FITNESS & HEALTH

Mengenal Toxic Masculinity: Ciri-Ciri, Dampak, dan Cara Mencegahnya

Putri Purnama Sari
Senin 09 September 2024 / 11:22
Jakarta: Pembahasan mengenai toxic masculinity atau maskulinitas toksik seolah tak ada habisnya, terutama di media sosial. Istilah ini merujuk pada tekanan ekstrem yang dirasakan kaum pria untuk berperilaku dan bersikap dengan cara tertentu. 

Toxic masculinity berkaitan dengan nilai-nilai yang dianggap harus ada pada pria misalnya keharusan menjadi sosok kuat. Fenomena toxic masculinity ini erat kaitannya dengan pandangan tradisional mengenai maskulinitas

Toxic masculinity menggambarkan seperangkat tekanan budaya dan sosial yang mendefinisikan peran dan perilaku yang dapat diterima bagi laki-laki. Konsep ini menyoroti standar sempit yang seringkali membatasi identitas dan kesejahteraan pria.

 
Baca juga: Gen Z Dianggap ‘Menua’ Lebih Cepat Dibanding Milenial, Begini Penjelasannya

Karakteristik Toxic Masculinity

Beberapa karakteristik utama dari toxic masculinity meliputi:

1. Penindasan emosi
Laki-laki didorong untuk menekan emosi mereka, terutama emosi yang dianggap lemah, seperti kesedihan atau kerentanan.

2. Agresi dan kekerasan
Maskulinitas toksik sering kali dikaitkan dengan agresi dan kekerasan sebagai cara mengekspresikan kekuatan dan dominasi.

3. Dominasi dan persaingan
Laki-laki diharapkan untuk selalu unggul dan mendominasi orang lain, yang mengarah pada persaingan yang tidak sehat dan agresi.

4. Penolakan terhadap feminitas
Maskulinitas toksik menekankan perbedaan yang jelas antara pria dan wanita, dengan laki-laki diharapkan menolak segala sesuatu yang dianggap feminin.

Ciri-Ciri Toxic Masculinity

Beberapa ciri umum toxic masculinity meliputi:

  • Kebutuhan untuk selalu terlihat kuat dan tidak beremosi
  • Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menyelesaikan masalah
  • Keinginan untuk mendominasi orang lain, terutama perempuan
  • Agresi dan permusuhan terhadap orang yang tidak sesuai dengan norma maskulinitas.
 
Baca juga: Awas, Menahan Amarah, Bisa Berakibat pada Kesehatan Tubuh

Penyebab Toxic Masculinity

Toxic masculinity sering berakar pada tekanan sosial dan ekspektasi budaya. Laki-laki mungkin merasa tertekan untuk berperilaku dengan cara tertentu untuk membuktikan kelaki-lakian mereka, bahkan jika perilaku tersebut tidak sehat atau berbahaya.

Cara Mencegah Toxic Masculinity 

Mencegah toxic masculinity memerlukan pendekatan multifaset yang melibatkan individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Beberapa strategi pencegahan yang efektif meliputi:

  • Pendidikan dan kesadaran: Meningkatkan pemahaman tentang dampak negatif maskulinitas toksik dapat membantu menentang norma dan stereotip yang mengakar.
  • Pengembangan diri: Mendorong anak laki-laki dan laki-laki untuk mengeksplorasi identitas maskulin mereka di luar stereotip tradisional, meliputi pengembangan kecerdasan emosional, empati, dan keterampilan komunikasi.
  • Perubahan sosial: Mengubah norma dan nilai sosial yang mempromosikan maskulinitas toksik, seperti dengan menentang kekerasan dalam rumah tangga dan mendorong peran gender yang lebih setara.

Dampak Toxic Masculinity

Dampak maskulinitas toksik sangat luas dan dapat mempengaruhi pria, wanita, dan masyarakat sebagai suatu kesatuan.

Dampak pada Pria

  • Masalah kesehatan mental: Maskulinitas toksik dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan penyalahgunaan zat.
  • Kekerasan dan kejahatan: Tekanan untuk menjadi tangguh dan agresif dapat menyebabkan tingkat kekerasan yang lebih tinggi di antara laki-laki.
  • Kesehatan fisik yang buruk: Penolakan terhadap perawatan kesehatan dan perilaku berisiko lainnya dapat membahayakan kesehatan fisik pria.
  • Kesulitan dalam hubungan: Ekspektasi maskulinitas toksik dapat menciptakan tantangan dalam hubungan, karena laki-laki mungkin kesulitan mengekspresikan emosi mereka atau membentuk hubungan yang sehat.

Dampak pada Wanita

  • Kekerasan dan pelecehan: Maskulinitas toksik dapat berkontribusi pada kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan, karena laki-laki mungkin merasa berhak dan superior.
  • Stereotip dan diskriminasi: Ekspektasi maskulinitas toksik dapat memperkuat stereotip dan diskriminasi terhadap perempuan, karena laki-laki mungkin memandang perempuan sebagai inferior atau tidak mampu.

Dampak pada Masyarakat

  • Ketidaksetaraan gender: Maskulinitas toksik melanggengkan ketidaksetaraan gender dengan menciptakan dan menegakkan peran yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan.
  • Budaya ketakutan dan kekerasan: Agresi dan dominasi yang terkait dengan maskulinitas toksik dapat menciptakan budaya ketakutan dan kekerasan di masyarakat.
  • Hambatan inovasi dan kreativitas: Ekspektasi sempit maskulinitas toksik dapat menghambat inovasi dan kreativitas, karena laki-laki mungkin merasa dibatasi dalam mengekspresikan sisi kreatif mereka.


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SUR)

MOST SEARCH