Seorang pria melintas di depan salah satu dealer Ford di Jakarta. (foto: AP/Achmad Ibrahim)
Seorang pria melintas di depan salah satu dealer Ford di Jakarta. (foto: AP/Achmad Ibrahim)

Langkah Hengkang Ford

Medcom Files langkah hengkang ford
Mohammad Adam • 01 Februari 2016 21:40
medcom.id, Jakarta: Pengumuman Ford Motor Company perihal penghentian operasi bisnisnya di Indonesia dan Jepang menjadi kabar yang mengejutkan. Karena langkah mundur perusahaan besutan Henry Ford ini mencakup penutupan seluruh dealer di Tanah Air dan Negeri Sakura.
 
Presiden Ford Motor Asia Pasifik Dave Schoch dalam keterangan tertulisnya, Senin 25 Januari 2016, menyatakan tidak ada lagi peluang untuk menghasilkan keuntungan di Indonesia dan Jepang. Ini sekaligus menjelaskan alasan penghentian semua operasi bisnis Ford di dua negara tersebut.
 
Kabar ini mengingatkan kepada General Motor yang pertengahan tahun lalu memutuskan menutup kegiatan produksi Chevrolet di Indonesia. Namun demikian jaringan GMI yang ada masih terus melakukan penjualan dan layanan purna jual.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
PT Ford Motor Indonesia (FMI) menegaskan penutupan perusahaan dilakukan pada paruh kedua tahun 2016. Faktor penyebabnya adalah angka penjualan yang tak pernah memuaskan terjadi setiap tahun. Data wholesales Gaikindo 2015 menunjukkan pada tahun lalu FMI hanya punya pangsa pasar 0,6 persen saja dengan penjualan 6.066 unit, atau turun dari capaian tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 pangsa pasar FMI satu persen dengan penjualan menembus angka 11.556 unit. Faktor pelambatan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2015 menjadi kambing hitam atas kegagalan FMI meningkatkan penjualan. Kondisi ekonomi yang sedang tak bergairah, memang mudah disalahkan atas kelesuan bisnis. Tapi, kondisi ini bukan hanya diderita FMI saja. Semua APM atau perusahaan sejenisnya pun merasakan hal yang sama.
 
Kondisi serupa pun dialami General Motor Indonesia yang menjual Chevrolet. Tahun 2015 lalu General Motor Indonesia hanya dapat pangsa pasar 0,5 persen (4.879 unit), lebih buruk dari Ford.
 
Ford sepertinya tak percaya diri menghadapi persaingan yang diprediksi bakal lebih ketat pada tahun 2016. Padahal brand mereka tidak terlalu jelek, bahkan sudah ada penggemar loyalnya sendiri. Beberapa produk Ford juga ada yang diminati. Antara lain model Ecosport, Fiesta yang banyak digunakan. Belum lagi Ranger dan Everest yang digunakan untuk pertambangan hingga korporasi pemerintah.
 
Perihal angkat kaki Ford dari Indonesia bukan kali pertama, secara bisnis Ford sudah ada di Indonesia sejak 1989 di bawah bendera Indonesia Republic Motor Company (IRMC). Namun daya saing membuat mereka hengkang hingga akhirnya kembali pada Juli 2000 di bawah bendera FMI.
 
Sepanjang perjalanan tersebut, FMI cukup mendapatkan sambutan yang baik, terlebih dengan kehadiran Ranger dan Everest. Disusul pula dengan produk menarik lain seperti Fiesta, Escape, Focus hingga Ecosport. Mungkin cerita bisa lain jika Ford punya pabrik di sini, pasalnya tahun 1997 mereka bersiap tanamkan modal hingga US$500 juta di Indonesia. Namun, krisis ekonomi serta kondisi politik yang tidak stabil diwaktu itu, membuat Ford mengalihkan investasinya ke Thailand.
 
Alhasil, Ford tumbuh subur di sana dengan investasi yang terus berkembang, seperti menjadi basis bagi produk-produk SUV dan Double Cabinnya. Produk Ford yang ada di Indonesia pun didatangkan dari sana.
 
Langkah Ford untuk hengkang dari Indonesia ini amat menarik untuk dicermati. Sebab, kegiatan industri Amerika Serikat kini sedang tergopoh-gopoh menyambut kebangkitannya kembali. Laporan Federal Reserve menunjukkan output manufaktur AS mencatat kenaikan terbesar dalam kurun setahun terakhir seiring peningkatan produksi di seluruh sektor, menandakan dasar perekonomian yang kuat.
 
Pertumbuhan ekonomi AS mengalami peningkatan yang meyakinkan sepanjang 2015. Laporan tentang produksi pabrik, rekrutmen tenaga kerja, serta penjualan ritel yang amat optimis menunjukkan bahwa perekonomian AS kini begitu kokoh. Ya, ini momentum pemulihan ekonomi AS setelah didera krisis keuangan hebat yang pada 2008 lalu.
 
AS tetap menjadi titik terang di tengah masalah yang dihadapi ekonomi global. Antara lain dengan situasi Tiongkok dan zona euro yang pertumbuhannya telah melambat. Jepang pun tergelicir kembali ke dalam resesi.
 
Kenaikan output manufaktur AS ditandai dengan lonjakan 5,1 persen dalam produksi mobil pada November 2014 setelah tiga bulan berturut-turut menurun. Ada juga keuntungan yang solid dalam produksi mesin, pakaian dan kulit, serta minyak bumi dan batubara. Gabungan penguatan dan keuntungan manfaktur ini mengangkat produksi industri secara keseluruhan sebesar 1,3 persen pada November, kenaikan terbesar sejak Mei 2010.
 
Kehadiran Presiden AS Barack Obama pada pembukaan ajang pameran bergengsi seperti North American International Auto Show 2016 atau Detroit Auto Show (2016) juga mengangkat sentimen positif. Laman web CBC bahkan menyebut dalam pemberitaannya bahwa kunjungan ini melambangkan kebangkitan industri otomotif AS.
 
Obama sebelumnya memang sangat menaruh perhatian pada industri otomotif saat krisis ekonomi terjadi. Program yang dilakukan Obama untuk mendukung penyelamatan industri ini akhirnya menunjukkan hasilnya pada tahun 2015, transaksi otomotif di Amerika Serikat mencapai 17,5 juta dolar Amerika Serikat atau berkisar Rp243 miliar.
 
Nah, ketika sektor otomotif AS sedang menggeliat, langkah Ford yang menyerah menghadapi persaingan di Indonesia dan Jepang ini menjadi semacam anomali yang membutuhkan penafsiran tersendiri.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan