FITNESS & HEALTH
Mengapa Telur Dulu Dianggap Tidak Sehat?
Yatin Suleha
Selasa 07 Oktober 2025 / 15:05
Jakarta: Jika sekarang telur dipuji sebagai makanan sehat, wajar jika muncul pertanyaan: mengapa dulu telur begitu ditakuti?
Dilansir dari Parents, Lizzy Swick, seorang ahli gizi terdaftar yang tinggal di New Jersey menjelaskan bahwa pada pertengahan abad ke-20, para peneliti percaya bahwa makanan alami yang mengandung kolesterol, seperti telur bisa menyebabkan kadar kolesterol darah menjadi tinggi.
Saat itu, pemahaman tentang nutrisi masih terbatas dan banyak kampanye kesehatan nasional memperingatkan masyarakat untuk membatasi makanan seperti telur, daging merah, dan produk susu karena khawatir akan dampaknya terhadap pembuluh darah.
Hal ini kemudian dikaitkan dengan risiko penyakit jantung yang lebih besar, sehingga telur sering dihindari atau dibatasi dalam diet harian banyak orang, terutama di negara-negara Barat.
“Kami kini tahu lebih baik,” katanya Swick sambil merujuk pada beberapa studi terbaru.
Salah satunya menemukan bahwa mengonsumsi satu telur per hari justru terkait dengan risiko lebih rendah untuk terkena penyakit jantung dan stroke.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman kita tentang kolesterol telah berkembang pesat berkat kemajuan ilmu pengetahuan.
Misalnya, ilmuwan sekarang membedakan antara kolesterol dari makanan dan kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri yang ternyata lebih dipengaruhi oleh faktor lain seperti olahraga dan jenis lemak yang dikonsumsi.
Studi-studi ini melibatkan ribuan peserta dari berbagai usia dan latar belakang, membuktikan bahwa telur tidak seburuk yang dibayangkan dulu, melainkan bisa menjadi bagian dari gaya hidup sehat.
.jpg)
(Telur mengandung vitamin A, antioksidan, vitamin B12, dan selenium yang berperan penting dalam menjaga kekebalan tubuh dan melindungi dari infeksi. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
“Meskipun ada beberapa orang yang menyerap kolesterol dari makanan secara berlebihan, tetapi bagi kebanyakan orang kolesterol dari makanan seperti telur bukanlah penyebab utama,” kata Swick.
Hal yang lebih perlu dikhawatirkan adalah lemak jenuh yang memang bisa meningkatkan kolesterol darah dan risiko penyakit jantung.
Lemak jenuh ini biasanya ditemukan dalam makanan seperti gorengan, kue-kue manis, atau daging berlemak yang jika dikonsumsi berlebihan bisa menyumbat arteri secara perlahan.
Untungnya, telur termasuk makanan rendah lemak jenuh.
“Telur rendah lemak jenuh dan dapat menjadi bagian sehat dari diet seimbang yang mengurangi risiko penyakit jantung,” tambah Swick.
Asosiasi Jantung Amerika sendiri merekomendasikan agar lemak jenuh dibatasi kurang dari 6% dari total kalori harian.
Ini berarti dalam diet 2000 kalori, lemak jenuh sebaiknya tidak lebih dari sekitar 13 gram yang mudah dicapai dengan memilih makanan alami seperti telur daripada camilan olahan.
Katie Thomson, seorang ahli gizi terdaftar dari California menyebutkan bahwa “Gerakan rendah lemak pada tahun 1980-an dan 1990-an telah menempatkan banyak makanan utuh yang sehat, termasuk telur, dalam sorotan negatif, membuat kita mengganti makanan utuh yang kaya nutrisi dengan alternatif olahan yang sering kali tinggi gula.”
Gerakan ini awalnya bertujuan baik, tetapi justru membuat orang beralih ke makanan kemasan yang kurang bergizi.
Contohnya, orang mulai memilih margarin rendah lemak alih-alih mentega alami atau sereal rendah lemak yang ternyata penuh gula tambahan untuk menjaga rasa enak.
Akibatnya, banyak orang mengalami peningkatan berat badan dan masalah gula darah karena makanan olahan ini.
“Perubahan ini tidak hanya tidak meningkatkan kesehatan jantung seperti yang diharapkan, tetapi mungkin juga berkontribusi pada masalah kesehatan lain yang kini kita coba perbaiki,” lanjutnya.
