medcom.id, Jakarta: Indonesia Halal Watch sebagai salah satu lembaga advokasi produk halal mengimbau agar pelaku usaha melakukan sertifikasi produk-produknya. Hal ini dikarenakan, banyak konsumen muslim yang ragu atas kehalalan produk-produk yang beredar di pasar.
Direktur Eksekutif Halal Watch, Ikhsan Abdullah, menyebutkan bahwa ketentuan untuk mensertifikasi produk halal ini didasarkan pada empat landasan hukum. Pertama, pedoman kitab suci alquran yang tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 168 dan An-Nahl ayat 114. Kedua, UUD 1945 Pasal 29 ayat 2. Ketiga, UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Ikhsan menjelaskan, fungsi lembaga advokasi halal adalah sebagai penghubung masyarakat konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam implementasi UU Nomor 33 Tahun 2014 Jaminan Produk Halal (JPH). Mengingat, tahun 2018 adalah berakhirnya masa penyesuaian terhadap UU JPH. Maka dari itu, pelaku usaha wajib melakukan sertifikasi halal terhadap produknya sebelum dipasarkan.
“Indonesia Halal Watch didirikan didirikan pada tanggal 23 Januari 2013, sebagai partisipasi masyarakat dalam rangka mengawal implementasi UU JPH,” ujar Ikhsan di Jakarta, Kamis (9/7/2015).
Dalam UU JPH Pasal 53, ia menjelaskan, mengatur mengenai peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jaminan produk halal. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan JPH. Peran serta tersebut dapat berupa sosialisasi mengenai JPH dan mengawasi produk-produk halal yang beredar. Selain itu, masyarakat juga dituntut aktif dalam melakukan pengaduan atau pelaporan terkait produk-produk ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
"Saat ini Indonesia Halal Watch sedang melakukan persuasi agar pelaku usaha melakukan sertifikasi dan kami meyakinkan bahwa setelah memperoleh sertifikasi halal, maka omset penjualannya akan meroket dahsyat, karena konsumen muslim yang saat ini ragu atas kehalalannya akan menjadi yakin," kata Ikhsan.
Selain itu, lembaga independen ini juga melakukan advokasi kepada pelaku usaha untuk melakukan labelisasi produk, mediasi pelaku usaha dan konsumen, memberikan penerangan mengenai pengertian halal, melakukan sosialisasi mengenai JPH, mengawasi produk halal yang beredar dan mengurus sertifikasi halal apabila ada produsen yang memakai sertifikat halal palsu atau tidak berlaku lagi.
"Demikian pula pelaku usaha yang produknya menggunakan bahan haram, wajib mencantumkan label haram. Inilah wujud negara menjamin warga negara sesuai konstitusi," imbuh Ikhsan.
Nantinya apabila ada informasi pengaduan masyarakat, Indonesia Halal Watch akan menemui pelaku usaha untuk mengklarifikasi langsung. Setelah itu akan dilakukan uji sampel produk dengan teknologi procine detector kit ke LPPOM MUI. Apabila ditemukan kejanggalan, seperti memakai logo sertifikasi halal palsu dan kedaluwarsa, Halal watch akan meminta pelaku usaha mencabut label halal sementara dari produknya.
Setelah itu, pelaku usaha diberikan penjelasan untuk mengajukan sertifikasi sendiri atau meminta didampingi. Apabila nantinya ada pelaku usaha yang tidak koperatif, Indonesia Halal Watch berkewajiban mengingatkan dengan memberikan teguran sampai melakukan upaya hukum.
Menurut Ikhsan, setelah disahkannya UU JPH, maka negara wajib hadir dalam jaminan dan kepastian kehalalan serta keharaman suatu produk sehingga nantinya akan terlihat jelas.
Ikhsan juga menambahkan, lembaganya menolak keras tindakan sweeping, penggerebekan, dan ekspos yang dilakukan oleh pemerintah kepada pelaku usaha yang diduga menggunakan bahan baku yang bukan diperuntukkan makanan.
Ia menilai, seharusnya mereka dibina dan diberikan insentif supaya pelaku usaha tersebut beralih menggunakan bahan subtitusi yang diperkenankan untuk proses produksi.
"Karena pelaku usaha adalah warga negara yang haruss dijamin dan memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai konstitusi," kata Ikhsan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News