ILUSTRASI: Sebanyak 75 ribu ton garam milik PT Garam yang disegel di dalam gudang oleh Tim Satgas Pangan Mabes Polri di Gresik, Jawa Timur, karena diduga menyalahgunakan garam industri menjadi garam konsumsi untuk diperdagangkan. (ANTARA/Zabur Karuru)
ILUSTRASI: Sebanyak 75 ribu ton garam milik PT Garam yang disegel di dalam gudang oleh Tim Satgas Pangan Mabes Polri di Gresik, Jawa Timur, karena diduga menyalahgunakan garam industri menjadi garam konsumsi untuk diperdagangkan. (ANTARA/Zabur Karuru)

Menjerat Begal Garam

Medcom Files telusur kartel impor garam
Coki Lubis • 16 Agustus 2017 14:36
medcom.id, Jakarta: Ketukan palu pada Senin siang itu, 13 Maret 2006, menjadi penanda resmi keputusan sidang majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang menyatakan PT Garam, PT Budiono Madura Bangun Persada dan PT Garindo Sejahtera Abadi bersalah!
 
Secara sah dan meyakinkan tiga "raksasa" garam itu melakukan praktik kartel dalam perdagangan garam di Sumatera Utara. Dengan kata lain, melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
 
Keputusan bersalah ini juga ditujukan kepada empat perusahaan lainnya, yakni PT Graha Reksa dan PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja, dan UD Sumber Samudera. Keempatnya merupakan agen dan perusahaan perdagangan garam di Sumatera Utara.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Kala itu, kebutuhan garam bahan baku di Sumatera Utara - untuk memenuhi kebutuhan industri dan konsumsi, hanya dipasok dari PT Garam, PT Budiono dan PT Garindo. Garam-garam ini didatangkan dari Madura, Jawa Timur. Mahfum, di provinsi ini tidak ada sentra produksi garam. Perkaranya, pasokan garam itu hanya bisa dibeli oleh PT Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja dan UD Sumber Samudera. Sementara industri, agen atau perusahaan dagang lain di luar keempat perusahaan tadi, dipersulit.
 
Dengan begitu, mau tidak mau yang lain hanya bisa membeli garam bahan baku dari empat perusahaan tersebut. Boleh saja membelinya langsung ke pemasok, tapi harganya justru lebih tinggi.
 
Pun baik PT Garam, PT Budiono dan PT Garindo bersekongkol soal penentuan harga. Kesepakatannya adalah; harga produk PT Garam lebih tinggi Rp20 per kilogram dibandingkan dengan harga produk PT Budiono dan PT Garindo.
 
Diketahui pula, ketiga perusahaan tersebut saling jual-beli garam. Mereka bahu-membahu untuk memenuhi stok masing-masing dalam melayani pemesanan.
 
Dari perkara ini, KPPU menyimpulkan, ada penguasaan pasokan garam bahan baku ke Sumatera Utara oleh PT Garam, PT Budiono dan PT Garindo.
 
Tapi, ada yang janggal. Setelah diputuskan bersalah, ketujuh "pemain" garam di Sumatera Utara itu tidak diberikan hukuman apa-apa. Semua hanya mendapatkan teguran dan melarang untuk melakukan aksi serupa di kemudian hari.
 
Jangankan pencabutan izin, dalam sidang bernomor perkara 10/KPPU-L/2005 itu, para perusahaan pelaku kartel tidak juga dikenakan hukuman denda. Sebaliknya, para perusahaan pemasok yang juga importir garam itu tampak semakin istimewa di lingkungan Kementerian Perdagangan.
 
Dari setiap kemunculan kebijakan impor, mereka selalu mendapat tempat sebagai importir terdaftar (IT) langganan Kemendag.
 
Kisruh impor
 
Lima tahun kemudian, pada 2011, PT Budiono dan PT Garindo kembali tersandung masalah. Bersama importir garam lainnya, mereka melanggar aturan berkenaan larangan impor garam satu bulan sebelum panen raya dan dua bulan sesudahnya.
 
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad yang bekerja sama dengan aparat Bea Cukai kemudian melakukan penyegelan di gudang-gudang para importir bermasalah tersebut.
 
Sejatinya, aturan waktu impor tersebut diterbitkan untuk melindungi petambak garam lokal. Bila garam-garam impor itu merembes ke pasar lantas membanjiri perdagangan garam, sudah tentu harga beli dari para petambak garam lokal anjlok.
 
Ulah importir yang menjatuhkan harga jual garam di tingkat produsen lokal di tengah masa panen raya itu amat mengusik perhatian Fadel. Setelah mempelajari rekam jejak mereka, Fadel jadi mengetahui kekurangajaran pelaku kartel garam tersebut selama ini. Kemarahannya kemudian diwujudkan dengan menentang para pengimpor yang menyebabkan kerugian di kalangan petani garam itu.
 
Baca: Bikin Geram Kartel Garam
 
Namun, dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan sementara produksi domestik belum mencukupi, pemerintah perlu menambah pasokan dengan impor garam. Kemendag memberikan izin impor kepada satu perusahaan plat merah, yakni PT Garam, serta tujuh importir swasta. Antara lain PT Garindo, PT Sumatraco, PT Susanti, PT Budiono, PT Elitestar, PT Ekasari dan PT Cheetam.
 
Tapi yang menarik adalah meski sudah tersandung masalah, para IT langganan Kemendag itu tetap mendapat tempat dalam proyek-proyek impor garam selanjutnya. Sedangkan Fadel dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan setelah Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengumumkan reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II pada Selasa 18 Oktober 2011.
 
Begal
 
Empat tahun berselang, persoalan impor garam kembali mengemuka. Pada tahun 2015 atau setelah setahun pemerintahannya berjalan, Presiden Joko Widodo memberikan isyarat kepada Polri untuk mebereskan kasus suap kuota importasi garam yang melibatkan pejebat eselon di Kementerian Perdagangan. Dibentuklah tim khusus yang dijuluki Satgas Kartel Garam.
 
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Maritim mengendus penyuapan tidak hanya dilakukan kepada pejabat Kemendag, tetapi juga oknum Kementerian Perindustrian. Suap itu dilakukan oleh sejumlah importir kepada para pejabat terkait dengan mengharap imbalan berupa jatah impor mereka ditambah.
 
Menko Maritim Rizal Ramli kala itu pernah blakblakan mengenai permainan kartel impor telah lama mengangkangi Kemendag dan Kemenperin. "Kalau di gula ada tujuh samurai, di garam juga ada namanya tujuh samurai garam. Saya anggap mereka ini begal. Tujuh begal garam," kata Rizal Ramli setelah rapat koordinasi di kantornya, Senin, 21 September 2015.
 
Menurutnya, banyak importir yang sengaja menambahkan jumlah kuota impor saat masa panen, lantas dirembeskan ke pasar. Alhasil, harga jual garam lokal jatuh, lantas petani urung menjual garamnya saat panen. "Setelah petani enggak mau panen, mereka naikkan harga. Ini jelas merugikan," kata Rizal.
 
Menjerat Begal Garam
FOTO: Petani memanen garam (ANTARA/Mohamad Hamzah
)
 
Gelagat importasi garam industri yang melebihi kebutuhan semakin terbukti. Saat polisi melakukan penggeledahan di Direktorat Industri Kimia Dasar Kemenperin, didapati surat permohonan penambahan kuota impor yang diajukan PT Unichem Candi Indonesia.
 
Saat itu Unichem tidak puas dengan jatah kuota impornya - yang sudah dirumuskan oleh Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI). Ketidakpuasan inilah yang diduga menjadi pemicu guyuran uang-uang pelicin ke Kemendag dan Kemenperin.
 