Kini dengan pengetahuan baru, fokus bergeser ke makanan utuh yang seimbang karena telur kembali dihargai sebagai sumber nutrisi alami yang mendukung kesehatan jantung dan tubuh secara keseluruhan.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)
Dilansir dari Parents, Lizzy Swick, seorang ahli gizi terdaftar yang tinggal di New Jersey menjelaskan bahwa pada pertengahan abad ke-20, para peneliti percaya bahwa makanan alami yang mengandung kolesterol, seperti telur bisa menyebabkan kadar kolesterol darah menjadi tinggi.
Saat itu, pemahaman tentang nutrisi masih terbatas dan banyak kampanye kesehatan nasional memperingatkan masyarakat untuk membatasi makanan seperti telur, daging merah, dan produk susu karena khawatir akan dampaknya terhadap pembuluh darah.
Hal ini kemudian dikaitkan dengan risiko penyakit jantung yang lebih besar, sehingga telur sering dihindari atau dibatasi dalam diet harian banyak orang, terutama di negara-negara Barat.
“Kami kini tahu lebih baik,” katanya Swick sambil merujuk pada beberapa studi terbaru.
Salah satunya menemukan bahwa mengonsumsi satu telur per hari justru terkait dengan risiko lebih rendah untuk terkena penyakit jantung dan stroke.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman kita tentang kolesterol telah berkembang pesat berkat kemajuan ilmu pengetahuan.
Misalnya, ilmuwan sekarang membedakan antara kolesterol dari makanan dan kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri yang ternyata lebih dipengaruhi oleh faktor lain seperti olahraga dan jenis lemak yang dikonsumsi.
Studi-studi ini melibatkan ribuan peserta dari berbagai usia dan latar belakang, membuktikan bahwa telur tidak seburuk yang dibayangkan dulu, melainkan bisa menjadi bagian dari gaya hidup sehat.
.jpg)
(Telur mengandung vitamin A, antioksidan, vitamin B12, dan selenium yang berperan penting dalam menjaga kekebalan tubuh dan melindungi dari infeksi. Foto: Ilustrasi/Pexels.com)
“Meskipun ada beberapa orang yang menyerap kolesterol dari makanan secara berlebihan, tetapi bagi kebanyakan orang kolesterol dari makanan seperti telur bukanlah penyebab utama,” kata Swick.
Hal yang lebih perlu dikhawatirkan adalah lemak jenuh yang memang bisa meningkatkan kolesterol darah dan risiko penyakit jantung.
Lemak jenuh ini biasanya ditemukan dalam makanan seperti gorengan, kue-kue manis, atau daging berlemak yang jika dikonsumsi berlebihan bisa menyumbat arteri secara perlahan.
Untungnya, telur termasuk makanan rendah lemak jenuh.
“Telur rendah lemak jenuh dan dapat menjadi bagian sehat dari diet seimbang yang mengurangi risiko penyakit jantung,” tambah Swick.
Asosiasi Jantung Amerika sendiri merekomendasikan agar lemak jenuh dibatasi kurang dari 6% dari total kalori harian.
Ini berarti dalam diet 2000 kalori, lemak jenuh sebaiknya tidak lebih dari sekitar 13 gram yang mudah dicapai dengan memilih makanan alami seperti telur daripada camilan olahan.
Katie Thomson, seorang ahli gizi terdaftar dari California menyebutkan bahwa “Gerakan rendah lemak pada tahun 1980-an dan 1990-an telah menempatkan banyak makanan utuh yang sehat, termasuk telur, dalam sorotan negatif, membuat kita mengganti makanan utuh yang kaya nutrisi dengan alternatif olahan yang sering kali tinggi gula.”
Gerakan ini awalnya bertujuan baik, tetapi justru membuat orang beralih ke makanan kemasan yang kurang bergizi.
Contohnya, orang mulai memilih margarin rendah lemak alih-alih mentega alami atau sereal rendah lemak yang ternyata penuh gula tambahan untuk menjaga rasa enak.
Akibatnya, banyak orang mengalami peningkatan berat badan dan masalah gula darah karena makanan olahan ini.
“Perubahan ini tidak hanya tidak meningkatkan kesehatan jantung seperti yang diharapkan, tetapi mungkin juga berkontribusi pada masalah kesehatan lain yang kini kita coba perbaiki,” lanjutnya.
Kini dengan pengetahuan baru, fokus bergeser ke makanan utuh yang seimbang karena telur kembali dihargai sebagai sumber nutrisi alami yang mendukung kesehatan jantung dan tubuh secara keseluruhan.
Secillia Nur Hafifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TIN)