FITNESS & HEALTH
Meski Tren Kematian Menurun, Wamenkes Prof Dante Sebut DBD Masih Mengancam
A. Firdaus
Jumat 07 November 2025 / 10:11
Jakarta: Memasuki musim hujan yang diperkirakan berlangsung lebih panjang, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali menjadi perhatian utama. Selain berdampak pada kesehatan, penyakit ini juga menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan.
Menurut Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp. PD., Ph.D., biaya perawatan pasien DBD dapat mencapai rata-rata Rp30 juta per orang, yang mencakup obat-obatan hingga alat medis.
Tidak hanya itu, produktivitas juga terganggu karena pasien tidak dapat bekerja. Jika dikalkulasikan, kerugian ekonomi akibat DBD secara nasional dapat mencapai sekitar Rp15 triliun.
Walau masih menjadi ancaman, angka kematian akibat DBD menunjukkan penurunan. Pada 2024, angka kematian tercatat mencapai 1.480 kematian, namun hingga November tahun ini jumlahnya menurun menjadi sekitar 500.
Penurunan ini diyakini merupakan hasil dari kerja berbagai sektor, khususnya peran aktif masyarakat melalui kegiatan Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
“Program Jumantik dan edukasi masyarakat sangat berpengaruh dalam menekan angka kematian DBD,” jelas Wamenkes Prof. Dante.
Upaya preventif ini dilakukan secara menyeluruh hingga tingkat rumah tangga. Pemerintah mendorong agar setiap rumah memiliki satu kader pemantau jentik, sehingga risiko penyebaran bisa ditekan secara konsisten.
Terkait vaksin dengue, Prof. Dante menyebut bahwa produk tersebut belum dapat digunakan secara luas. Meski ada uji klinis yang berjalan, izin dari BPOM belum diterbitkan baik untuk kelompok anak maupun dewasa.
"Kalau vaksin itu butuh evident base. Evident base itu butuh pengalaman dan chemical trial yang maksimal. Kalau chemical trial yang maksimal pasti akan kita kasih," ujar Prof. Dante.
"Vaksin akan menjadi ‘game changer’. Namun karena masih dalam proses uji klinis, kita tetap harus waspada,” tegasnya.
Wamenkes Prof. Dante juga mengimbau agar tetap waspada terhadap serangan DBD. Sebab, salah satu tantangan terbesar dalam menangani DBD adalah sifatnya yang sulit terdeteksi. Gejala berat seperti penurunan trombosit hingga syok sering muncul justru ketika demam pasien sudah menurun.
"Saat demam tinggi pasien sering tidak menyadari. Tapi ketika suhu menurun, kondisinya bisa langsung drop dan masuk ICU,” ungkap Wamenkes Prof. Dante.
"Terlebih, DBD banyak ditemukan di wilayah 35° LU hingga 30° LS, termasuk Indonesia yang berada dalam zona tropis dengan risiko tinggi," pungkas Wamenkes Dante.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)
Menurut Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp. PD., Ph.D., biaya perawatan pasien DBD dapat mencapai rata-rata Rp30 juta per orang, yang mencakup obat-obatan hingga alat medis.
Tidak hanya itu, produktivitas juga terganggu karena pasien tidak dapat bekerja. Jika dikalkulasikan, kerugian ekonomi akibat DBD secara nasional dapat mencapai sekitar Rp15 triliun.
Tren kematian menurun
Walau masih menjadi ancaman, angka kematian akibat DBD menunjukkan penurunan. Pada 2024, angka kematian tercatat mencapai 1.480 kematian, namun hingga November tahun ini jumlahnya menurun menjadi sekitar 500.
Penurunan ini diyakini merupakan hasil dari kerja berbagai sektor, khususnya peran aktif masyarakat melalui kegiatan Juru Pemantau Jentik (Jumantik).
“Program Jumantik dan edukasi masyarakat sangat berpengaruh dalam menekan angka kematian DBD,” jelas Wamenkes Prof. Dante.
Upaya preventif ini dilakukan secara menyeluruh hingga tingkat rumah tangga. Pemerintah mendorong agar setiap rumah memiliki satu kader pemantau jentik, sehingga risiko penyebaran bisa ditekan secara konsisten.
Vaksin DBD: Masih dalam tahap uji klinis
Terkait vaksin dengue, Prof. Dante menyebut bahwa produk tersebut belum dapat digunakan secara luas. Meski ada uji klinis yang berjalan, izin dari BPOM belum diterbitkan baik untuk kelompok anak maupun dewasa.
"Kalau vaksin itu butuh evident base. Evident base itu butuh pengalaman dan chemical trial yang maksimal. Kalau chemical trial yang maksimal pasti akan kita kasih," ujar Prof. Dante.
"Vaksin akan menjadi ‘game changer’. Namun karena masih dalam proses uji klinis, kita tetap harus waspada,” tegasnya.
Wamenkes imbau masyarakat tetap waspada
Wamenkes Prof. Dante juga mengimbau agar tetap waspada terhadap serangan DBD. Sebab, salah satu tantangan terbesar dalam menangani DBD adalah sifatnya yang sulit terdeteksi. Gejala berat seperti penurunan trombosit hingga syok sering muncul justru ketika demam pasien sudah menurun.
"Saat demam tinggi pasien sering tidak menyadari. Tapi ketika suhu menurun, kondisinya bisa langsung drop dan masuk ICU,” ungkap Wamenkes Prof. Dante.
"Terlebih, DBD banyak ditemukan di wilayah 35° LU hingga 30° LS, termasuk Indonesia yang berada dalam zona tropis dengan risiko tinggi," pungkas Wamenkes Dante.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(FIR)