medcom.id, Jakarta: Kekurangan rumah untuk rakyat menjadi sebuah permasalahan tersendiri. Pemerintah dan DPR pun sepakat pun untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (RUU Tapera) yang sudah lama tertunda.
RUU Tapera sebenarnya dirancang untuk menjamin pemenuhan rumah yang menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi manusia selain sandang dan pangan. RUU Tapera sendiri merujuk kepada UUD 1946 amandemen tegas menyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Hal ini kemudian semakin dipertegas dengan disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada tanggal 12 Januari 2011. Negara sebagai penanggungjawab penyelenggaraan perumahan semakin dipertegas. Pemerintah dan pemerintah daerah sebagai pembina kawasan perumahan juga semakin diperkuat.
Kehadiran aturan skema pembiayaan yang dapat memastikan hak masyarakat akan papan terpenuhi jadi semakin dibutuhkan. Apalagi UU 1/2011 secara tertulis menyatakan, “ketentuan mengenai tabungan perumahan diatur tersendiri dengan undang-undang.”
Kebutuhan skema lembaga dan aturan khusus ini tidak bisa dikesampingkan karena perumahan rakyat ini harus mampu menjamin dana jangka yang dapat efektif dikelola. Selain itu pengelolaan keuangan ini harus dapat dijamin oleh negara karena bersangkutan dengan banyak elemen yang berkepentingan.
Karena alasan itu, RUU Tapera dimunculkan.
Mengangkat kembali ulasan yang sempat terbenam
UU Tapera mulai dibahas pada tahun 2012. Namun setelah pembahasan RUU tersebut berjalan dua tahun, pengesahan diundur sampai Pemilu Legislatif 2014. Ketua Tim Panja RUU Tapera saat, Yoseph Umar Hadi, itu menyebut pemerintah dan legislatif tidak segendang soal besaran potongan gaji yang diatur.
Pembahasan ini pun akhirnya batal disahkan di dalam paripurna. DPR periode 2014-2019 kembali mengusulkan RUU Tapera. RUU Tapera masuk menjadi usulan DPR untuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2014-2015. Usulan yang dimasukkan pada 2 Februari 2015 ini kemudian disetujui. Bahkan UU yang sembat dibahas sejak periode 2009-2014 ini pun menjadi program prioritas yang dibahas tahun ini.
Setelah melewati proses yang cukup panjang, mulai dari pembentukan pansus, penyusunan naskah akademik, hingga akhirnya pemerintah dan DPR menyepakati mekanisme dan jadwal pembahasan RUU Tapera pada 22 Oktober.
“DPR dan Pemerintah menyepakati jadwal Pansus dan mekanisme Pansus,” kata Wakil Ketua Pansus RUU Tapera Mukhamad Misbakhun, Jumat (23/10/2015).
Dia menguraikan, lewat Surat Presiden tertanggal 25 Agustus 2015 bernomor R-51/Pres/08/2015, Presiden menugaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Keuangan, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk membahas RUU Tapera ini.
Hampir seluruh pihak menyambut baik kembali dibahasnya RUU Tapera ini. Bahkan pemerintah dan DPR optimis pembahasan dapat selesai pada akhir Maret 2016.
Pemerintah yang sebelumnya sempat tidak sepakat tentang pengesahan, kini turut mendukung RUU Tapera ini dapat segera diselesaikan. Dengan disahkan RUU Tapera, ada likuiditas yang dapat dengan fleksibel digunakan dalam memenuhi kebutuhan rumah untuk rakyat.
Pemerintah bahkan memprediksi dalam 20 tahun kedepan, dana yang terkumpul dalam Tapera berjumlah luar biasa dan dapat digunakan untuk pembangunan yang lebih luas.
“Dalam 5 tahun pertama diperkirakan Tapera akan dapat mengumpulkan dana sekitar Rp50 triliun sampai 60 Triliun. Dalam kurun waktu 20 tahun dapat mengumpulkan dana diatas Rp1.000 triliun,” kata Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Maurin Sitorus, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Jaminan kepemilikan rumah yang dikelola negara
RUU yang tengah digodog oleh panitia khusus lintas Komisi DPR ini akan mengatur soal potongan gaji dan disebut dana kepesertaaan pegawai. Potongan ini berlaku bagi seluruh pekerja, baik pegawai negeri sipil maupun swasta.
Potongan ini nantinya dikelola oleh lembaga nirlaba secara transparan. Besaran potongan untuk pegawai diperkirakan sekitar 2,5%-5%.
Selain memungut daru pekerja, pemberi kerja juga akan diminta kontribusi. Namun saat ini belum ada kesepakatan pasti tentang besaran potongan gaji dan kontribusi pemberi kerja. Pada RUU Tapera yang terdahulu diatur besar pungutan bernilai 3% dari gaji, dengan pembagian 2,5% dari potongan gaji dan 0,5% dari pemberi kerja.
Tapera diperuntukan bagi pemenuhan kebutuhan rumah bagi pegawai. Iuran tersebut nantinya dapat digunakan untuk membayar uang muka pembelian rumah.
Namun tetap diwajibkan bagi masyarakat yang sudah memiliki rumah. Bagi yang telah memiliki rumah, iuran tersebut bersifat sebagai tabungan. Dana yang sudah dikumpulkan dalam tabungan dapat diambil saat pensiun atau diwasiatkan saat meninggal. Hal yang sama juga berlaku bagi pekerja formal yang sedang mencicil Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Dengan adanya Tabungan Perumahan Rakyat, diharapkan seluruh warga Indonesia dapat memiliki tempat tinggal apapun pekerjaannya.