Masih ditopang komoditas
Pendorong ekspor ekonomi Indonesia datang dari kenaikan harga komoditas akibat supercycle yang muncul akibat krisis energi di eropa dan Tiongkok. Krisis energi itu memicu kenaikan harga komoditas seperti batu bara, gas, minyak dan kelapa sawit (CPO).Harga CPO sudah naik 7.248 persen dalam setahun, dengan posisi berada di 5.259 Ringgit Malaysia per ton. Kemudian harga gas sudah naik 113 persen dalam setahun. Kemudian ada batu bara (acuan newcastle) yang naik sebesar 339 persen dalam setahun mengikuti kenaikan harga minyak (acuan WTI) yang naik 99,39 persen dalam setahun.
Beruntungnya Indonesia adalah salah satu produsen batu bara terbesar di dunia. Indonesia menduduki peringkat keempat produsen batu bara di dunia dengan kontribusi batu bara sebesar 6.161 juta ton (data 2019, IEA). Jelas batu bara menjadi salah satu andalan ekspor indonesia mendulang devisa.
Indonesia juga merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Berdasarkan data Forbes yang mengolah data dari United States Department of Agriculture pada 2019, 58 persen kebutuhan CPO dunia dihasilkan dari Indonesia. Urutan kedua adalah Malaysia. Total produksi masing-masing sebesar 42,50 juta ton, dan 19 juta ton.
BPS mencatat peningkatan ekspor kelapa sawit pun akan berlanjut pada tahun ini. Pada semester I-2021 ekspor sawit mencapai USD14,08 miliar atau tumbuh sebesar 57,6 persen secara tahunan (yoy).
Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kemenko Perekonomian Ferry Irawaan mengatakan ekspor Indonesia ke negara tujuan masih berbasis komoditas dengan porsi di atas 50 persen dari total ekspor. Sisanya baru diikuti produk yang memiliki nilai tambah (value added) dari industri manufaktur.