Namun, militer tampaknya condong ke calon pilihan Thailand. Sumber itu mengatakan bahwa sebagian karena Tatmadaw, sebutan bagi angkatan bersenjata Myanmar, "tidak lagi tertarik pada model transisi demokrasi Indonesia tetapi lebih memilih model Thailand di mana militer memiliki pengaruh politik dan pengaruh kebijakan yang superior."
Tanda-tanda perpecahan di antara anggota ASEAN mengenai masalah ini sudah terlihat ketika perdana menteri Thailand melewatkan KTT khusus pada April lalu yang diadakan untuk membahas situasi Myanmar.
Muhadi Sugiono, seorang ahli hubungan internasional di Universitas Gadjah Mada Indonesia, mengamati bahwa meskipun KTT dapat dianggap sebagai "terobosan" bagi ASEAN mengingat kebijakannya yang sudah lama tidak campur tangan dalam urusan internal negara-negara anggota, kelompok itu akan mengalami kesulitan mengambil sikap tegas terhadap militer Myanmar.
"Kita semua tahu bahwa junta militer Thailand berkuasa dengan menggulingkan pemerintahan demokratis negara itu. Ini pasti akan menjadi masalah besar bagi ASEAN dalam mengambil tindakan tegas terhadap Myanmar,” ujarnya.
Malaysia juga tertarik untuk mengisi pos utusan itu tetapi belum mendorongnya sekuat Indonesia, menurut sumber tersebut. Sejauh ini, Singapura belum mengajukan calon.
Sementara itu, Brunei sebagai Ketua ASEAN saat ini mendorong kompromi dengan mencoba meyakinkan militer Myanmar untuk memilih tiga utusan ASEAN, bukan hanya satu.
"ASEAN dan Myanmar belum membuat kesepakatan akhir tentang utusan khusus setelah ASEAN meminta junta Myanmar untuk memutuskan jumlah utusan khusus," kata seorang pejabat dari salah satu dari tiga negara yang mendorong agar calon mereka ditunjuk.
"Sejauh ini tidak ada tanggapan," tambah pejabat itu.
Baca: Rusia Tegaskan Konsensus ASEAN Harus Jadi Basis Penyelesaian Isu Myanmar.
Isu utusan juga tampaknya menjadi terkait dengan agenda domestik dan strategis negara-negara pencalonan. "Tujuan negara-negara ini telah menjadi lebih dari menyelesaikan krisis di Myanmar," kata sumber kedua ASEAN.
Indonesia ingin berperan dalam menstabilkan situasi di Myanmar untuk menunjukkan kegunaannya dan memperkuat posisi kekuasaan Presiden Joko Widodo dan lainnya. “Sementara Thailand ingin memastikan keamanan perbatasan dan kepentingan komersial vis-a-vis Myanmar diamankan," kata sumber tersebut.
“Di sisi lain, Malaysia merasa tidak boleh membiarkan Indonesia dan Thailand memiliki jalan masing-masing tanpa memperhatikan kepentingan Malaysia. Seperti masalah yang berkaitan dengan pengungsi Rohingya dan masalah pekerja migran Myanmar di Malaysia,” tambah sumber itu.
Hikmahanto Juwana, ahli hukum internasional di Universitas Indonesia, mengatakan peran utusan khusus adalah untuk mendengarkan suara rakyat Myanmar dan mengusulkan pembentukan pemerintahan sementara yang akan mengadakan pemilihan yang dipantau oleh ASEAN.
"ASEAN juga harus berkomunikasi dengan negara lain, terutama Tiongkok, yang sangat diandalkan Myanmar, untuk mendorong Myanmar," kata Hikmahanto.
“Alih-alih campur tangan dalam urusan internal Myanmar, Tiongkok harus menunjukkan dukungan untuk apa yang dilakukan ASEAN," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News