Nenek moyangku seorang pelaut
Gemar mengarung luas samudra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa
Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda berani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai
medcom.id: Itulah bait lagu anak nusantara yang menggambarkan bahwa Indonesia sejak dahulu kala memiliki sejarah kejayaan di laut dan tradisi maritim. Generasi terdahulu bangga mengarungi luasnya samudera, darah pelaut pun sudah mendarah daging sejak zaman nenek moyang.
Beberapa teori sejarah menyebutkan nenek moyang Indonesia sendiri berasal dari Asia Tengah, dan bergerak menuju daerah kepulauan Indonesia 2.000 SM sampai 500 SM. Pergerakan ini menggunakan perahu-perahu untuk melarikan diri dari bencana dan perang yang terjadi pada masa-masa itu. Pada zaman kerajaan, perdagangan laut pun menjadi andalan. Perdagangan dan pelayaran sejak Kerajaan Kutai sudah sangat berkembang. Puncak dominasi laut Nusantara ada saat kerajaan Sriwijaya berjaya pada abad ke-7 sampai abad ke-11.
Dengan kekuatan armada angkatan dan perdagangan laut yang dimilikinya, Sriwijaya berhasil mengendalikan lautan di sekitar pulau Sumatera dan Jawa hingga ke wilayah Malaysia dan Kamboja yang saat ini.
Kejayaan maritim Sriwijaya bahkan membuatnya menjadi salah satu kerajaan yang diperhitungkan oleh dunia. Sriwijaya semakin makmur karena berhasil menguasai jalur laut yang melintas selat malaka. Bahkan jalur pelayaran Sriwijaya ini terhubung dengan jalur Sutera dan jalur pedagang Arab.
“Kita selalu dengar, Siapa yang menguasai laut akan menguasai dunia,” kata Direktur Jenderal Perhubungan laut Kapten Bobby R Mamahit saat berbincang dengan medcom.id, Selasa (14/10/2015).
Kejayaan Sriwijaya ini diikuti oleh Majapahit dan kerajaan lain setelahnya. Tumbuh dan runtuhnya kerajaan, selalu tidak membuat mereka melupakan pentingnya menguasai maritim.
Kolonialisme dan maritim Indonesia
Selama hampir satu milenium kerajaan di Nusantara berjaya karena laut. Namun sekitar abad ke-15, bangsa Eropa mencoba menguasai kawasan nusantara karena besarnya potensi alam yang ada.
Ekspansi dilakukan pertama kali oleh bangsa Portugis yang juga menjadi salah satu kerajaan yang besar karena kemampuan maritimnya. Portugis kemudian berhasil menguasai Malaka sebagai salah satu pelabuhan penting pada tahun 1512.
Persaingan antar kerajaan untuk menguasai dominasi laut pun terjadi. Portugis kemudian ambil bagian ke dalam konflik antara kerajaan ini dengan membuat perjanjian dengan Kerajaan Sunda pada 1522. Kerajaan Sunda menggandeng Portugis untuk dapat bersaing melawan Kesultanan Demak yang telah menguasai pelabuhan-pelabuhan di utara pulau Jawa.
Namun Portugis gagal menguasai pulau Jawa karena Kesultanan Demak mengambil alih Sunda Kelapa, sebagai pelabuhan utama rempah di Hindia Timur, yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda pada 1527. Akhirnya Portugis pun beralih ke timur nusantara.
Ketika kerajaan lain bergantung kepada armada angkatan laut dan dagang yang dimiliki negara, Belanda berhasil menjadi mengusai maritim lewat perusahan dagang Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau VoC). Perusahaan ini didirikan pada 1602 setelah salah satu calon pemegang saham di perusahaan ini mengirim kapal eksplorasi pada 1595.
Setelah beberapa kali melakukan upaya eksplorasi dan perdagangan rempah dengan untung berkali lipat, perusahaan ini dan kerajaan Belanda melihat besarnya potensi Hindia Timur. Mereka pun berusaha bersaing dengan memotong jalur logistik dan mematikan pesaingnya dengan menggunakan armada laut.
Persaingan dengan Portugis dan Inggris pun dimenangkan oleh VoC yang diberi hak memiliki militer dan bernegosiasi dengan negara lain. Dengan berbagai intrik dan konflik dengan negara pesaingnya, VoC berhasil mendominasi kawasan Nusantara dan menjadi perusahaan terbesar di dunia dengan 4.785 kapal yang dimilikinya.
Selama hampir dua abad, VoC menguasai perdagangan asia lewat armada laut yang dimilinya. Namun kemudian secara resmi dibubarkan pada 1800 karena bangkrut dan perang antara Belanda dan Perancis.
Belanda pun membentuk dewan khusus untuk mengelola daerah jajahannya dan menguasai Nusantara yang diberi nama Hindia Belanda.
Era kemerdekaan hingga berjaya
Indonesia merdeka dan berusahaa memanfaatkan keuntungan geografis yang dimilikinya. Posisi silang Indonesia yang diapit oleh samudera Pasifik dan Hindia, serta diapit benua Asia dan Australia, membuat Indonesia memiliki .
Semangat negara maritim ini dituangkan pendiri Republik Indonesia di dalam Pancasila dan UUD 1945. Pemerintahan Soekarno pun berusaha membuat Indonesia sebagai poros maritim. Banyak perusahaan pelayaran Indonesia pun tumbuh. Salah satunya yakni Jakarta Lloyd yang didirikan oleh beberapa orang TNI dari angkatan laut pada 1950.
"Jadi sebenarnya konsep poros maritim itu sudah berusaha dibuat sejak zaman Presiden Soekarno," kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI TB Hassanudin saat berbincang dengan medcom.id.
Pemerintah juga berusaha menutup "lubang" di laut antar pulau dengan memperjuangkan konsep negara kepulauan dengan mengeluarkan deklarasi Juanda. Berdasarkan hukum laut yang berlaku saat itu, batas teritorial diukur dari garis pantai dan menyebabkan ada laut bebas di antara pulau-pulau Indonesia
Indonesia terus mengupayakan konsep negara kepulauan diterima negara lain dan menggunakan patokan pantai terluar sebagai titik ukur batas teritorial. Konsep ini pun disetujui dalam PBB lewat UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB) 1982 yang diratifikasi dalam UU 17 tahun 1985. Akhirnya luas laut Indonesia bertambah hingga 2,5 kali.
Industri maritim Indonesia pun semakin menggeliat. Beberapa perusahaan pelayaran niaga bermunculan dan semakin makmur. Selain menguasai perniagaan di laut Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta km2, industri maritim Indonesia juga berhasil menembus pasar dunia.
"Para era saya masih berlayar tahun 80an, Indonesia bisa dibilang menguasai ASEAN," kata Bobby.
Kapal berbendera Indonesia pun bisa ditemui hampir di seluruh pelabuhan negara Asia Tenggara.
Kemunduran industri maritim Indonesia
Pemerintah Soeharto membuat sebuah 'blunder' dengan mengeluarkan kebijakan membesituakan (scrapping) kapal berusia di atas 25 tahun. Kebijakan ini membuat kapal Indonesia terpaksa dipensiunkan.
Kebijakan yang menampar keras perusahaan pelayaran ini pun akhirnya membuat industri maritim Indonesia semakin mundur. Cita-cita membuat poros maritim ini pun jadi semakin jauh dari kenyataan.
"Scrapping kapal membuat kita kekurangan kapal," tutur Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto saat berdiskusi dengan medcom.id, Selasa, 13 Oktober 2015.
Hal ini juga diakui oleh Bobby yang sempat merasakan langsung dampak kebijakan ini kepada industri maritim Indonesia. "Itu tidak bisa dipungkiri," ungkap dia.
Karena kekurangan kapal, perusahaan pelayaran asing pun menyasar kekosongan ini. Akibatnya pelayaran asing mendominasi industri maritim Indonesia. Pada tahun 1995 misalnya, jumlah kapal asing mencapai 6.397 unit sedangkan kapal nasional hanya 5.050 unit.
Bahkan sebelum asas cabotage dikeluarkan pada 2005, 46 perse angkutan domestik dan 96 persen ekspor-impor dikuasai asing.
"Sejak diterapkan, asas sabotage memberi dampak positif kepada pelayaran nasional," tutur Carmelita.
Namun kebijakan yang tidak konsisten antar rezim membuat pengusaha pemilik kapal dan industri maritim masih sulit berkembang. Komunikasi antar kementerian terkait pun tidak lancar dan menyebabkan industri maritim tak dapat berlari.
Namun dengan naiknya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengusung semangat menjadikan Indonesia poros maritim dunia, membawa angin segar bagi industri ini.
"Kami menyambut baik saat Presiden Jokowi menyatakan akan menjadikan laut sebagai pendorong utama ekonomi nasional," pungkas Carmelita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News