.jpg)
Hal yang sama terjadi juga di dunia olahraga. Persoalan yang dihadapi bukan dicarikan jalan pemecahannya, tetapi lebih didahulukan polemiknya. Akibatnya, yang lebih mencuat ramai-ramainya, sementara akar persoalan sebenarnya terlupa.
Dalam urusan sepak bola, pernah ada staf khusus Menteri Pemuda dan Olahraga menanyakan langkah penyelesaian yang sebaiknya dilakukan. Saya katakan, penggunaan hard power pernah dilakukan pemerintah ketika hendak menjatuhkan Ketua Umum PSSI Nurdin Halid. Tetapi hasilnya sepak bola Indonesia tetap saja jalan di tempat.
Oleh karena itu kali ini saya mengusulkan pendekatan soft power. Saya mengusulkan Menpora Imam Nahrawi bertemu dengan "orkestrator" sepak bola Indonesia, Nirwan Dermawan Bakrie.
Mengapa saya katakan orkestrator? Karena pengendali sepak bola Indonesia sebenarnya adalah Nirwan Bakrie. Kalau Menpora dan Nirwan duduk bersama dan menyepakati apa yang dikehendaki, maka 50 persen masalah sudah selesai. Tinggal selanjutnya teknis pelaksanaannya.
Namun Menpora ternyata tidak cukup sabar dan memilih melangkah langsung melakukan pembenahan. Ia mengumumkan pembentukan Tim 9 dengan tugas merumuskan langkah perbaikan pembinaan sepak bola Indonesia.
Langkah sepihak yang ditempuh tanpa melibatkan PSSI, karuan menimbulkan reaksi. Bahkan reaksinya begitu keras dan menimbulkan pertentangan yang diametral, "kamu di sana dan aku di sini".
Tanpa ada kebersamaan mustahil kita bisa menyelesaikan persoalan sepak bola nasional. Sebab, sepak bola adalah milik seluruh bangsa dan tidak pernah ada yang lebih benar. Semua akan merasa paling benar apabila sudah berbicara tentang sepak bola.
Kita lihat sekarang ini yang lebih mencuat adalah ramai dalam polemik. Padahal yang kita ingini adalah ramai dalam prestasi. Sepak bola ini adalah olahraga yang paling digemari seluruh rakyat Indonesia, tetapi prestasinya jauh tertinggal di belakang.
Apa yang lalu harus kita lakukan? Semua pihak harus menahan diri dan mencoba untuk duduk sama-sama. Kita petakan persoalan yang dihadapi, lalu kita identifikasi hal yang ada dalam jangkauan untuk kita perbaiki.
Kita harus membumi dan menjalankan apa yang bisa kita kerjakan. Sebab ada banyak hal yang di luar jangkauan kita, khususnya berada di luar di tangan pengurus PSSI yang harus melakukan perbaikan.
Saya pernah mencoba memetakan siklus persoalan yang dihadapi. Oleh ahli sosiologi dari Massachusetts Institute of Technology Boston, Otto Schammers disebut sebagai "end process" atau proses menuju akhir. Harus ada pembalikan yang dilakukan atau "U-Process". (Lihat grafik)

Dari siklus itu ada tiga hal yang dalam jangkauan yaitu pembenahan organisasi, perbaikan kompetisi, dan pembinaan tim nasional. Itulah memang trilogi pembangunan sepak bola, yaitu kepengurusan yang memiliki visi, kompetisi yang berjalan profesional untuk mencapai tim nasional yang bisa diandalkan.
Itulah arah pembenahan yang harus kita fokuskan. Kita harus belajar dari praktik-praktik yang sudah terbukti baik. Tinggal kita sesuaikan dengan kultur Indonesia.(Suryopratomo)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(RIZ)