Ketua Unit Pelaksana Pusat Kesenian Jakarta (UP PKJ TIM) Isti Hendrati.
Ketua Unit Pelaksana Pusat Kesenian Jakarta (UP PKJ TIM) Isti Hendrati.

Kepala UP PKJ TIM: Saya Bukan Orang Seni, Tapi Saya Terbuka

Medcom Files apbd transisi taman ismail marzuki
Hardiat Dani Satria • 12 Juni 2015 22:53
medcom.id, Jakarta: Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 109 Tahun 2014, pengelolaan PKJ TIM kini seharusnya berada di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Dalam hal ini, manajemen pengelolaan dari Badan Pengelola PKJ TIM diserahkan ke Unit Pelaksana PKJ TIM dari Pemda. Kemunculan UP PKJ TIM ini dirasa berbeda dengan BP PKJ TIM yang ada selama ini. Hal ini dikarenakan, pada awal dibentuk, pengelolaan BP PKJ TIM diserahkan kepada seniman. Sedangkan UP PKJ TIM, pegawai unit pengelolanya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).
 
Ada penolakan dari kalangan seniman terhadap keberadaan UP PKJ TIM. Alasannya, birokrat Pemda yang menjabat sebagai pengelola baru tidak memahami aspirasi para seniman. Seperti apa langkah mengatasi penentangan ini? Berikut petikan wawancara Ketua Unit Pelaksana Pusat Kesenian Jakarta (UP PKJ TIM) Isti Hendrati di kantornya, Jakarta, Jumat (12/62015)
 
Pemda telah membentuk UP PKJ TIM. Tapi, bagaimana status karyawannya saat ini?
Pertama, ini kan kami dalam masa transisi, dengan keluarnya Pergub Nomor 109 Tahun 2014. Tidak diperbolehkan lagi ada Badan Pengelola PKJ TIM.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Kedua, adanya hibah yang tidak diperbolehkan diberikan secara terus menerus. Ini kan aset Pemda, TIM itu kan sebenarnya aset Pemda, nah aset Pemda itu harus dikelola oleh Pemda. Walaupun kemarin memang dikelola BP bentukan Pemda, tapi sekarang sudah tidak ada BP itu karena PP 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah itu tidak disebut lagi adanya BP. Soal karyawan yang sudah bekerja lama ya, Dinas Parwisata sudah bersurat ke Dinas Tenaga Kerja untuk menghitungkan pesangon apabila harus diberikan pesangon. Sudah ada memang, tapi belum dibahas di tingkat provinsi. Misalnya kemarin ada beberapa penolakan atau beberapa ketidakjelasan itu memang kami belum mengadakan sosialisasi.
 
Karena begini, kalau ada pertanyaan atau ada ketidakpuasan, khusus untuk tenaga kerja itu kan yang menangani Dinas Tenaga Kerja, bukan Dinas Pariwisata. Nah kami sedang berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja, dan sudah melaporkan ke Pak Sekda dan kami akan membahas itu terlebih dahulu dan kami akan sosialisasi. Itu langkah kami dalam menangani kepegawaian.
 
Lalu subtitusi karyawannya nanti seperti apa? Kan sudah ada yang lama di sini, apa harus ada yang diberhentikan?
 
Tidak semuanya pegawai BP itu masuk ke sini (UP PKJ TIM), karena kesempatannya 97. Namun, ada beberapa formasi yang sudah kami lakukan outsorcing langsung. Seperti di situ ada tenaga kebersihan, itu kita sudah melakukan outsorcing. Jadi, kan ini tidak perlu masuk ke sini. Kemudian tenaga keamanan juga sudah outsorcing, sekuriti jadi sudah mengurangi dan itu jumlahnya ada 40.
 
Dari 97 dikurangi 40 kan ada 57 ya. Dan itu nanti ada di gedung pertunjukan, di penjualan tiket, dan formasi-formai itu. Dan formasi itu saya kira tidak membutuhkan kompetensi yang spesifik, tidak perlu seniman lah.
 
Bagaimana dengan pelibatan seniman?
Untuk seniman, itu diberi ruang di sini untuk berkarya. UP akan akan mengembalikan fungsi-fungsi lembaga yang ada di sini. ada Institut Kesenian Jakarta (IKJ), ada Akademi Jakarta (AJ), ada Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Kami ingin mengembalikan fungsi-fungsi itu. Nah IKJ sebagai edukasinya di situ, kemudian Dewan Kesenian sesuai dengan fungsinya memberikan nasehat kepada Gubernur dan salah satunya sebagai kurator.
 
Bisa Anda jelaskan mengenai kebijakan manajemen baru?
 
Banyak yang sudah diberitahukan oleh teman-teman, nanti kan dengan adanya retribusi yang murah, justru kualitasnya harus bagus. Jadi menggunakan gedung itu tidak seperti orang bisa bayar itu bisa masuk.
Kenapa begitu? Karena cita-citanya itu kan TIM ini kan bisa menjadi yang bertaraf internasional, baik dari segi karya, fasilitas, dan kehudupan disini. Kalau taraf internasional, Kriteria-kriterianya harus dipenuhi, gedungnya sebagai tempat pertunjukan kan harus rapih, harus bersih.
 
Berarti program UP itu bakal banyak penataan di TIM lagi?
 
Tidak bisa langsung begitu. Karena, ini kan gedung sudah ada, yang jelas kami akan tata supaya orang datang ke sini nyaman.
 
Itu kan dari segi infrastruktur TIM dan penataanya, sedangkan pelayanan kepada senimannya bagaimana?
 
Pemda memberikan fasilitas kepada seniman itu dengan menggunakan retribusi. Seniman bisa menggunakan itu dengan retribusi yang lebih murah. Tapi dengan retribusi yang murah belum tentu kualitasnya tidak bagus, seharusnya justru kualitasnya jauh lebih bagus. Harus ada seleksi, siapa saja yang boleh tampil di sini. Jadi jangan sampai ada anggapan “wah itu murah, jadi siapa saja boleh pakai”.
 
Jadi begini, nanti kami itu retribusi. Misalnya mereka mau mendapatkan sponsor atau mau mendapatkan batuan, silahkan dikelola sendiri. Misalnya ada yang kerjasamanya dengan penjual tiket, silahkan membuat sendiri tiketnya, desain bisa memanfaatkan, kan disini banyak nih seniman-seniman yang seni lukis atau desain grafis juga ada, semua ada di sini, di IKJ juga ada, mungkin bisa ditanyakan di Dewan Kesenian, itu semua bisa diajak kerjasama. Itu kan namanya pemberdayaan seniman kan. Itu silahkan uangnya dipakai, jadi kami tidak minta kerjasama-kerjasama itu. Kami hanya minta yang penting Anda menggunakan ini, dan memberikan retribusi kepada Pemda dan sehingga uangnya dikelola oleh Pemda, dan kemudian diberikan lagi kepada TIM dalam bentuk memberikan fasilitas.
 
Apakah dengan dikelola oleh UP ini menandakan pengelolaan dulu dirasa kurang baik manajerialnya di BP?
 
Bukan, bukan tidak baik. Ini kan aset Pemda. Kita kan tidak bisa menentukan baik atau tidak baik, hanya dirasakan ada yang perlu dipertanggung jawabkan pengelolaan itu. Karena ini aset Pemda, jadi kerjasama pun harus dilakukan dengan Pemda dan sepengetahuan Pemda.
 
Kenapa transisi pengelolaan dari BP ke UP itu masih dalam proses? Padahal, bukankah serah terima pengelolaan itu tanggal 31 Mei kemarin dan BP seharusnya sudah tidak ada?
 
Nah, 31 Mei itu kan hanya di dalam surat Kadis dan di dalam rapat. Kalau melihat Pergub 154 itu kan memang diberikan waktu sampai maksimal bulan Oktober.
 
