FITNESS & HEALTH

Indonesia Jadi Negara Ke-5 di Dunia dengan Pasien Diabetes Terbanyak

Mia Vale
Rabu 26 Februari 2025 / 16:13
Jakarta: Diabetes merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (glukosa) di atas batas normal. Diabetes masuk ke dalam lima penyebab kematian terbesar di dunia. 

Berdasar data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukan jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2021 mencapai 537 juta. Angka ini diprediksi akan terus meningkat mencapai 643 juta di tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045.

Indonesia sendiri, mengutip data IDF tahun 2021 berada di peringkat ke-5 dunia dengan jumlah penderita diabetes terbanyak, berkisar 19,5 juta penderita di tahun 2021. 

Jumlah ini diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045. Kondisi ini tentu menjadi perhatian Kementerian Kesehatan, mengingat diabetes melitus merupakan ibu dari segala penyakit. 
 

Diabetes “melahirkan” berbagai penyakit lain



(Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Eva Susanti, S. Kp., M. Kes mengatakan banyaknya gula yang dikonsumsi seseorang namun tidak diimbangi dengan aktivitas fisik, bisa menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan sebabkan diabetes. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)

Diabetes merupakan ibu dari seluruh penyakit. Bila tidak dikontrol, bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, ginjal. 

Tak hanya itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Eva Susanti, S. Kp., M. Kes., juga menjelaskan kalau terkenanya seseorang akan diabetes, itu dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti gaya hidup, riwayat keluarga yang memiliki diabetes, aktivitas fisik yang kurang, dan konsumsi gula yang tinggi secara terus-menerus. 

Selain itu dr. Eva melalui laman resmi Kemenkes juga menyampaikan, banyaknya gula yang dikonsumsi seseorang namun tidak diimbangi dengan aktivitas fisik, bisa menyebabkan terjadinya resistensi insulin sehingga meningkatkan risiko terkena diabetes.

Baca juga: Mengapa Penderita Diabetes 3 Kali Lebih Berisiko Alami Gagal Jantung?
 

Perlunya label ingredien dalam kemasan 


Boleh dibilang, masyarakat Indonesia, utamanya anak-anak dan remaja, sangat menyukai makanan cepat saji dan makanan atau minuman dalam kemasan.

Padahal kita tahu, makanan cepat saji tersebut umumnya termasuk kategori junk food, yakni makanan yang hanya mengandung sedikit serat, sementara gula, garam, dan kandungan lemaknya tinggi.

Inilah mengapa pada tahun 2013, Kementerian Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang pencantuman informasi kandungan gula, garam, dan lemak serta pesan kesehatan untuk pangan olahan dan pangan siap saji. 

Peraturan tersebut bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui informasi nilai gizi yang terkandung di makanan dan minuman yang dituliskan dalam label makanan. 

Dengan begitu, masyarakat dapat mengetahui jumlah gula, garam, dan lemak yang telah akan dikonsumsi sehingga dapat menghindari faktor risiko terkena penyakit tidak menular. 

Ya, gula, garam, dan lemak berlebihan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit tidak menular, termasuk obesitas, hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit kardiovaskular.
 

Risiko yang bisa terjadi 


Masih dijelaskan Eva, makanan yang beraneka ragam tanpa pencantuman nilai gizi, khususnya terkait kandungan gula, perlu diatur dengan tegas.

Karena, mengonsumsi gula berlebih dapat berisiko menyebabkan obesitas sehingga terjadi penumpukan lemak ektopik di dalam otot yang bisa menimbulkan resistensi insulin yang akhirnya menjadi diabetes melitus tipe 2.

“Undang-undang atau regulasi yang mengatur kandungan dalam makanan dan minuman ini diharapkan memiliki tingkat efektivitas yang cukup tinggi untuk mengurangi konsumsi yang tidak sehat dan menurunkan kematian akibat penyakit tidak menular,” pungkas Eva.

Untuk lebih lengkapnya, kamu bisa menyimaknya dalam program Go Healthy di Metro TV.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH