medcom.id, Jakarta: Kereta super cepat melambangkan terpadunya modernisasi dan teknologi tinggi transportasi. Selain itu, juga mencerminkan kekuatan komprehensif suatu negara.
Dalam sepuluh tahun terakhir, keberhasilan pemerintah Tiongkok mendorong pembangunan kereta berkecepatan tinggi telah dicatat sebagai suatu terobosan sejarah. Taraf teknologi kereta cepat Tiongkok diakui merupakan yang paling maju dan termutakhir di seluruh dunia. Pengembangan moda transportasi kereta cepat yang amat pesat di Tiongkok pun berdampak pada perkembangan ekonomi dan sosial Tiongkok.
Siapa yang tak tercengang dengan kenyataan Tiongkok kini menyandang status negara maju? Apa yang menyebabkan negara berjuluk Negeri Tirai Bambu itu berubah menjadi salah satu raksasa ekonomi global? Bagaimana bisa negara dengan jumlah populasi manusia terbesar di dunia itu mampu bersaing dengan negara Inggris, Perancis, Italia, bahkan Amerika Serikat?
Tiongkok menunjukkan kegigihannya membangun perekonomian yang mandiri selama 40 tahun belakangan ternyata sukses mencapai hasil gemilang. Tiongkok menggenjot pertumbuhan ekonominya amat kencang dan sudah melaju menjadi negara industri. Padahal, pada 1949 saat negara ini pertama kali didirikan oleh Mao Zedong, Tiongkok tergolong negara miskin yang masih bergantung pada sektor pertanian.
Pada 1945, Jepang menelan kekalahan melawan tentara sekutu (Belanda, Inggris, dan Amerika Serikat) dalam Perang Pasifik yang telah berlangsung kurang lebih delapan tahun. Pemboman dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki, oleh pasukan udara AS menjadi simbol berakhirnya Perang Pasifik. Karena setelah kedua kota itu dihancurkan oleh bom atom, Kaisar Hirohito mengambil langkah untuk Jepang menyerah tanpa syarat.
Kalah sangat telak membuat masyarakat Jepang menderita. Peristiwa-peristiwa 1945 digambarkan seperti hari kiamat bagi bangsa Jepang. Jutaan orang menganggur karena banyak pabrik berhenti beroperasi. Kelaparan terjadi karena hasil pertanian tak bisa mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Bahan bakar sangat minim membuat listik sering padam. Sarana transportasi tak memadai. Masyarakat bingung dan frustasi. Pemulihan ekonomi pun segera menjadi agenda prioritas bagi pemerintah Jepang yang memandang situasi serba kekurangan ini berpotensi menimbulkan kerusuhan yang lebih buruk.
Maka, tahun 1945 itu sekaligus menjadi suatu titik tolak era kebangkitan baru yang ditandai dengan perubahan arah politik dan ekonomi Jepang. Para pengusaha dan pengelola pabrik yang bertahan meski kekurangan bahan baku dan tidak dapat menggaji karyawan, menerapkan efisiensi sekaligus menjadi sangat idealis dalam visi memajukan industri di masa depan.
Selain memperkuat industri dasar seperti komoditas baja, Jepang juga mengembangkan industri produk-produk unggulan berorientasi ekspor seperti barang-barang elektronik berteknologi tinggi untuk rumah tangga, produk otomotif, dan kapal. Produk-produk ini berhasil menembus pasar di negara-negara maju, karena dinilai berkualitas dan harganya murah.
Perkembangan industri yang amat cepat menyebabkan arus urbanisasi menjadi begitu deras. Pemusatan penduduk di kota-kota di Jepang memacu penciptaan teknologi transportasi urban seperti kereta cepat. Pada 1964, secara resmi kereta Shinkansen dioperasikan di Jepang melayani rute Tokyo-Osaka. Shinkansen merupakan sebutan bagi jalur baru angkutan kereta berkecepatan tinggi, dikenal juga sebagai kereta peluru, mengingat kecepatannya bisa mencapai 420 km/jam. Kehadiran transportasi massal dan cepat sejak tahun 1960-an sangat berpengaruh terhadap mobilisasi penduduk serta menunjang efisiensi dan efektifitas perekonomian.
Bagaimana dengan Indonesia? Harus diakui bahwa pembangunan transportasi massal berbasis rel di Indonesia berjalan lambat. Tawaran Jepang untuk bekerja sama membangun jalur kereta cepat untuk rute Jakarta-Surabaya mendapat penolakan pada Januari 2015 lalu. Begitu pula dengan proposal pembangunan kereta cepat jalur Jakarta-Bandung yang diajukan oleh Tiongkok dan Jepang, dibatalkan oleh pemerintah pada awal September kemarin, karena pertimbangan lebih tepat menggunakan kereta kecepatan menengah.
Pemerintah pun bertekad mempercepat pembangunan infrastruktur massal. "Indonesia masih tertinggal dalam pembangunan infrastruktur, utamanya transportasi massal," ujar Presiden RI Joko Widodo saat menyampaikan sambutan pada acara groundbreaking proyek pembangunan kereta api ringan (Light Rail Transit/LRT) di Jakarta, Rabu (9/9/2015).
Jokowi -sapaan Joko widodo- pun menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur transportasi ini tidak hanya akan terfokus di Jawa. Karena pemerintah sudah mulai proyek pembangunan kereta api di Sulawesi. Proyek pembangunan kereta api di Kalimantan dan Papua pun sedang dalam persiapan untuk terlaksana tahun ini.
Bukan rahasia umum lagi jika pembangunan sarana transportasi kereta api hanya terpusat di beberapa wilayah di Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, Jawa dan Sumatera nampaknya menjadi tempat utama dalam pengembangan transportasi berbasis rel ini. Sedangkan pulau-pulau lain yang memiliki potensi sumber daya alam, belum tersentuh sama sekali. Hal inilah yang seringkali menjadi sumber masalah ketimpangan ekonomi di tanah air. Karena tidak dapat dipungkiri, keberadaan kereta sungguh besar manfaatnya, terutama dalam mengembangkan geliat perekonomian di suatu daerah.
Pengamat transportasi, Djoko Setyowarno, dalam perbincangan dengan medcom.id, Rabu (9/11/2015), menjelaskan bahwaq sebagian besar jalur kereta api di Indonesia merupakan warisan kolonial Hindia Belanda. Peninggalan jalur kereta itu paling banyak berada di Jawa dan Sumatera. Namun, di beberapa pulau besar seperti Sulawesi, Papua, Kalimantan dan kepulauan Bangka Belitung pun sudah ada. Jalur-jalur kereta ini dibangun oleh perusahaan-perusahaan pertambangan pada saat itu. Kegunaan keretanya juga bermacam-macam, ada yang diperuntukkan mengangkut hasil tambang, pertanian, perkebunan dan hasil hutan. Bahkan akses jalur kereta ini bisa sampai ke pelabuhan dan dermaga.
Dari sepanjang 6.000 kilometer jalur kereta buatan Belanda, hanya sekitar 4.000 kilometer yang masih aktif sampai saat ini. Akses kereta yang mati sebagian besar yang mengarah ke pelabuhan dan dermaga. Padahal seharusnya, akses yang mengarah ke pelabuhan tersebut perlu dihidupkan kembali, supaya ongkos logistik menjadi lebih murah. Dengan tidak adanya akses jalur ke pelabuhan mengakibatkan area sekitar pelabuhan menjadi semrawut dan jalan menuju akses pelabuhan terhambat.
Setelah kemerdekaan, pemerintah tidak benar-benar memprioritaskan jalur kereta sebagai transportasi utama di Indonesia. Terbukti dari pengembangan infrastruktur kereta api yang terfokus di Jawa dan Sumatera. Ada dugaan politis mengenai penyebab lambatnya pengembangan kereta di Indonesia, terutama di era Orde Baru. Sehingga, pembangunan transportasi hanya berfokus pada pembangunan jalan, yang pada dasarnya tidak akan menyelesaikan masalah transportasi.
“Ya, kita jujur saja selama ini pemerintah dukungan terhadap kereta api dapat dikatakan minim sekali,” ujar Djoko.
Prioritas pemerintah kembangkan kereta api
Untuk membangun kereta api, peran pemerintah begitu besar. Pemerintah harus benar-benar berfokus memprioritaskan program pembangunan moda berbasis rel ini ketimbang membuka jalan atau menggenjot industri otomotif. Menurut Djoko, saat ini, pemerintah bertekad membangun dan mengembangkan jaringan rel kereta sebagai infrastruktur vital transportasi di Indonesia.
Dirjen Perkeretaapian Hermanto Dwiatmoko menyebut pembangunan kerata akan lebih merata di seluruh Indonesia dalam lima tahun kedepan. Berdasarkan Renstra, Ditjen Kereta Api menganggarkan biaya kereta api sebesar 234 triliun selama lima tahun. Selain optimalisasi pembangunan kereta api di Jawa, Ditjen KA juga akan memulai pembangunan di beberapa pulau-pulau besar di Indonesia. Mereka juga akan mereaktivasi beberapa jalur KA mati, yang mencapai 3.343 kilometer. Namun terlebih dahulu, Ditjen KA akan melakukan studi mana saja yang menguntungkan secara finansial dan makroekonomi.
“Ya kita juga yang utamanya itu pengembangan keluar, jadi kita utamakan keluar dulu. Sulawesi, Sumatra, kita kalau di Jawa yang dibuka kembali kita selektif, tergantung kepada biaya dan tingkat kesulitannya,” kata Hermanto saat ditemui medcom.id di kantornya, Kementerian Perhubungan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (8/11/2015).
Berdasarkan rencana pembangunan infrastruktur KA, ada lima pulau besar di Indonesia yang akan fokus dkembangkan. Mereka adalah, Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua.
Untuk fokus pengembangan infrastruktur KA di Jawa, rencananya akan dibangun “mass rapid transit” di Jakarta. Selanjutnya juga akan ada peningkatan kapasitas jalur serta pembangunan rel ganda lintas selatan. Pembangunan jalur ganda lintas selatan Jawa ini ditargetkan sepanjang 337 km, dengan total kebutuhan pembiayaannya selama 2015-2019 sebanyak Rp8,21 triliun.
Di Sumatera, akan dibangun jalur kereta api Trans Sumatera Railways pada tahun 2015 ini, yang rutenya membentang dari Lampung hingga Aceh sepanjang 1400 kilometer dan dibangun jalur ganda. Selain itu juga akan ada reaktivasi jalur kereta yang mati sepanjang 111 km. Pemerintah menargetkan pembangunan jalur baru tersebut sepanjang 1.399 km dan pembangunan jalur ganda sepanjang 80 km, dengan total kebutuhan pembiayaan selama 2015-2019 sebesar Rp41,12 triliun.
Sedangkan di Sulawesi, direncanakan pembangunan rel di tahun 2016 dengan rute Makassar-Pare-Pare (Sulsel) dan Manado-Bitung (Sulut). Kemudian, pembangunan jalur Isimu-Kota Gorontalo-Taludaa-Molibagu-Tutuyan-Belang-Kema dan Bitung (Gorontalo-Sulut). Pembangunan Jalur baru ini ditargetkan sepanjang 1.772 km dengan total kebutuhan pembiayaan selama 2015-2019 sebanyak Rp31,25 triliun.
Pembangunan rel sepanjang 2.428 kilometer lebih di Kalimantan akan dimulai di tahun 2016, dengan rute yang membentang dari Pontianak, Banjarmasin hingga Samarinda. Pembangunan jalur baru yang ditargetkan sepanjang 2.428 km ini membutuhkan pembiayaan selama 2015-2019 sebanyak Rp22,90 triliun.
Terakhir di Papua, pembangunan infrastruktur KA telah memasuki tahap studi kelayakan. Nantinya akan ada proyek rel untuk kereta penumpang rute Sorong-Manokwari-Nabire-Timika-Sarmi-Jayapura. Selanjutnya juga akan dibangun kereta tambang dengan rute Manokwari-Pelabuhan Jayapura. Pembangunan jalur baru sepanjang 390 km ini membutuhkan pembiayaan selama 2015-2019 sebanyak Rp10,33 triliun.
Dirut PT KAI Edi Sukmoro bersyukur, pemerintahan saat ini memberikan perhatian yang besar terhadap angkutan KA. Hal ini bisa menjadi kesempatan bagi PT KAI membuktikan kapabilitasnya dalam memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat di seluruh Indonesia. Menurut Edi, keberadaan fasilitas KA dapat merangsang ekonomi di masing masing daerah. Selain karena lebih efisien dalam mengangkut logistik ataupun penumpang, kereta juga tidak pernah mengalami kemacetan.
“Jadi menurut saya pembangunan rel kereta api ini sangat mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi dari daerah yang dilalui. Sangat,” kata Edi saat ditemui medcom.id di The Dharmawangsa Hotel, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/11/2015).
Edi juga menjelaskan, solusi untuk kemacetan di kota-kota yang sudah padat seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Semarang tidak bisa diselesaikan dengan jalan tol. Meskipun jalan-jalan diperlebar atau tol dibangun, tidak akan efisien jika impor kendaraan juga terus dibuka. Akibatnya, kemacetan menjadi semacam siklus lingkaran setan. Selain dapat mengurangi kemacetan di jalan raya, KA dinila juga bisa mengurangi kerusakan jalan raya.
Selain itu, dapat dikatakan operasionalisasi KA jauh lebih efektif ketimbang moda tranportasi lain. Berdasarkan penggunaan energi Bahan Bakar Minyak (BBM), tranportasi di jalan raya menyerap 63,8 persen total konsumsi BBM. Selanjutnya Angkutan Sungai, Danau dan Peneyeberangan (ASDP) menyerap 12 persen BBM, transportasi jalur laut sebesar 17,3 persen dan udara sebesar 6,1 persen. Sedangkan KA hanya menyerap konsumsi BBM sebesar 0,8 persen. Dari segi penggunaan BBM, KA jauh paling irit.
Penggunaan BBM pastinya menghasilkan gas berbahaya karbonsioksida hasil pembakaran. Diketahui, moda transportasi telah menyumbang 27 persen emisi gas CO2 paling tinggi dibandngkan proporsi lainnya. Bahkan moda transportasi ini menghasikan CO2 lebih tinggi dari industri atau pabrik, yang menghasilkan sebanyak 21 persen. Namun, KA sendiri hanya menyumbang emisi 1,6 persen dan paling rendah dari seluruh proporsi hasil emisi gas CO2 dari moda transportasi. Berdasarkan penelitian, transportasi darat menyumbang 72 persen gas CO2, dan transportasi laut sebanyak 15 persen.
Dari sisi penggunaan lahan, KA dinilai paling hemat. Dengan menggunakan lahan jalan rel 1.067 mm ditambah ruang bebas tiga meter ke kiri dan ke kanan rel, maka akan mampu mengangkut kapasitas lebih banyak dibandingkan dengan jalan dua jalur selebar lebih dari tujuh meter.
Berdasarkan kemampuan daya angkutnya, KA kelas ekonomi mampu membawa 1.250 penumpang sekali jalan. Sedangkan bus hanya mampu mengangkut 40 penumpang sekali jalan. Dan, dibutuhkan kurang lebih sekitar 31 bus untuk mengangkut 1.250 orang. Untuk mengangkut batubara, KA batubara yang berisi 60 gerbong mampu membawa 3.000 ton batubara dalam sekali perjalanan. Sedangkan truk hanya mampu membawa 10 ton.
Akan tetapi, di setiap ada kelebihan pastinya ada juga kelemahannya. Kelemahan moda tranportasi KA antara lain adalah besarnya biaya investasi awal dan biaya perawatan yang cukup tinggi. Di samping itu, juga adanya keterikatan operasi pada sistem jaur tetap. Sistem pelayanannya juga tidak bisa door to door.
Meskipun adanya kelemahan dari operasionalisasi KA, sisi manfaatnya ternyata lebih besar. Edi menambahkan, dengan adanya KA, manusia bisa bergerak dari satu tempat ke tempat lain tanpa adanya gangguan. Kondisi inilah yang pastinya akan memacu produktivitas masyarakat. Selanjutnya, barang barang hasil bumi atau logistik harganya akan jauh lebih merata, karena selama ini yang menjadi biang tingginya disparitas harga adalah biaya transportasi.
Pembangunan kereta api harus merata
Seperti diketahui, program pembangunan KA selama lima tahun kedepan dibiayai oleh APBN. Maka dari itu, pengembangan proyeknya jangan hanya terfokus di Jawa atau Sumatera. Kata Dirut KAI Edi, semua masyarakat Indonesia berhak menikmati fasilitas KA, karena duitnya bersumber dari APBN. Kecuali, proyek pembangunan tersebut dibiayai swasta.
“Jadi tadi itu saya katakan, bahwa uang yang digalang oleh pemerintah dan disalurkan melalui Departemen Perhubungan, itu kan uang dari seluruh Indonesia. Bukan kumpulan uang dari Jawa saja. Sehingga uang yang digunakan oleh departemen perhubungan, ya itu harus digunakan oleh semua pulau, jangan cuma Jawa, kan enggak fair itu kalau ditarikin semuanya tapi dibangunnya di Jawa,” ujar Edi.
Edi menyebut, pembangunan KA di seluruh Indonesia sudah sangat urgen. Berdasarkan desakan kebutuhan dan hitungan politik serta sosial, pembangunan harus segera dilaksanakan supaya merata
.
Pada kesempatan yang sama, terkait proyek kereta Jakarta-Bandung yang telah diwacanakan Menteri BUMN Rini Soemarno, PT KAI siap menjalankan apapun putusan pemerintah. PT KAI sebagai salah satu konsorsium yang ditunjuk Menteri BUMN akan senantiasa mendukung. Selama program itu tidak didanai oleh APBN, pembangunan kereta cepat tidak masalah untuk dikerjakan.
“Dan saya yakin dalam waktu dekat pasti akan ada putusan. Yang jelas kemarin kereta api supercepat dibatalkan. Setelah ini saya enggak tahu, yang medium belum diputuskan. Maksudnya belum declare, bahwa yes ini jalan, nanti kalau yes-nya kan keluar seperti keputusan surat. Tapi bagi kami, apapun yang diputuskan pemerintah ini akan kami dukung, PT KAI siap mendukung,” kata Edi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News