi, Aung San Suu Kyi menghabiskan sebagian besar hidupnya di bawah tahanan rumah selama kediktatoran sebelumnya, memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian atas usahanya.
 
Kyaw Zin Tun, seorang insinyur, mengatakan pada Senin saat melakukan protes di Yangon bahwa dia ingat ketakutan yang dia rasakan saat tumbuh di bawah pemerintahan junta selama masa kanak-kanaknya di tahun 1990-an.
 
"Dalam lima tahun terakhir di bawah pemerintahan demokrasi, ketakutan kami telah disingkirkan. Tapi sekarang ketakutan kembali bersama kami, oleh karena itu, kami harus membuang junta militer ini untuk masa depan kita semua," tutur pria berusia 29 tahun itu kepada AFP.
 
Hingga seminggu setelah kudeta berlangsung, tidak diketahui keberadaan Aung San Suu Kyi. Namun militer menuntutnya dengan pelanggaran aturan ekspor-impor dan akan ditahan hingga 15 Februari 2021.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan