Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dewanthi. Foto: KLHK
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Laksmi Dewanthi. Foto: KLHK

Narasi Isu Krusial Disepakati, KLHK: Ini Kemajuan Besar COP26

Media Indonesia.com • 06 November 2021 17:05
Jakarta: Disepakatinya prosedur dan teks atau narasi untuk membahas isu-isu krusial disebuat sebagai kemajuan besar dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26). Kesepakatan itu terjadi dalam kurun waktu yang cepat.
 
"Ini suatu kemajuan besar karena biasanya, dalam forum seperti ini, dalam seminggu belum selesai pendekatan dan basis teksnya. Ini suatu kemajuan dalam konteks negosiasi dalam dua atau tiga hari pertama. Selanjutnya, proses negosiasi tengah berlangsung," kata Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dewanthi, melalui pernyataan tertulis, Sabtu, 6 November 2021. 
 
COP26 diselenggarakan di Glasgow, Inggris Raya, mulai 31 Oktober hingga 12 November. Agenda-agenda prosedural sudah selesai dibahas dan sudah ada teks dasar untuk dinegosiasikan. 

"Berdasarkan hal itu, meeting selanjutnya adalah para negosiator sudah mulai bernegosiasi secara aktif dengan prosedur dan basis teks atau narasi yang memang sudah disepakati," kata Laksmi.
 
Laksmi mencontohkan isu adaptasi. Isu ini sudah disepakati dalam kurun kurang dari tiga hari. Ditandai dengan sudah ditentukannya siapa yang menjadi ketua dan wakil ketua atau fasilitator.
 
"Langkah awal sudah diselesaikan, basis teks dan prosedur sudah ada dan diharapkan negosiasi lebih baik dan efektif," katanya.
 
Laksmi juga menjelaskan posisi delegasi Indonesia di pertemuan itu. Delegasi Indonesia membagi 12 kelompok negosiasi. Sebab, selain isu-isu krusial, juga ada isu-isu lain yang perlu dinegosiasikan. 
 
Baca: Tuan Rumah COP26: 190 Negara Terikat Komitmen untuk Hentikan Pembangkit Listrik Berbahan Batu Bara
 
Dalam satu kelompok negosiasi, terdapat rata-rata dua hingga tiga orang. Ada juga satu kelompok negosiasi yang terdiri atas empat hingga lima orang. Unsur-unsurnya berasal dari kementerian, lembaga, dan pemangku kepentingan. 
 

Saatnya implementasikan Paris Agreement 

Laksmi menuturkan pelaksanaan COP26 di Glasgow ini sangat penting. Pasalnya, ini hajat yang tertunda karena pandemi covid-19, yang semestinya dilakukan pada November 200. Kedua, Persetujuan Paris atau Paris Agreement sudah mulai berlaku pada 1 Januari 2021.
 
Untuk memastikan bisa mengimplementasikan Paris Agreement dan target-targetnya, kata dia, dibutuhkan kelengkapan pedoman turunan dan aturan implementasinya atau Paris Rules Book.
 
"Di sinilah pentingnya COP26. Inilah waktunya negara-negara pihak dapat menyelesaikan perundingan untuk bisa mendapatkan Paris Rules Book," tegas dia.
 
Ada beberapa isu krusial yang berusaha untuk diselesaikan dalam pelaksanaan COP26 ini. Pertama operasionalisasi dari Artikel 6 Paris Agreement, yakni terkait instrumen pasar dan nonpasar (market-nonmarket) atau carbon pricing pemenuhan Nationally Determined Contributions (NDC) yang berisi target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 2030.
 
Kedua, kerangka waktu pelaporan NDC atau Common Time Frame for NDC. Jadi, negara-negara harus sepakat kapan waktu yang pas untuk bisa melaporkan capaian NDC-nya. 
 
"Ada periode waktu apakah 5 atau 10 tahun sekali dan ini yang sedang dirundingkan," jelas dia.
 
Ketiga mengenai metodologi. Hal ini terkait bahwa NDC adalah dokumen komitmen, sehingga NDC harus bisa ditelusuri dan dilaporkan. 
 
Untuk bisa menelusuri dan melaporkan NDC dibutuhkan kesepakatan. Bagaimana format pelaporan elektronik terkait implementasi aksi mitigasi, aksi adaptasi, dan dukungan finansial, peningkatan kapasitas, dan teknologi.
 
"Jika laporannya berbeda-beda, agak sulit disintesiskan," katanya.
 
Keempat, global goal on adaptation atau kesepakatan untuk mendefinisikan tujuan global adaptasi. Kelima, yakni finance atau pendanaan.
 
Baca: Greta Thunberg Sebut KTT Iklim COP26 Sebagai Sebuah 'Kegagalan'
 
Ada dua hal penting berkaitan dengan pendanaan. Pertama, bagaimana memastikan rencana atau janji negara maju untuk membantu negara berkembang yang sejak lama dijanjikan tapi belum dipenuhi. 
 
Isu kedua finance. Bagaimana setting New Collective Quantified Goal (NCQG) pada 2030-2050. Berapa sebenarnya dana yang akan dimobilisasi. Tanpa ada target baru yang kuantitatif, sulit untuk mengukurnya.
 
"Kalau kita bilang perlu dana yang memadai dan cukup, akan sulit mengukurnya. Jadi, perlu collective quantified goal," kata Laksmi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan