Kelangkaan garam terjadi di sejumlah pusat perdagangan sembako. (ANTARA/Muhammad Iqbal)
Kelangkaan garam terjadi di sejumlah pusat perdagangan sembako. (ANTARA/Muhammad Iqbal)

Bikin Geram Kartel Garam

Medcom Files telusur kartel impor garam
Coki Lubis • 15 Agustus 2017 05:30
medcom.id, Jakarta: Telepon genggam milik Fadel Muhammad berdering pada petang itu, sekira pukul 16.00 WIB. Ia melihat pada layar ponsel, ternyata Sudi Silalahi yang menghubunginya. Hari itu, Selasa 18 Oktober 2011, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono memang akan mengumumkan susunan baru pejabat menteri pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II melalui jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta.
 
Fadel mengenal Sudi sebagai sosok yang sering digambarkan seperti tangan kanan SBY. Setidaknya jabatan Menteri Sekretatis Negara yang diemban Sudi menjadi fakta betapa ia merupakan orang kepercayaan Presiden RI ke-6 tersebut. Maka, jika sore itu Sudi meneleponnya, Fadel tahu ada suatu hal penting yang hendak disampaikan kepadanya terkait isu reshuffle kabinet.
 
Karena itu, ia pun segera menjawab panggilan telepon dari salah satu orang dekat SBY itu. Ternyata benar, ada kabar penting. Ia diberitahu bahwa posisinya di kabinet tak dicopot atau diganti, yakni tetap sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Cukup lega mendengarnya. Fadel masih menunggu dengan santai tayangan berita tentang perombakan kabinet tersebut yang akan disiarkan langsung di saluran televisi. Selang empat jam, menjelang pukul 20.00 WIB, Sudi kembali menghubungi Fadel. Mantan Gubernur Gorontalo itu mengangkat kembali ponselnya. Seperti orang terburu-buru, Sudi mengabarkan bahwa nama Fadel tidak masuk dalam daftar menteri kabinet. Setelah itu, yang didengarnya cuma nada sambungan terputus. Tanpa menjelaskan alasannya, Sudi langsung menutup perbincangan via telepon itu.
 
Sekitar sepuluh menit kemudian, SBY dalam jumpa pers membeberkan secara resmi keputusannnya memasukkan sejumlah wajah baru di kabinet. Antara lain, Fadel termasuk yang terpental dari pos Kementerian Kelautan dan Perikanan, digantikan oleh Sharif Cicip Sutardjo.
 
Bisik-bisik yang mempertanyakan kenapa Fadel tersingkir pun bergulir serta meramaikan topik pemberitaan sejumlah media massa pada keesokan harinya. Apalagi, laporan Ketua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) tak menyebutkan ada 'nilai merah' dalam rapor kinerja Fadel.
 
Dalam keterangannya, Sudi menampik kesan penguasa kejam berkenaan dengan isu Fadel terjungkal dari kedudukannya. “Tidak ada penzaliman itu, (proses pencopotannya) sangat rasional. Presiden juga punya hak konstitusional dalam mengangkat dan memberhentikan menteri,” ucap Sudi kepada media,Jumat 21 Oktober 2011.
 
Menurut Sudi, SBY punya pertimbangan terkait menteri yang digeser atau dilengserkan. “Memang mempunyai masalah,” kata Sudi.
 
Sudi bahkan mengungkapkan, saat ia memberitahu hal itu Fadel pun legowo dan menghormati keputusan Presiden SBY.
 
Namun, apa sebenarnya masalah Fadel?
 
Bikin Geram Kartel Garam
FOTO: Fadel Muhammad (MI/Susanto)
 

 

Dalam hal ini, Fadel menduga masalahnya terkait aksinya yang terang-terangan menghadang arus garam impor. Kisahnya berawal pada 15 Juli 2011, ketika PT BBP selaku importir mendatangkan garam asal India sebanyak 8 ribu ton yang kemudian disimpannya di dua gudang.
 
Kuota impornya tidak banyak, tapi yang membuat Fadel terkejut adalah saat mendapati timbunan garam di gudang milik PT BBP di Pamekasan, Madura. "Ini ternyata juga pemain besarnya," ujar Fadel kepada medcom.id saat menyambangi kediamannya di Jakarta, pada Sabtu malam 5 Agustus 2017.
 
Ia menuturkan, ada kejanggalan saat mengecek gudang yang tertutup dan tidak ada penjaga seorang pun itu. "Saya suruh bongkar, Kapolresnya tidak mengizinkan. Aneh. Saya pun langsung telepon Kapolri. Akhirnya diizinkan. Isinya penuh, ada lebih dari 20ribu ton garam," kata Fadel.
 
Lalu pada 27 Juli 2011, garam diimpor lagi sebanyak hampir 30 ribu ton dari India. Pengimpornya adalah PT GSA. Fadel jelas naik pitam terhadap impor garam yang menyalahi aturan tersebut.
 
Peraturan Menteri Perdagangan telah jelas menyatakan bahwa satu bulan sebelum dan dua bulan sesudah panen raya tidak diperkenankan impor garam. Periode proteksi terhadap garam produksi nasional ini ditetapkan hingga batas akhir 31 Juli 2011.
 
Bila garam diimpor di masa panen, stok dan suplai di pasar jadi berlimpah. Sementara dari sisi permintaan kecenderungannya relatif tidak bertambah. Walhasil, harga jual garam anjlok. Petambak garam yang paling terpukul dengan kenyataan ini. Alih-alih mereka menikmati keuntungan dalam masa panen, malah menderita kerugian. Karena pendapatan dari hasil penjualan garam lebih sedikit dibanding ongkos produksi yang telah dikeluarkan.
 
Pada kesempatan lain sebulan berikutnya, Fadel lagi-lagi dibuat keki dengan ulah perusahaan pengimpor, kali ini PT P, yang memasukkan garam asal India sebanyak 14 ribu ton.
 
“Sesendok garam itu asin, tetapi manis kalau sekapal,” kata Fadel menanggapi gelagat curang para importir tersebut.
 
Bikin Geram Kartel Garam
FOTO: Fadel Muhammad mencicipi garam, saat bertemu dengan petani garam, di tambak Garam Desa Lembung, Galis, Pamekasan, Madura, Jatim, Jumat (16/9/2011). Selain meninjau pengolahan garam di kabupaten itu,Fadel juga melakukan sidak dan menemukan penimbunan garam impor asal India sebanyak 21 ribu ton di gudang milik PT BBP. (ANTARA/Saiful Bahri
).
 
Curang
 
Pemufakatan untuk melakukan kecurangan atau kolusi dalam suatu industri kerap terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, di mana terdapat sejumlah kecil penjual dengan jenis produk yang homogen. Biasanya, kolusi yang muncul dalam situasi seperti itu adalah beberapa perusahaan yang bersaing justru memutuskan bekerja sama untuk kepentingan mereka bersama.
 
Nah, kartel merupakan kasus khusus dari kecurangan yang berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi terselubung.
 
Fadel menjelaskan, kala itu ada enam perusahaan yang diketahuinya mendapat jatah impor garam. Beberapa di antaranya perusahaan-perusahaan yang tadi disebutkan. Semuanya juga sudah sejak lama menjadi pengimpor garam. "Cuma mereka-mereka saja yang main. Di luar negeri jaringannya juga kuat sekali," katanya.
 
Keuntungan dari permainan impor garam memang fantastis. Mereka memanfaatkan selisih harga garam yang lebih murah dari negara lain. Misalnya, harga pasar dalam negeri di kisaran Rp4.000 per kilogram, para importir membelinya dari India sekitar Rp1.000 per kilogram. Bahkan boleh jadi kurang dari itu. "Kalau borong ribuan ton, bisa lebih murah harga belinya kan? Bayangkan, bisa ratusan miliar untungnya," kata Fadel.
 
Impor ini diduga bagian dari sepak terjang kelompok kartel yang sudah punya pengalaman panjang di Indonesia. Menurut Fadel, masing-masing anggota kelompok ini kerap diasosiasikan dengan julukan mafia kartel garam. "Yang selama ini disebut mafia, ya mereka," kata Fadel.
 
Demi mengamankan bisnisnya, para pengusaha itu tak segan menyuap. Tak jarang yang tergiur, sehingga banyak yang tutup mulut mengenai aksi curang mereka. Termasuk di dalamnya antara lain merancang kelangkaan barang di pasar, membuat data ketiidakseimbangan permintaan dan penawaran suatu komoditas, mendorong kebijakan importasi, bahkan pembebasan bea impor.
 
"Mereka-mereka (pejabat) yang doyan komisi-komisian itu pasti mengamankannya," kata Fadel.
 
Pertanyaan besarnya, mengapa mereka sulit disentuh hukum? Apakah para penegak hukum takut mengungkapnya?
 
Menurut Fadel, mereka bukanlah kebal hukum. Tapi, mereka memanfaatkan celah hukum dan peraturan-peraturan yang ada untuk mendukung kegiatan mereka. Karena itulah mereka membangun kartel. Artinya, mereka menyiasati hukum dalam kerja sama secara rahasia dengan maksud yang tidak terpuji.
 
Pengertian kartel merujuk pada persekongkolan sekelompok pengusaha yang bersepakat menetapkan harga komoditas tertentu untuk menekan suplai dan kompetisi.
Kartel dilakukan oleh pelaku usaha dalam rangka upaya mencengkeram dominasi pasar. Tujuannya, mereka bisa lebih mudah mengendalikan harga produk dengan membatasi ketersediaan barang di pasar. Berdasarkan hukum anti monopoli, kartel dilarang di hampir semua negara.
 
Indonesia punya instrumen Undang-Undang Anti Monopoli (UU Nomor 5 Tahun 1999) untuk menjerat pelaku usaha yang terlibat praktik kartel. Meski begitu, penegakan hukum terhadap permainan kartel tidak pernah menjadi pekerjaan yang segampang membalikkan telapak tangan.
 
Komisi Pengawas Persaingan Usaha selaku lembaga yang dibentuk pemerintah untuk menertibkan serta memelihara iklim bisnis yang kondusif sesuai pelaksanaan UU Anti Monopoli, dalam laporan tahunannya mengakui bahwa perlu berbagi peran dalam memberantas kartel. Tak bisa sendirian, harus secara bersama-sama. Seluruh lapisan mulai dari instansi pemerintah, pihak swasta, hingga organisasi kemasyarakatan diminta ikut terlibat melawan kartel.
 
Apalagi, memerlukan waktu bertahun-tahun bagi KPPU untuk menyelidiki suatu kasus berindikasi kartel. Ini jelas menandakan persaingan curang dalam bentuk kartel termasuk perkara yang sulit dibuktikan.
 
KPPU pernah membongkar permainan kartel yang memasok bahan baku garam di Sumatera Utara pada tahun 2005. Pelakunya hanya beberapa perusahaan atau pengusaha. Hingga kini, KPPU masih melakukan pengawasan ketat agar kartel jenis ini tidak terjadi lagi.
 
Bikin Geram Kartel Garam
 
Rekayasa
 
Lebih jauh, menurut Fadel, data statistik pun bisa direkayasa untuk kepentingan bisnis kartel impor. Biasanya dilakukan dengan meminta lembaga tertentu menaikkan data kebutuhan industri dan konsumsi rumah tangga. Misalnya, yang seharusnya tingkat permintaan hanya sekian ribu ton per bulan dinaikkan menjadi sekian puluh ribu ton per bulan.
 
Selanjutnya, para pemainnya menahan persediaan barang untuk didistribusikan ke pasar untuk memicu isu kelangkaan. Setelah terjadi kenaikan harga yang dikeluhkan konsumen, sejumlah pihak akan mengusulkan agar perlu pasokan tambahan untuk menstabilkannya. Dalam situasi ini, akan lebih mudah mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan impor.
 
Kemudian ketika pemerintah ambil keputusan impor, jatah kuotanya bisa dijadikan bancakan lagi oleh perusahaan importir. Begitu seterusnya.
 
Kenyataanya di lapangan, garam yang diimpor pun tidak semua diserap oleh industri. Banyak yang dirembeskan ke pasar menjadi garam konsumsi. Para pemainnya tinggal menikmati disparitas harga pasar.
 
Fadel mengaku saat menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dulu ia selalu menolak segala bujukan untuk turut menikmati permainan kartel ini. Pernah ada yang berusaha menyuapnya dengan uang.
 
“Saya diancam tidak pernah. Tapi dikasih duit. Saya marah dan saya kembalikan,” katanya.
 
Makanya, Fadel kemudian jadi mengetahui seluk beluk kartel tersebut. Tapi, alih-alih bungkam, Fadel malah terkesan berisik menentang perilaku kartel tersebut yang dapat mengancam industri garam nasional. Kenyataannya, jumlah petani garam lokal terus berkurang. Fakta ini disebut berkaitan dengan kerugian yang selalu dialami petani garam setiap masa panen. Tak heran apabila produksi garam nasional juga turut menyusut dalam sepuluh tahun terakhir.
 
Pemerintah menghadapi tantangan yang kompleks di sektor pertanian garam. Selain harus mampu meningkatkan produksi dalam rangka menjaga ketahanan dan keamanan pangan, pemerintah sebenarnya juga punya kewajiban meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani garam.
 
