Ketika commodity base menjadi pendorong ekspor, lalu di mana pergerakan sektor manufaktur?
Pertumbuhan sektor manufaktur sebesar 6,91 persen di kuartal II-2021. Pertumbuhan itu lebih rendah dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi 7,07 persen, meskipun sektor manufaktur berkontribusi 20 persen ke PDB.Industri manufaktur tertekan karena kebijakan PPKM yang menekan kinerja pabrik pada kuartal II-2021. Hal itu tercermin dari Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) sebesar 48,75 persen pada semester I-2021. Angka tersebut lebih rendah dari kuartal sebelumnya tahun yang sama sebesar 51,45 persen. PMI mulai membaik pada September 2021 dengan mencapai 52,2.
Industri manufaktur Indonesia terbantu karena kebijakan harga gas industri sebesar USD6 per MMBTU disaat krisis seperti ini. Apalagi Indonesia sebagai produsen gas terbesar di Asia Tenggara, pada 2020 produksi gas Indonesia sebesar 63,2 billion cubic meters, tak kesulitan memasok kebutuhan industri di saat harga gas naik. Hal ini membuat kebutuhan gas untuk industri Indonesia relatif terpenuhi di tengah krisis gas yang terjadi di negara tetangga.
Kejadian ini bisa memberikan peluang bagi daya saing indonesia karena disaat negara lain alami kenaikan cost of production karena kenaikan harga batu bara, dan gas, perusahaan Indonesia masih terbantu karena kebijakan subsidi gas dan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk pembangkit listrik dalam negeri.
Namun yang menjadi persoalan adalah kenaikan harga minyak. Indonesia sebagai net importir minyak bisa menaikan BBM di tengah situasi pandemi covid-19. Kenaikan BBM di tengah daya beli yang lemah menjadi persoalan tersendiri, karena bisa menakan daya beli masyarakat yang belum pulih dari pandemi covid-19.