Jadi ada tenggat waktu untuk transisi ini?
 
Ya, karena masa transisi itu tidak boleh gegabah ya. Kan ada aspek kepegawaian, ada aspek aset, ada aspek kerjasama, itu yang harus diperhatikan. Jangan sampai, begitu serah terima, itu masih ada kerjasama dengan beberapa pihak, kemudian ini akan terganggu ke depannya. Kemudian juga pegawai harus diselesaikan secara baik-baik juga kan. Soal aset, di sini ini asetnya banyak sekali, termasuk yang kemarin disampaikan itu lukisan, jadi misalnya kemarin ada lukisan yang disimpan disini, seperti pelukis atau siapapun lah memberikan kenang-kenangan. Mereka kan memberikannya ke sini, ini kan kalau mau diambil senimannya ya monggo, kalau sudah diserahkan ke BP dan BP akan menyerahkannya ke Pemda juga monggo. Ini semua nilainya mahal. Jadi kalau serah terima itu harus hati-hati. Bukan kita tidak siap, tapi ada hal hal yang harus dipikirkan ulang.
 
Saya lihat disini BP masih aktif, otomatis itu menyalahi Pergub 109/2014. Kalaupun transisi, apakah UP memang belum siap menjalankan program?
 
Status BP itu kalau menurut 109 itu dua bulan setelah pergub diundangkan itu sudah tidak ada BP. Tapi saya juga baru tahu di waktu 2014 itu, terjadi masalah soal 109 dan ini mau dirubah atau diperbaiki. Itu monggo, mari kita mencarikan solusi terbaik. Tentu harus ada masa transisi, itu yang harus diperhatikan. Masa transisi, itu kemarin tidak ada kata-kata tanggal 31 Mei itu, itu sebenarnya tidak ada dituangkan di hitam di atas putih tidak ada.
 
Apakah dari segi anggrannya sendiri UP sudah tidak menerima hibah lagi untuk program kesenian ini? Kalau tidak, berapa persen anggaran kesenian dari APBD itu?
 
Dinas masih akan memintakan hibah, dalam artian hibah yang tidak untuk kami tangani selama ini mungkin ditangani oleh BP. Dan itu juga harus dapat dipertanggungjawabkan. Jangan sampai dobel anggaran dan jangan sampai dobel penggunaan.
 
UP kan nanti anggarannya dari APBD, itu berapa persen dari APBD dan berapa yang diberikan untuk program keseniannya di tahun 2015 ini?
 
Kalau secara keseluruhan dan untuk program kesenian saya kira banyak ya. Di dinas itu ada, tapi kalau di dinas ada berapa kegiatan yang di sini.
 
Kalau data anggaran program kesenian UP tahun ini?
 
Kan kami masih masa transisi ya, kami belum ada program kesenian. Terus terang belum ada. Karena begini, saya kan baru juga ya, sama-sama dilantik tanggal 2 Januari, jadi kami masih mencari tahu kegiatannya apa di sini? Karena proses usulan itu kan tahun 2014, jadi untuk sementara tahun ini kami hanya fokus saja ke pengguna ya, yang penyewa.
 
Jadi program keseniannya belum ada?
 
Belum, itu bisa di DKJ, karena dia dapat hibah kan.
 
Anda bilang baru dilantik Januari lalu. Kenapa Anda ditunjuk jadi Kepala UP PKJ TIM? Apakah dulu sebelumnya Anda punya latabelakang kesenian dan tahu program-program kesenian itu seperti apa? Bagaimana Anda beradaptasi dan bekerja dengan para seniman?
 
Saya latar belakang administrasi negara, bukan seni. Tapi itu saya rasa tidak menjadi hambatan dan saya merasa menyusun program kegiatan bisa dengan mengajak para seniman, dan kami mengajak yang diwakili oleh dewan kesenian. Kami kemarin sudah melakukannya dengan Dewan Kesenian Jakarta, Akademi Jakarta, kami undang untuk ayo kita sama-sama susun program, program rutin saja dulu, itu sudah.
 
Ternyata dalam perjalanannya, Dewan Kesenian itu bukan di bawah UP ya, AJ juga ya, dan tetap di bawah dinas untuk tetap diberikan hibah. Karena apabila nanti anggaran ini ke saya, seolah-olah nanti DKJ kami yang mengatur, padahal tidak, mereka adalah mitra sama dengan kita. Lalu kami mengusulkan ke Dinas Pariwisata dan mereka tetap diberikan hibah. Dan dalam penyusunan program itu, nanti dan dan di dalam pelaksanannya kami pasti akan meminta supervisi begitu oleh Dewan Kesenian Jakarta.
 
Jadi kami pinginnya juga seniman yang di sini ini bergabung dengan DKJ. Karena yang mewadahi seniman kan mereka. Jangan ada kelompok ini kelompok gitu. Karena kan ini satu, dan sebenarnya DKJ tidak hanya mengurusi TIM saja. Dia mengurusi se DKI dan tidak hanya itu, termasuk BLK. Nah itu seharusnya dewan kesenian juga sudah menguatkan, karena semakin kuat maka akan semakin bagus. Termasuk AJ juga.
 
Memang ada penolakan dari seniman terhadap keberadaan UP ini, karena mereka merasa sudah nyaman berkerja sama dengan BP. Mereka melihat kalau UP itu dikelola oleh orang-orang non kesenian. Bagaimana UP akan menyikapi kondisi ini? Bagaimana meyakinkan para seniman untuk mau bekerja sama dengan UP?
 
Kenyamanan itu karena kerja sama selama 40 tahun ya, saya juga menyadari kok. Pasti akan terjadi pada awalnya penolakan penolakan begitu. Tapi lama-lama kan bisa dikomunikasikan. Saya ini terbuka kok, kan bisa dikomunikasikan. Kayak orang mau pacaran, ditolak duluan. Bagaimana kalau kita mau membangun chemistry, belum apa apa kok sudah ditolak. Siapapun itu kalau saya rasa, tidak ada kok orang jahat. Tidak ada orang yang berpikir negatif, pasti akan berpikir positif, hanya cara penyampainnya yang kurang pas.
 
Saya terbuka, sampaikan saja. Tapi saya juga tetap pada aturan-aturan yang berlaku. Kalau tidak sesuai aturan, saya tidak mau. Karena saya PNS, dan saya kira selama itu anggaran atau fasilitas dari Pemda atau pemerintah, pastinya kita harus mengikuti aturanya.
 
Cara kerja seniman kan berbeda dengan pegawai kantoran. Apakah UP mampu menjalankan ritme kerja seniman yang selama ini dilakukan oleh BP?
 
Pertama, kami tidak hanya melayani seniman. Ingat ini. Kami tidak hanya melayani seniman. Kami juga melayani pengguna yang lain. Itu kan seniman yang TIM saja. Nah sebetulnya seniman yang lain itu kan ada, di sini ini kan orang pulang malam terus. Nah ini kan orang harus mengukur kekuatannya juga kan, dia datang pagi, pulang sampai malam, sabtu juga. menemuinya bukan seniman ini saja, seniman dari WOB, Gedung Kesenian, Miss Tjitjih juga. Mampukah? Saya kira tidak ada orang yang mampu. Jadi jangan begini, kalau bisa pagi ya pagi saja, semua orang juga ada ritme hidupnya kok. Kita ini sudah melebihi jam kerja, pagi kita sudah di sini, kan kemudan bisa ke WOB dan gedung kesenian Jakarta itu kan bisa janji kan, 24 jam nomornya dibuka, silahkan mau ngobrol apa saja silahkan.
 
Jadi sebenernya kekhawatiran-kekhawatiran itu saya kira, orang khawatir kan masalah hanya belum disampaikan. Misalnya saya khawatir hujan, ya saya bawa payung lah, misalnya begitu.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan