Namun, pelaksanaan JKN saat ini masih menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber dana, infrastruktur, sumber daya manusia, dan beban ganda penyakit yang perlu segera diselesaikan. Krisis kesehatan akibat pandemi covid-19 juga menambah tantangan pembiayaan JKN yang ada saat ini.
Upaya untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan keterlibatan aktor non-pemerintah dan akademi dalam pelaksanaan JKN.
Berangkat dari hal itu yang juga membuat Indonesia menyepakati
Shared Understanding Document (SUD) saat pertemuan para Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan di forum KTT G20 Osaka, Jepang, pada 2019 silam.
Dokumen SUD berisikan komitmen para menteri untuk saling bekerja sama mendukung pembiayaan pembangunan kesehatan yang berkelanjutan, termasuk pencapaian Cakupan Kesehatan Semesta (
Universal Health Coverage/UHC).
Para menteri kesehatan dan menteri keuangan juga ingin pertemuan yang dilakukan di sela Konferensi Tingkat Tinggi G20 menjadi momen kolaborasi sektor keuangan dan kesehatan. Hal ini dinilai dapat membuat negara-negara yang menyetujui bisa mengatasi tantangan bersama dalam pencapaian UHC dan SDGs Bidang Kesehatan pada 2030.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah sejatinya sudah mengusahakan JKN untuk mencapai UHC. Saat ini, kata dia, telah mencakup 220 juta peserta atau 83,5 persen dari total penduduk dengan dukungan lebih dari 25 ribu penyedia layanan kesehatan. Meski keberhasilan itu luar biasa namun tantangannya masih ada.
Karenanya Pemerintah Indonesia, lanjutnya, akan terus memperkuat tata kelola dan akuntabilitas penganggaran kesehatan; diversifikasi sumber keuangan JKN antara lain dari cukai rokok; pemberian insentif kepada intervensi kesehatan yang paling efektif, termasuk program gerakan masyarakat hidup sehat dan pengurangan risiko penyakit.
"Serta mengembangkan strategi investasi jangka panjang untuk akses pelayanan kesehatan di daerah terpencil dan tertinggal," kata Sri Mulyani.
Adapun kesehatan adalah hal yang penting dalam kualitas dan produktivitas Sumber Daya Manusia (SDM). Namun sayangnya, Indonesia saat ini memiliki skor Human Capital Index sebesar 0,53 yang berarti bahwa produktivitas generasi mendatang hanya akan mencapai setengah dari potensinya.
Sementara itu, pembiayaan yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk kategori lansia dan pergeseran epidemiologi menuju penyakit degeneratif dan kronis. Terlebih lagi dampak perubahan iklim dan peningkatan mobilisasi populasi global mengancam risiko kesehatan global dan potensi pandemik yang dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.
Hal ini merupakan kesulitan yang dialami pemerintah. Untuk itu, pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan peningkatan investasi dibidang kesehatan dan anggaran minimum lima persen dari APBN. Selain itu, pemerintah terus meningkatkan program pembangunan Indonesia sehat dengan tiga pilar untuk menangkal kesulitan itu.