Per hari ini, sisa utang TIE ke kreditur sindikasi sekitar USD300 juta. Dia berharap proporsal restrukturisasi pembayaran utang TIE segera disetujui kreditur sindikasi. Sebagai contoh, hasil pemotongan revenue yang 21 persen itu terkatung-katung di Bank Mandiri dan tidak bisa digunakan.
"Nganggur begitu saja, padahal TIE sangat membutuhkan cash flow. Selain itu TIE tidak bisa bekerja maksimal, tidak berani beli batu bara di mulut tambang karena selalu rugi cash flow," kata dia.
Darwan mengatakan dengan kondisi harga batu bara yang mulai bagus, TIE mengajukan proposal yang diharapkan menjadi terobosan. TIE akan melunasi semua utang-utang di pada akhir 2024.
"Jadi pada dasarnya restrukturisasi cuma minta mundur 1 tahun, seharusnya wajar karena ada covid-19. Jadi kita lupain restrukturisasi dari konsultan yang memakan waktu 7 tahun. Ini cuma minta waktu tambahan 1 tahun saja dari pagu kredit yang ada," tegasnya.
Darwan pun membantah tuduhan yang menyebut TIE mengalami kredit macet. Sebab, meski terlambat membayar di awal masa pandemi covid-19, TIE telah membayar angsuran sejak 2021 hingga saat ini dan akan terus melakukan pembayaran pinjaman.
Pada 2021, PT Titan telah membayar lebih dari USD46 juta dan USD35 juta pada 2022. Sementara itu, jatuh tempo utang terbilang masih cukup lama, yakni akhir 2023.
"Tahun ini, TIE juga akan kembali mencicil pinjaman. Kami hanya minta keringanan waktu penyelesaian pelunasan selama satu tahun saja," kata Darwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News