KTT ASEAN membahas situasi Myanmar menghasilkan lima konsensus penting; Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden
KTT ASEAN membahas situasi Myanmar menghasilkan lima konsensus penting; Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden

Perpecahan di ASEAN Hambat Penunjukkan Utusan Khusus ke Myanmar

Marcheilla Ariesta • 07 Juli 2021 06:27
Jakarta: ASEAN masih belum dapat menunjuk utusan khusus untuk membantu meredakan krisis di Myanmar. Ketidaksepakatan negara anggota yang membuat waktu ASEAN banyak tertunda.
 
ASEAN, di satu sisi terlihat mengulur waktu untuk memperkuat kekuasaan militer. Namun hal ini juga menyebabkan frustasi bagi beberapa pihak di ASEAN yang ingin terlibat dalam masalah ini secara lebih aktif.
 
Para pemimpin 10 negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara itu telah menyepakati ‘konsensus lima poin’ pada pertemuan puncak di Jakarta pada April lalu. Pertemuan ini mencakup penunjukan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar.

Baca: Indonesia Kembali Desak Pemberian Akses Utusan Khusus ASEAN ke Myanmar.
 
Utusan itu bertugas menengahi dalam proses dialog antara berbagai pihak di negara itu, di mana pasukan pro-demokrasi digulingkan dari kekuasaan dalam kudeta 1 Februari. Pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dijadikan tahanan rumah.
 
Sumber-sumber ASEAN mengatakan ada tiga calon utusan khusus, yakni Virasakdi Futrakul, mantan Wakil Menteri Luar Negeri Thailand dan diplomat veteran, Hassan Wirajuda, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, dan Razali Ismail, seorang Malaysia yang merupakan utusan khusus PBB untuk Myanmar pada tahun 2000-an yang ditugaskan untuk  memfasilitasi rekonsiliasi nasional dan demokratisasi di negara ini.
 
Thailand, Indonesia, dan Malaysia semuanya ingin menjadi utusan. Namun, salah satu sumber ASEAN mengatakan, penunjukan utusan ASEAN sekarang tertunda "karena beberapa negara bersikeras bahwa calon mereka harus menjadi utusan, yaitu Indonesia."
 
"Kami harus berdiskusi lebih lanjut untuk menyelesaikan ini," tambah sumber itu, yang berbicara dengan syarat anonim kepada Kyodo, Selasa, 6 Juli 2021.
 
Di tengah 'pertikaian' di antara beberapa negara anggota, militer Myanmar tidak merasa tertekan untuk mengambil tindakan apa pun terkait masalah utusan tersebut.
 
Sebulan sejak Menteri Luar Negeri Brunei, Erywan Pehin Yusof, bertemu dengan pemimpin kudeta Jenderal Senior Min Aung Hlaing dan menyerahkan daftar calon utusan khusus selama kunjungannya ke Myanmar pada awal Juni, belum ada surat resmi dari militer tentang pilihannya.
 
Indonesia mempercayai mantan Menlu Hassan Wirajudha sebagai utusan khusus dapat membawa momentum menuju solusi. "Indonesia ingin melanjutkan prosesnya," kata sumber kedua ASEAN.
 

 
Namun, militer tampaknya condong ke calon pilihan Thailand.  Sumber itu mengatakan bahwa sebagian karena Tatmadaw, sebutan bagi angkatan bersenjata Myanmar, "tidak lagi tertarik pada model transisi demokrasi Indonesia tetapi lebih memilih model Thailand di mana militer memiliki pengaruh politik dan pengaruh kebijakan yang superior."
 
Tanda-tanda perpecahan di antara anggota ASEAN mengenai masalah ini sudah terlihat ketika perdana menteri Thailand melewatkan KTT khusus pada April lalu yang diadakan untuk membahas situasi Myanmar.
 
Muhadi Sugiono, seorang ahli hubungan internasional di Universitas Gadjah Mada Indonesia, mengamati bahwa meskipun KTT dapat dianggap sebagai "terobosan" bagi ASEAN mengingat kebijakannya yang sudah lama tidak campur tangan dalam urusan internal negara-negara anggota, kelompok itu akan mengalami kesulitan mengambil sikap tegas terhadap militer Myanmar.
 
"Kita semua tahu bahwa junta militer Thailand berkuasa dengan menggulingkan pemerintahan demokratis negara itu. Ini pasti akan menjadi masalah besar bagi ASEAN dalam mengambil tindakan tegas terhadap Myanmar,” ujarnya.
 
Malaysia juga tertarik untuk mengisi pos utusan itu tetapi belum mendorongnya sekuat Indonesia, menurut sumber tersebut. Sejauh ini, Singapura belum mengajukan calon.
 
Sementara itu, Brunei sebagai Ketua ASEAN saat ini mendorong kompromi dengan mencoba meyakinkan militer Myanmar untuk memilih tiga utusan ASEAN, bukan hanya satu.
 
"ASEAN dan Myanmar belum membuat kesepakatan akhir tentang utusan khusus setelah ASEAN meminta junta Myanmar untuk memutuskan jumlah utusan khusus," kata seorang pejabat dari salah satu dari tiga negara yang mendorong agar calon mereka ditunjuk.
 
"Sejauh ini tidak ada tanggapan," tambah pejabat itu.
 
Baca: Rusia Tegaskan Konsensus ASEAN Harus Jadi Basis Penyelesaian Isu Myanmar.
 
Isu utusan juga tampaknya menjadi terkait dengan agenda domestik dan strategis negara-negara pencalonan.  "Tujuan negara-negara ini telah menjadi lebih dari menyelesaikan krisis di Myanmar," kata sumber kedua ASEAN.
 
Indonesia ingin berperan dalam menstabilkan situasi di Myanmar untuk menunjukkan kegunaannya dan memperkuat posisi kekuasaan Presiden Joko Widodo dan lainnya. “Sementara Thailand ingin memastikan keamanan perbatasan dan kepentingan komersial vis-a-vis Myanmar diamankan,"  kata sumber tersebut.
 
“Di sisi lain, Malaysia merasa tidak boleh membiarkan Indonesia dan Thailand memiliki jalan masing-masing tanpa memperhatikan kepentingan Malaysia. Seperti masalah yang berkaitan dengan pengungsi Rohingya dan masalah pekerja migran Myanmar di Malaysia,” tambah sumber itu.
 
Hikmahanto Juwana, ahli hukum internasional di Universitas Indonesia, mengatakan peran utusan khusus adalah untuk mendengarkan suara rakyat Myanmar dan mengusulkan pembentukan pemerintahan sementara yang akan mengadakan pemilihan yang dipantau oleh ASEAN.
 
"ASEAN juga harus berkomunikasi dengan negara lain, terutama Tiongkok, yang sangat diandalkan Myanmar, untuk mendorong Myanmar," kata Hikmahanto. 
 
“Alih-alih campur tangan dalam urusan internal Myanmar, Tiongkok harus menunjukkan dukungan untuk apa yang dilakukan ASEAN," tambahnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FJR)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All




TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan