Sementara itu, kelompok-kelompok seperti Asosiasi Singapura di Myanmar telah memulai penggalangan donasi. Asosiasi tersebut memulai penggalangan donasi kotak makan siang di Yangon Oktober lalu untuk membantu orang-orang mengatasi dampak covid-19.
Hingga saat ini, Asosiasi Singapura di Myanmar telah membagikan sekitar 5.500 kotak makan siang kepada orang miskin di Yangon.
Inflasi, protes, aliran listrik mati
Harga pangan juga telah meningkat sejak kudeta militer. Sekarung beras (50kg) yang dulu berharga sekitar USD25 (sekitar Rp360 ribu) sebelum kudeta sekarang menjadi sekitar USD38 (sekitar Rp546 ribu). Harga ikan naik dua kali lipat, sekarang sekitar USD7 (atau sekitar Rp100 ribu) dibandingkan dengan USD3 (sekitar Rp43 ribu) sebelum kudeta.Pemadaman listrik juga sering terjadi di banyak bagian Myanmar, karena pasokan listrik tidak lagi stabil.
Banyak juga yang berhenti membayar tagihan kepada tentara Myanmar – diperkirakan tentara kehilangan pendapatan sekitar USD1 miliar sejak 1 Februari 2021.
Namun terlepas dari kesulitan ini, orang-orang telah menyuarakan bahwa mereka lebih suka bertahan daripada kembali ke “hari-hari gelap” yang terlihat tiga dekade lalu.
"Orang-orang tidak ingin kembali ke situasi hidup di lingkungan dan suasana ketakutan tertentu. Takut pada keluarga, teman, komunitas, dalam hal kebebasan, berekspresi, berserikat," ucap Moe Thuzar, Koordinator Program Studi Myanmar di ISEAS-Yusof Ishak Institute.