Kelakuan curang itu tak hanya dilakukan PT Unichem, tapi juga dilakoni PT Garindo. Hal ini diketahui saat Satgas Kartel Garam menggeledah kantor Garindo.
 
Baca: Gelagat Kartel Impor Garam
 
KPPU kembali lantang berseru akan menyelidiki dugaan kartel dalam impor garam ini. Ketua KPPU Syarkawi Rauf menyatakan akan memanggil tujuh perusahaan importir garam. Mereka diduga bersekongkol menjual atau merembeskan garam industri yang diimpor ke pasar konsumsi dengan harga yang rendah.
 
“Kartelnya itu adalah kesepakatan harga antar importir untuk menjualnya ke konsumen akhir atau merembeskan ke konsumen akhir,” kata Syarkawi kepada medcom.id, Rabu 2 September 2015.
 
Ketika harga garam sukses dijatuhkan, saat itulah para importir membeli garam-garam produksi petambak lokal. Dengan begitu, mereka telah memenuhi syarat pemerintah untuk mendapat izin impor, yakni, sudah menjalani kewajiban menyerap garam lokal sebanyak 50 persen dari kebutuhannya. Sudah tentu dibelinya dengan harga yang saat itu mendadak murah.
 
Namun, Namun, Presiden Direktur Cheetam, Arthur Tanudjadja, menyatakan bahwa tudingan mengenai importir melakukan praktik kartel tidak memiliki dasar yang jelas.
 
“Saya sebenarnya tidak mengerti kartelnya di mana. Saya tidak tahu kartel yang dimaksud KPPU itu kartel pembelian garam petani,atau kartel penjualannya, saya kurang mengerti,” ujar Arthur kepada medcom.id, Kamis 3 September 2015.
 
Menjerat Begal Garam
 
Sudah dua tahun berlalu. Hingga pada pertengahan 2017 ini, di mana kembali muncul kisruh kelangkaan garam, langkah penyelidikan terhadap kartel ini belum juga rampung di KPPU.
 
Pantauan medcom.id di situs resmi KPPU, kasus dugaan kartel impor garam belum ada dalam daftar perkara berjalan. Ada apa?
 
"Masih dalam proses penerbitan (daftar perkara berjalan)" jawab Syarkawi saat kami tanyai via telepon,Jumat 11 Agustus 2017.
 
Namun, ia menambahkan, yang pasti kecurigaan kartel impor garam itu masih ada pada KPPU. Kendalanya hanya pengumpulan alat bukti.
 
Meski enggan menegaskan nama-nama perusahaan yang dicurigai KPPU sebagai kartel impor garam, namun Syarkawi mengatakan penyelidikan terhadap pelakunya belum banyak berubah. "Masih yang itu-itu saja. Basis informasinya didapat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)," katanya.
 
Lantas, bila perkara itu berhasil dijalankan dan terbukti ada pelanggaran, apakah akan berakhir seperti kasus kartel 2006 silam –dengan hukuman berupa teguran?
 
Kali ini Syarkawi berjanji, bila terbukti secara sah dan meyakinkan, perusahaan pelaku kartel impor ini akan dihukum denda dan rekomendasi pencabutan izin.
 
Keberanian menghukum itu muncul karena pemerintahan saat ini sudah lebih berani. Komitmennya, kalau ada perusahaan yang terlibat perkara, izin perusahaan yang bersangkutan akan dipertimbangkan dan bisa saja dicabut.
 
"Saya lihat saat ini Menteri Perdagangan juga keras ya. Sudah tegas," tandas Syarkawi.
 
Kini, publik menunggu babak selanjutnya dari kisah tentang kartel garam di negeri ini. Apakah kelak mereka ditangkap dan diadili di negeri ini? Semoga saja begitu. Karena, upaya swasembada garam akan percuma bila masih ada kejahatan dalam tata kelolanya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan