FITNESS & HEALTH

Soal Saraf Terjepit, Tak Terjadi dalam Semalam

Yatin Suleha
Selasa 27 Mei 2025 / 19:13
Jakarta: Semua orang punya risiko mengalami saraf terjepit, baik orang dengan gaya hidup aktif maupun orang mageran. Kok, bisa? Bisa, karena saraf terjepit tak mengenal usia dan profesi. Tapi, apa sebenarnya yang terjadi ketika saraf kita terjepit? 

Menurut dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic, "Secara harfiah, saraf terjepit memang berarti saraf yang terjepit di antara ruas-ruas tulang belakang. Saraf terjepit tidak akan terjadi, jika tidak ada perubahan struktur tulang. Artinya, harus terjadi penyempitan dahulu pada ruas tulang belakang."

Baca juga: Bagaimana Membedakan Sakit Kepala Biasa dengan Stroke?
 

Dua hal yang bisa sebabkan saraf terjepit


Menurut dr. Irca, secara umum ada dua penyebab saraf terjepit.
 

Pertama, trauma atau benturan


Misalnya, akibat terpeleset dan jatuh dalam posisi terduduk, kecelakaan motor yang menyebabkan kamu jatuh telentang dengan benturan pada tulang belakang, atau benturan akibat aktivitas olahraga high impact, seperti sepak bola dan basket.  

“Perubahan struktur tulangnya memang benar-benar baru terjadi. Contohnya, kita mengangkat beban berat tapi sebetulnya otot tidak siap atau kita salah posisi,” katanya, menjelaskan.  
 

Kedua, proses yang lama



(Spektrum gejala saraf terjepit cukup luas, mulai dari pegal, nyeri, kesemutan, hingga sensasi tersetrum dan mati rasa. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)

Sewaktu masih anak-anak, tak sedikit dari kita yang jatuh dari pohon atau tangga. Orang tua biasanya hanya menganggap itu jatuh biasa, bukan kejadian yang serius. Sehingga, ketika muncul rasa sakit, orang tua akan menilai bahwa sakitnya karena jatuh, lalu mengesampingkan gejala lain.  

“Ketika dewasa dan melakukan olahraga angkat beban, otot pinggang kita bisa tiba-tiba terasa tertarik sampai ke bokong. Saat pemeriksaan X-ray, akan diketahui bahwa kondisi tersebut tidak terjadi dalam satu malam. Artinya, sebetulnya pergeseran tulang sudah terjadi beberapa tahun silam akibat jatuh sewaktu kecil, tapi gejalanya baru terpicu ketika kita mengangkat beban berat, seperti saat nge-gym atau angkat galon,” kata dr. Irca.  

Trauma baru maupun proses yang lama bisa tergambar jelas lewat pemeriksaan. Semakin kompleks gambaran struktur tulangnya, semakin jauh pula penelusuran ke belakangnya. Semakin simpel gambarnya, berarti kejadiannya terbilang baru.  

Baca juga: Benarkah Minuman Ini Bisa Tingkatkan Risiko Stroke?
 

Lalu, benarkah duduk lama di depan komputer bisa menyebabkan saraf terjepit? 


Dokter Irca menjelaskan, aktivitas tersebut tergolong sebagai habit. Habit seperti itu, atau habit main ponsel sambil tiduran dengan posisi tengkurap miring, atau posisi duduk lama dengan postur tubuh membungkuk, sebenarnya memiliki risiko kecil terhadap terjadinya saraf terjepit.

Postur salah yang hanya dilakukan sesekali akan menyebabkan perubahan otot, bukan saraf terjepit.  

“Tapi, jika dilakukan terus-menerus secara konsisten selama katakanlah satu tahun, postur tubuh yang salah itu juga bisa mengubah struktur tulang belakang. Apalagi, jika sebelumnya ada riwayat benturan. Tulang bisa bergeser, celah di antara tulang bisa menyempit,” kata dr. Irca.  

Lebih lanjut, ia menguraikan, ada faktor lain yang perlu diperhatikan, yaitu struktur tulang belakang yang memang secara genetik tidak bagus, yaitu skoliosis.

Ini juga menurutnya menjadi faktor yang sering kali terabaikan, karena orang tidak mencari tahu riwayat keluarga dengan skoliosis, jika tidak merasakan gejala berarti. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

(TIN)

MOST SEARCH