Direktur Utama TIE, Darwan Siregar, menyebut salah satu kreditur sindikasi itu, yakni Bank Mandiri sebesar 60 persen. Selebihnya, CIMB Niaga 20 persen, Credit Suisse Singapore 10 persen, dan Trafigura 10 persen.
"Pada 28 Agustus 2018, TIE mendapatkan fasilitas loan dari sindikasi lenders sebesar USD450 Juta. Utang ini berjangka waktu 5 tahun," kata Darwan kepada wartawan, Selasa, 19 Juli 2022.
Dalam perjalanannya, kata Darwan, manajemen TIE melihat bahwa eksposur kredit terlalu tinggi maka diputuskan menjual sebagian aset yang digunakan untuk agunan guna mengurangi pinjaman. Seluruh aset yang TIE agunkan nilainya jauh lebih besar dari pinjaman yang diberikan kreditur sindikasi.
"Keputusan manajemen TIE untuk menjual aset agar eksposur loan tidak terlalu tinggi semata-mata bentuk kehati-hatian dan tanggung jawab kami sebagai debitur, untuk semaksimal mungkin menghindari gagal bayar," kata Darwan.
Dia melanjutkan keputusan penjualan aset tersebut mendapat respons yang positif dari 3 kreditur sindikasi, kecuali Bank Mandiri. "Namun, sayangnya setelah ditunggu-tunggu baru bulan Februari 2020, didapat jawaban dari Mandiri kalau permohonan tersebut ditolak," ujarnya.
Setelah ditolak, kata Darwan, manajemen TIE kemudian memutuskan menjual aset lainnya, dan disambut positif oleh 3 kreditur sindikasi. Tapi, jawaban dari Mandiri dinilai lambat.
"Baru Maret 2020 permohonan penjualan ini disetujui dengan syarat harus ada top up dana lagi. Sementara, Maret 2020 situasi pandemi covid-19 sudah merebak maka calon pembeli mengundurkan diri dan perusahaan juga tidak bisa melakukan top up dana seperti yang diminta. Maka otomatis transaksi batal," kata Darwan.
Baca: Titan Infra Energy Berharap Niat Baik Bank Mandiri |
Sebelum akhirnya transaksi batal, kata Darwan, manajemen TIE pada Februari 2020 sebenarnya sudah mempersiapkan corporate action untuk melakukan penjualan saham perdana (IPO). Namun, sayangnya covid-19 datang maka corporate action in tidak bisa dijalankan.
Dia menyebut karena covid-19 harga batu bara jatuh dan ekspor pun ditutup. Sebab, sejumlah negara importir besar, seperti Tiongkok dan India sedang lock down.
"TIE tidak sanggup lagi membayar angsuran pokok. Tetapi angsuran bunga masih dibayarkan terus setiap bulan sampai kuartal III pada 2020. Penjualan aset yang tidak disetujui dan tidak teriadi, serta rencana IPO yang berantakan membuat kondisi perseroan pada 2020 sangat sulit," kata Darwan.
Dalam kondisi tersebut, kata Darwan, manajemen TIE mulai menunjuk konsultan membantu mengatasi kesulitan perseroan serta membantu membuat program restrukturisasi yang bear. Sedangkan para lenders setuju untuk mengangkat konsultan untuk kepentingan mereka.
Di tengah proses itu, pada kuartal III pada 2020, TIE mengajukan program relaksasi ke kreditur sindikasi, yaitu permohonan untuk tidak membayar bunga dan tidak membayar pokok selama 3 bulan. "Sambil menunggu hasil program restruskturisasi hutang secara keseluruhan," kata dia.
Darwan menyebut dalam operasional sehari-hari semua revenue dari TIE dan anak usahanya di-trap di akun Bank Mandiri. Masalah utama yang terjadi adalah setiap revenue yang masuk akan dipotong sebesar 21 persen baru sisanya di lepas ke akun operational. Tujuan pemotongan ini adalah untuk nantinya membayar bunga dan angsuran pokok.
Dalam situasi usaha yang sulit, pemotongan ini menjadi jelas sangat memberatkan perseroan. Dia menjelaskan TIE yang tadinya bisa menambah pendapatan dengan trading atau beli batu bara di mulut tambang menjadi kesulitan.
Di tengah pemotongan yang memeberatkan itu, kata Darwan, program relaksasi yang diminta akhirnya disetujui. "Hal ini sangat membantu, namun sayangnya relaksasi hanya berjalan selama 3 bulan. Setelah itu disetop lagi," kata dia.
Pada Desember 2020, TIE dengan dibantu konsultan mengajukan usulan proposal restrukturisasi ke kreditur sindikasi. Pada dasarnya usulan tesebut meminta tenor menjadi 10 tahun dan memohon program relaksasi 2 tahun yang hanya membayar bunga minim saja.
Darwan menyebut konsultan yang ditunjuk kreditur sindikasi mencoba membuat rumusan untuk mencari titik tengah restrukturisasi dengan klausul tenor menjadi 7 tahun di mana 2 tahun pertama pembayaran bunga dan angsuran yang minim, kreditur sindikasi akan menempatkan Credit Restructuring Officer (CRO) untuk memonitor keria TIE, dan kreditur sindikasi mensyaratkan penjualan aset-aset TIE di luar jalan hauling dan pelabuhan.
Darwan menegaskan posisi saat ini pihaknya masih terus bernegosiasi dengan kreditur sindikasi. Khususnya Bank Mandiri, terkait proposal restrukturisasi.
"Pada dasarnya TIE tidak keberatan dengan usulan konsultan dari kreditur sindikasi," ujarnya.
Per hari ini, sisa utang TIE ke kreditur sindikasi sekitar USD300 juta. Dia berharap proporsal restrukturisasi pembayaran utang TIE segera disetujui kreditur sindikasi. Sebagai contoh, hasil pemotongan revenue yang 21 persen itu terkatung-katung di Bank Mandiri dan tidak bisa digunakan.
"Nganggur begitu saja, padahal TIE sangat membutuhkan cash flow. Selain itu TIE tidak bisa bekerja maksimal, tidak berani beli batu bara di mulut tambang karena selalu rugi cash flow," kata dia.
Darwan mengatakan dengan kondisi harga batu bara yang mulai bagus, TIE mengajukan proposal yang diharapkan menjadi terobosan. TIE akan melunasi semua utang-utang di pada akhir 2024.
"Jadi pada dasarnya restrukturisasi cuma minta mundur 1 tahun, seharusnya wajar karena ada covid-19. Jadi kita lupain restrukturisasi dari konsultan yang memakan waktu 7 tahun. Ini cuma minta waktu tambahan 1 tahun saja dari pagu kredit yang ada," tegasnya.
Darwan pun membantah tuduhan yang menyebut TIE mengalami kredit macet. Sebab, meski terlambat membayar di awal masa pandemi covid-19, TIE telah membayar angsuran sejak 2021 hingga saat ini dan akan terus melakukan pembayaran pinjaman.
Pada 2021, PT Titan telah membayar lebih dari USD46 juta dan USD35 juta pada 2022. Sementara itu, jatuh tempo utang terbilang masih cukup lama, yakni akhir 2023.
"Tahun ini, TIE juga akan kembali mencicil pinjaman. Kami hanya minta keringanan waktu penyelesaian pelunasan selama satu tahun saja," kata Darwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News