Menurut Dubes Chambard, kritik atau mengolok agama dianggap bukan sebuah kejahatan di dalam hukum Prancis dan tidak bisa didakwa apapun yang Anda lihat mengenai hal tersebut. Apakah itu mengkritik Paus, Nabi Muhammad, Rabi Yahudi atau apapun yang berkaitan dengan agama.
Dakwaan bisa dilakukan saat terjadi kejahatan membunuh manusia bukan mengenai penghinaan atas agama. “Ini di mana kesalahpahaman dimulai,” menurut Chambard.
Chambard menyebutkan pemerintahan Macron tidak menyanjung atau memuji kartun yang dikeluarkan oleh Charlie Hebdo. Menurut Dubes yang baru saja bertugas ini, Prancis mengerti kegelisahan dan kekecewaan masyarakat Muslim. Tetapi pihaknya tetap tidak bisa memberikan hukuman.
Banyak hal yang dibaca oleh Chambard di media sosial. Terutama yang menyebut bahwa sekularisme Prancis menentang Islam. “Harus dimengerti sekulerisme Prancis atau biasa dikenal ‘laïcité’ sudah berlangsung berabad-abad. Saat dimulai (laïcité) Islam belum masuk di Prancis, sekitar satu abad lalu. Berpikir bahwa Prancis menentang Islam sangatlah tidak benar,” tegas Dubes Chambard.
Baca: Tiga Remaja Didakwa dalam Kasus Pemenggalan Guru Prancis.
Alasan mengapa sekulerisme dianut oleh Prancis beberapa tahun setelah Revolusi Prancis yang berlangsung pada 1789 dan masuk di awal abad-18 adalah membentuk negara yang tidak memiliki agama yang diakui secara nasional. Untuk itu menurut Dubes Chambard, Prancis melindungi seluruh agama apapun bentuknya.
“Itu sebabnya Prancis menerima semua macam agama. Karena di masa lalu, Katolik adalah agama resmi dan di saat itu sangat sulit untuk agama lain berkembang,” tutur Dubes Chambard.
“Tentunya, simbol-simbol agama tidak diperbolehkan pada layanan publik (atau pegawai pemerintah). Salah satu kesalahpahaman lain adalah, Prancis menentang Islam karena melarang penggunaan penutup wajah,” ucap Chambard.
“Tidak. Kalau Anda lihat di Prancis perempuan yang mengenakan penutup wajah (cadar) banyak sekali. Tetapi sebagai pelayan publik Anda tidak boleh menggunakan, untuk perempuan Muslim menggunakan cadar, Yahudi dilarang menggunakan kippah dan warga Kristen menggunakan tanda salib yang sangat besar. Ini dikarenakan negara netral tidak cenderung kepada satu agama dibanding agama lainnya,” tegas Dubes Chambard.

Presiden Emmanuel Macron di lokasi serangan teror di Nice. Foto: AFP
Setelah insiden pembunuhan Paty di Prancis dan tiga orang lainnya di Nice, Presiden Macron menegaskan akan melawan terorisme serta tindakan keras segera diambil. Chambard menilai, di saat bersamaan, Macron menyebutkan perbedaan jelas antara ekstremis yang berpura-pura mewakili Islam dan mayoritas masyarakat Muslim.
Kemudian Dubes Chambard menambahkan adanya interpretasi bahwa Presiden Macron menyamaratakan Muslim dengan para pelaku terorisme. Macron bagi Chambard tidak menyalahkan suatu agama atau penganutnya.
Baca: Macron Berusaha Redakan Ketegangan Terkait Kartun Nabi Muhammad.
Ketika ada tuduhan Prancis melakukan persekusi terhadap Muslim, bahkan ada berita yang menyebutkan masjid di Prancis dihancurkan, Dubes Chambard mengatakan hanya ada satu masjid di pinggiran Paris ditutup sementara. Penutupan dikarenakan masjid ini menyebarkan ujaran kebencian termasuk para pengurusnya yang mendorong warga melakukan tindak terorisme.