Selama ini, Fadel menilai kebijakan pemerintah di sektor pertanian garam lebih banyak memprioritaskan pada aspek produksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal. Adapun urusan kesejahteraan dan kebutuhan petani kerap terpinggirkan.
 
Padahal, jika mengetahui data sebenarnya, termasuk besarnya produksi garam lokal, jebakan para kartel tak bakal mempan terhadap pemerintah. “Coba lihat di Madura, banyak sekali, kelas handal. Belum lagi daerah lain. Produksinya besar. Tidak perlu impor,” kata Fadel.
 
Begitupula ketentuan produksi garam dengan kadar Natrium Klorida (NaCl) di atas 97 persen. Kebutuhan sebagian besar kalangan industri untuk bahan baku garam dengan kadar NaCl tersebut tak bisa dipenuhi oleh produksi garam di dalam negeri.
 
Belakangan, diatur pula dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125/M-Dag/PER/12/2015 tentang Impor Garam. Aturan ini mengharuskan garam konsumsi berkadar NaCl minimal 94,7 persen. Sementara garam sebagai bahan penolong industri butuh kadar NaCl minimal 97 persen.
 
Fadel tidak masalah dengan itu. Tapi, yang sempat membuatnya geram adalah tatkala Kemenperin dan Kemendag begitu mudahnya mengambil solusi impor ketimbang membuat kebijakan politik pangan yang pro produsen dalam negeri. “Garam lokal dibilang berkualitas jelek. Seolah kita tidak bisa memproduksi garam berkadar NaCl di atas 97 persen,” ujarnya.
 
Padahal, ia melanjutkan, petambak garam domestik mampu membuat garam dengan kadar NaCl lebih dari 97 persen. "Itu kan gampang. NaCl 97 persen, tinggal dikeringkan saja. Kita bisa, tidak ada masalah. Ada kok buktinya."
 
Terlebih persoalan perubahan cuaca yang esktrem dijadikan alasan untuk memuluskan akal-akalan permainan impor. Sebab, Fadel meyakini hujan tidak terlalu menjadi masalah bagi petambak garam lokal.
 
"Kalaupun hujan berkepanjangan, mereka (petambak garam) biasa pakai terpal, dan lain-lain. Mereka tahu semua kok. Petambak kita pintar-pintar," ujar Fadel.
 
Apalagi, masyarakat Indonesia memproduksi garam bukan baru kemarin. Tapi, ini sudah jadi tradisi selama ratusan tahun.
 
Beberapa kali pula sewaktu menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan itu Fadel mempromosikan produksi garam rakyat lewat isu pemberitaan. Tujuannya, ingin membuktikan bahwa negeri ini bisa memproduksi garam dengan cepat, banyak, juga berkualitas.
 
Pun dalam program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) di era Fadel, KKP sudah mengembangkan zat tambahan untuk mempercepat kristalisasi garam. Itu berhasil.
 
“Jadi, saya ingin sampaikan, kita ini sering dikalahkan oleh mafia impor ini. Tidak bisa dibiarkan. Kita harus beranikan diri tidak boleh impor. Fokus pemberdayaan garam rakyat!,” katanya.
 
Segelintir pengusaha yang terlibat kartel impor ini, menurut Fadel, menjadi mapan dengan mengendalikan pihak-pihak yang mau mendukung permainan mereka. “Siapapun bisa dikontrol mereka, yang tidak mau dikontrol ya tergeser," kata dia.
 
Tetapi, yang menarik untuk disoroti adalah pada tahun 2012, setahun setelah Fadel tidak memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan, impor garam berlangsung dua tahap ditengah anomali kemampuan produksi domestik mencapai 2 juta ton atau lebih tinggi dari kebutuhan sekitar 1,4 juta ton.
 
Ujungnya, pada September 2012 harga garam petani kembali jatuh. Antara lain di sentra garam di Madura, harga garam kualitas II (KPII) hanya Rp250 per kilogram atau jauh lebih rendah dari harga patokan pemerintah yang Rp550 per kilogram. Harga garam KP I juga jauh di bawah dari harga patokan Rp750 per kilogram. Ini terjadi karena kalangan importir garam masih memiliki banyak stok garam.
 
Bikin Geram Kartel Garam
 
Aduan kepala daerah
 
Pada era pemerintahan Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo, figur pejabat yang agresif membela pemberdayaan produsen lokal kembali muncul. Yaitu ketika pada tahun 2015, Susi Pudjiastuti dalam kapasitasnya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan mengusulkan perubahan peraturan tentang impor garam yang diterbitkan menteri perdagangan. Ia menilai impor garam industri perlu dikurangi hingga 50 persen dari kuota yang ada.
 
Namun, belakangan ini muncul isu kelangkaan garam di sejumlah daerah. Sebagaimana diberitakan, problem ini akhirnya turut menyita perhatian pemerintah pusat.Tidak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi sampai angkat bicara mengenai masalah ini. Para menteri dan BUMN terkait diminta laporannya dalam kinerja program ketahanan pangan. Terutama, dalam hal ini upaya mewujudkan swasembada garam.
 
"Saya nanti akan cek langsung beberapa menteri dan BUMN terkait dengan garam. PT Garam misalnya, saya akan lihat. Kalau ada masalah pasokan, distribusi itu akan kita selesaikan," kata Jokowi di Jakarta, Kamis 27 Juli 2017.
 
Jokowi pun menjelaskan, ia telah menerima aduan dari banyak kepala daerah terkait kelangkaan garam. Kebetulan,pada hari itu, seluruh kepala daerah memang sedang berkumpul di Jakarta dalam rangka memenuhi undangan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi.
 
"Masalah garam memang disampaikan banyak oleh bupati, wali kota dan gubernur. Kita ingat bahwa hujan sekarang ini agak mundur sehingga produksi garam di petani juga suplainya agak turun," tutur Jokowi.
 
Kepala daerah juga mencemaskan masalah garam yang menjadi barang langka di pasar berimbas pada kenaikan harga konsumsi hingga lebih dari 200 persen. Untuk garam kotak yang biasanya dijual Rp4 ribu per bungkus, kini menjadi Rp10 ribu per bungkusnya. Sedangkan garam halus dari Rp5 ribu per bungkus menjadi Rp12 ribu per bungkus. Kenaikan harga itu disebabkan produsen kekurangan bahan baku dan bahkan gagal panen.
 
Tetapi, yang menarik adalah Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan dua pekan sebelum Rakornas itu pernah menyinggung tentang ekonomi rakyat Indonesia dikuasai oleh kekuatan kartel. Bahkan, ia menengarai ada kartel yang sedang berusaha melengserkan Susi dari jabatannya di pemerintahan.
 
"Bu Susi sekarang sedang mengalami serangan balik yang sangat kuat," kata Budi saat menjadi pembicara dalam Halaqah Nasional Alim Ulama se-Indonesia di Jakarta, Kamis, 13 Juli 2017.
 
"Kekuatan (kartel) ini yang bermain agar Ibu Susi diganti," imbuh pria yang akrab disapa BG itu.
 
Baca: Ada Kekuatan Kartel yang Ingin Gulingkan Susi
 
Dalam keterangan persnya pada Selasa 1 Agustus 2017, Susi pun menyebut kementeriannya berwenang mengawasi importasi garam sejak diberlakukannya UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya, dan Petambak Garam. Maka, ia juga tidak menepis anggapan adanya peran kartel garam yang terkait kelangkaan barang konsumsi rumah tangga tersebut belakangan ini.
 

Spekulasi pun di kalangan masyarakat pun berkembang. Topik ini menghangatkan perbincangan di media sosial. Pernyataan BG tersebut disangkut-paut dengan rencana reshuffle Kabinet Kerja yang akan dilakukan Jokowi untuk yang ketiga kalinya.
 
Saking santernya wacana itu di jagat maya, sebuah petisi bertajuk “Pertahankan Menteri Susi Pudjiastuti” muncul di situs Change.org sebagai upaya menggalang dukungan terhadap Susi. Petisi sudah mendapat dukungan lebih dari 500 penandatangan yang tak ingin Susi yang punya reputasi gencar menenggelamkan kapal pencuri ikan itu dicopot dari posisinya di Kabinet Kerja.
 
Mencermati fenomena tersebut, Fadel berharap Susi.tak menyerah menghadapi segala bentuk tekanan yang menimpanya. "Kita harus keras. Tetap pada jalur pemberdayaan garam rakyat. Itu syarat mutlak untuk meningkatkan produksi garam," kata Fadel.
 
Fadel bahkan mengapresiasi Susi yang menunjukkan keseriusannya memajukan kesejahteraan nelayan. Ia pun mengingatkan bahwa Susi tidak sendirian melawan kartel impor.
 
"Kalau musti ada yang bicara (terkait kartel), saya yang akan bicara. Itu bukan masalah, karena saya tidak takut," pungkas Fadel.
 
Bikin Geram Kartel Garam
FOTO: Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyimak pertanyaan anggota perlemen saat rapat kerja yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) perlindungan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam. (ANTARA/Puspa Perwitasari
)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan