FITNESS & HEALTH
Grup 'Fantasi Sedarah' di Facebook, Kemen PPPA: Selidiki!
Aulia Putriningtias
Senin 19 Mei 2025 / 15:53
Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam keras hadirnya komunitas 'fantasi sedarah' yang ramai belakangan ini. Saat ini, telah dikoordinasikan tindakan bersama Polri terkait.
Grup yang hadir di media sosial Facebook ini dinilai mengandung eksploitasi seksual terhadap keluarga, terutama pada anak kandung sendiri tanpa pandang umur. Hal ini tentu sangat meresahkan masyarakat dan khawatir dapat terjadi di sekitar mereka.
Baca juga: Miris! Diduga Ada Komunitas Facebook yang Lakukan Pelecehan Terhadap Anak Di Bawah Umur
??Sekeretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu menyatakan jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan. Hal ini demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.
"Kemen PPPA sangat prihatin dan mengecam keras keberadaan grup Facebook yang menormalisasi tindakan incest yang sangat membahayakan terutama bagi perempuan dan anak," jelas Titi pada Jum'at, 16 Mei 2025 di Jakarta.
Langkah preventif telah dilakukan yakni berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) POLRI untuk dapat segera menindaklanjuti akun media sosial Facebook tersebut.
"Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut," lanjut Titi.

(Kemen PPPA meminta grup "Fantasi Sedarah" untuk ditindaklanjuti. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
Titi menambahkan, jika adanya bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat. Hal ini khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.
Keberadaan komunitas ini dinilai telah memenuhi tindakan kriminal, terutama melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual.
Ini dapat dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undnag No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia," papar Titi.
Titi pun menyoroti pentingnya edukasi yang menyeluruh mengenai literasi digital dan seksualitas sehat. Keluarga dinilai sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, dan kebiasaan sosial dan memanfaatkan teknologi yang ada.
"Kemen PPPA dengan menggandeng pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas PPPA di daerah dan para relawan sering melakukan kampanye literasi digital bagi anak dan orang tua agar lebih bijak dan waspada dalam penggunaan media sosial," jelas Titi.
Baca juga: Guru Besar FKUI Tegaskan Zero Tolerance Terhadap Bullying dan Pelecehan Seksual
Kemen PPPA mendorong pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI) berbasis isu perlindungan anak di tingkat desa/kelurahan.
RBI menjadi forum kolaboratif antara keluarga, Babinsa, Bhabinkamtibmas, tokoh agama, tokoh masyarakat, perangkat desa, dan elemen masyarakat lainnya demi mencegah serta menangani anak dengan perilaku menyimpang secara terpadu.
Kemen PPPA juga memiliki kanal pengaduan melalui layanan call center SAPA 129 dan WhatsApp 08111-129-129.
Masyarakat dapat langsung melaporkan jika menemukan indikasi eksploitasi seksual, kekerasan terhadap anak perempuan dan anak, serta aktivitas mencurigakan di ruang digital atau kanal pengaduan resmi lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
(TIN)
Grup yang hadir di media sosial Facebook ini dinilai mengandung eksploitasi seksual terhadap keluarga, terutama pada anak kandung sendiri tanpa pandang umur. Hal ini tentu sangat meresahkan masyarakat dan khawatir dapat terjadi di sekitar mereka.
Baca juga: Miris! Diduga Ada Komunitas Facebook yang Lakukan Pelecehan Terhadap Anak Di Bawah Umur
??Sekeretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu menyatakan jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan. Hal ini demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.
"Kemen PPPA sangat prihatin dan mengecam keras keberadaan grup Facebook yang menormalisasi tindakan incest yang sangat membahayakan terutama bagi perempuan dan anak," jelas Titi pada Jum'at, 16 Mei 2025 di Jakarta.
Langkah preventif telah dilakukan yakni berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) POLRI untuk dapat segera menindaklanjuti akun media sosial Facebook tersebut.
"Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut," lanjut Titi.

(Kemen PPPA meminta grup "Fantasi Sedarah" untuk ditindaklanjuti. Foto: Ilustrasi/Dok. Pexels.com)
Titi menambahkan, jika adanya bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat. Hal ini khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang.
Keberadaan komunitas ini dinilai telah memenuhi tindakan kriminal, terutama melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual.
Ini dapat dikenakan pasal-pasal dalam Undang-Undnag No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia," papar Titi.
Titi pun menyoroti pentingnya edukasi yang menyeluruh mengenai literasi digital dan seksualitas sehat. Keluarga dinilai sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, dan kebiasaan sosial dan memanfaatkan teknologi yang ada.
"Kemen PPPA dengan menggandeng pihak lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas PPPA di daerah dan para relawan sering melakukan kampanye literasi digital bagi anak dan orang tua agar lebih bijak dan waspada dalam penggunaan media sosial," jelas Titi.
Baca juga: Guru Besar FKUI Tegaskan Zero Tolerance Terhadap Bullying dan Pelecehan Seksual
Kemen PPPA mendorong pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI) berbasis isu perlindungan anak di tingkat desa/kelurahan.
RBI menjadi forum kolaboratif antara keluarga, Babinsa, Bhabinkamtibmas, tokoh agama, tokoh masyarakat, perangkat desa, dan elemen masyarakat lainnya demi mencegah serta menangani anak dengan perilaku menyimpang secara terpadu.
Kemen PPPA juga memiliki kanal pengaduan melalui layanan call center SAPA 129 dan WhatsApp 08111-129-129.
Masyarakat dapat langsung melaporkan jika menemukan indikasi eksploitasi seksual, kekerasan terhadap anak perempuan dan anak, serta aktivitas mencurigakan di ruang digital atau kanal pengaduan resmi lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TIN)