Stok beras lokal di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. (MI/Galih Pradipta)
Stok beras lokal di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. (MI/Galih Pradipta)

Food Station dan Pasokan Beras untuk Jakarta

Medcom Files ketahanan pangan
Sobih AW Adnan • 11 April 2016 19:07
medcom.id, Jakarta: Puluhan truk keluar masuk disambut tukang parkir dan kuli angkut. Ribuan karung putih padat berisi bertumpuk memenuhi setiap toko. Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang tak kenal sepi itu, semacam denyut jantung yang menjadi pusat urusan pangan warga Jakarta.
 
Paling tidak, PIBC harus mendistribusikan 3.000 ton beras dalam sehari. Di kawasan seluas 16 hektare tersebut, berdiri sebanyak 700 toko dan 104 gudang beras di bawah pengelolaan PT Food Station Tjipinang Jaya. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah DKI Jakarta ini digerakkan secara khusus dalam bidang ketahanan pangan, terutama dalam hal perberasan.
 
Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi menganggap bahwa urusan beras adalah urusan pokok masyarakat Indonesia, terlebih di Ibu Kota Jakarta. Maka tak heran, jika berbagai kemungkinan bisa terjadi pada perputaran bisnis seksi ini, termasuk kecurangan dan praktik-praktik ilegal.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Arief pun menengarai masalah tersebut yang mendorong Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama melakukan perombakan pejabat eksekutif dan komisaris Food Station dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 29 September 2015. “Ekspektasinya agar BUMD ini bisa lari kencang, dan juga dalam rangka bersih-bersih,” kata Arief saat ditemui medcom.id, Jumat (8/4/2016).
 
Sejak dipercaya sebagai Direktur Utama PT Station Food Tjipinang Jaya, Arief mengaku tak diberi waktu banyak oleh Ahok -sapaan Basuki T Purnama- untuk melakukan pembenahan BUMD yang sebenarnya telah ada sejak 43 tahun lampau tersebut. Selama Oktober hingga Desember 2015, Arief mengaku terus bergerilya menutup peluang praktik-praktik curang yang biasa dilakukan oleh oknum orang-orang dalam. Termasuk menghilangkan kutipan receh pada pemasok dan pedagang beras.
 
Ia menjelaskan, dulu orang mengutip Rp100 sampai Rp200 per kilogram. Bayangkan besaran nilainya kalau kutipan itu dikali 7.000 sampai 10.000 ton. Nah, inilah yang membuat harga jadi tidak bagus di pasaran.
 
Tapi, Arief menegaskan, masalah kutipan tersebut kini tak perlu dikhawatirkan lagi.
 
“Tenang, sekarang orang-orang itu sudah tidak ada lagi,” kata dia.
 
Pihak perusahaan, ia melanjutkan, tidak akan mengampuni karyawan yang berprilaku menyimpang semacam itu. Jika ada yang ketahuan dan terbukti masih melakukan pungutan liar, karyawan tersebut pasti bakal langsung ditendang keluar.
 
“Langsung akan kami pensiunkan dini,” kata Arief.
 
Arief juga memahami bahwa praktik-praktik ilegal yang mampu memengaruhi harga normal dunia perberasan kerap dilakukan para pemain besar. Pola penimbunan yang pada akhirnya menjadi kekuatan pelaku kartel untuk mengendalikan harga beras di pasar juga menjadi bagian masalah yang harus di atasi. Antisipasi terhadap permainan harga beras ini menjadi penting demi distribusi pangan dan tingkat inflasi di wilayah DKI Jakarta tetap stabil.
 
Ini pula yang menjadi alasan bagi Food Station untuk perlu mengusir karyawan yang punya kecenderungan menyimpang dalam pekerjaannya. Sebab, kartel beras tidak melulu soal siapa pelakunya, tapi juga bisa muncul oleh peluang. Spekulasi yang berkembang liar di pasar bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin meraup keuntungan dan kepentingan pribadi. Akhirnya, konsumen atau masyarakat umum yang menjadi korban dan dirugikan.
 
“Kami harus bersih dulu. Kami kuatkan mental anti korupsi dan tegas terhadap praktik-praktik curang yang dapat merugikan orang banyak,” kata Arief.
 
Selain itu, Food Station juga membenahi sistem administrasi pembelian dan penjualan yang sebelumnya berantakan berantakan. Kini dengan menggunakan sistem modern yang mengadopsi perkembangan kecanggihan teknologi informasi mutakhir, aktivitas dan penjualan beras dapat tercatat dengan jelas dan transparan. “Ini agar semuanya bisa sinergi dan terpantau,” ujar Arief.
 
Ikhtiar pembenahan yang dilakukan Arief dan jajaran baru BUMD di bidang pangan Ibu Kota ini juga dikejutkan dengan status sertifikat tanah PIBC yang sudah mati selama 25 tahun. Untuk merampungkan persoalan ini, Arief mengaku dengan terpaksa mengalokasikan sebesar 4 miliar rupiah untuk proses aktivasi.
 
“Saat ini kami sedang mencari harga terbaik dari notaris. Lagi-lagi pertanyaannya kok bisa? Jadi, mereka yang kemarin ngapain aja?,” kata dia.
 
Mengurai benang ruwet distribusi
 
Sebagai tulang punggung stabilisasi harga beras di Jakarta, Food Station merasa perlu menuangkan konsentrasi lebih dalam melakukan manajemen stok dan perbaikan pola distribusi. Dalam hal stok, dalam BUMD setidaknya harus ada dan terjamin ketersediaan 30.000 ton beras dalam setiap bulan.
 
Idealnya, menurut Arief, stok beras harus tetap terjaga sebanyak 30.000 ton. Artinya, tidak boleh kurang dari itu. Kalau sudah pada angka 25.000 ton saja, berarti sudah dalam tanda bahaya.
 
Untuk itu, terdapat beberapa strategi yang dipakai Food Station dalam rangka menjamin ketersediaan pangan Jakarta. Yaitu, dengan memanfaatkan musim panen di sentra-sentra produksi beras.
 
Food Station menyerap atau membeli beras sebanyak-banyaknya pada masa panen. Strategi ini didukung dengan keilmuan dan teknologi yang mampu memperkirakan iklim. Sehingga beras yang dibeli tidak lebih dari 12 sampai 14 persen kadar airnya. Dengan demikian, beras bisa disimpan digudang lebih lama dan dapat menjadi persediaan sepanjang tahun.
 
Arief menyadari, khusus untuk Jakarta tidak bisa melakukan penyerapan beras secara langsung karena tidak adanya lahan produksi pertanian. Untuk itu, Food Station pun melakukan kerja sama penyerapan dengan berbagai daerah produsen beras, terutama di wilayah Pulau Jawa.
 
Antara lain memelihara kestanbilan pasokan dari Jawa Barat dan Banten, seperti sentra produksi Karawang, Subang, Cirebon, dan Pandeglang. Selain itu juga menyerap beras produksi petani Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, seperti Solo, Sragen, Sambirejo, Sukoharjo, Karanganyar, Pemalang, dan Bantul. Bahkan juga meminta pasokan dari luar Jawa, seperti Sidenreng Rappang (Sulawesi Selatan), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Lampung.
 
Dengan segenap paket strategi yang dicanangkan sejak awal, Arief mengklaim wajah baru perusahaan daerah yang dipimpinnya telah mengundang keberhasilan menjaga harga beras yang stabil untuk wilayah Jakarta. Untuk menguatkan itu semua, Arief juga tetap menjalin komunikasi yang baik dengan Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Bank Indonesia (BI).
 
Arief membanggakan keberhasilannya menjaga pasokan beras di Jakarta yang lebih stabil disbanding provinsi lain.
 
Menyadari bahwa di periode November hingga Maret merupakan musim paceklik, Food Station pun meningkatkan stok beras di musim panen pada kuartal pertama tahun ini. Ini demi distribusi beras tetap stabil dengan harga yang terjangkau masyarakat.
 
“Kami juga menjalin kerjasama agar Bulog bisa mendistribusikan 75 ribu ton beras untuk dialirkan ke pasaran. Sementara sebanyak 15 ribu ton distribusi dilakukan melalui Food Station dengan harga jual di pasaran Rp7.900 per kilogram,” kata Arief.
 
Berbagi peran
 
Food Station tidak mengkhawatirkan penguatan konsentrasi dalam stabilisasi harga beras yang dilakukannya berbenturan dengan tanggung jawab yang diemban Bulog Divre DKI Jakarta & Banten. Menurut Arief, masing-masing memiliki peran masing-masing sebagai kepanjangan tangan pemerintah.
 
“Perbedaan kami dengan Bulog salah satunya adalah kami punya pasar. Pasarnya bisa dijadikan barometer nasional karena beras ada di sini semua. Food Station merupakan salah satu BUMD di DKI yang bertanggungjawab untuk pangan, ketika gubernur mengaitkan soal inflasi, maka kita masuk ke perdagangan,” ujar Arief.
 
Di sisi lain, Arief juga berpendapat bahwa dalam melakukan upaya stabilisasi harga beras harus dilakukan secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Sebuah badan stabilisator tidak bisa hanya melakukan penyerapan tanpa terjun langsung ke dalam proses perdagangan.
 
“Saya kira kalau proses ini dilakukan secara nasional, maka kestabilan harga beras akan lebih terjaga secara keseluruhan,” kata Arief.
 
Sementara mengenai proses penyerapan gabah petani yang dilakukan Perum Bulog dalam rangka stabiliasi harga dan menjaga ketahanan pangan nasional, pemerintah diharapkan memberikan perlindungan berupa regulasi terhadap semua rangkaian produksi beras.
 
Staf Ahli Food Station, Yanee Lasahido, menyatakan selama ini ada bagian yang sangat terbatas dalam segi peraturan, bahkan regulasi yang diberlakukan merupakan produk hukum lampau yang sudah tidak sesuai.
 
“Dari sekian proses produksi beras, itu tidak hanya petani dan harga akhir di pasaran. Tapi ada proses yang kurang begitu diperhatikan, yakni proses penggilingan. Sayangnya, regulasi yang dipakai terkait tahapan ini masih seputar Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1971 Tentang Perusahaan Penggilingan Padi, Huller dan Penyosohan Beras,” ujar Yanee.
 
Perlunya pembaruan regulasi di bidang proses penggilingan ini terkait fakta bahwa sebagian besar perusahaan penggilingan padi di Indonesia dimiliki pihak swasta. Mau tidak mau, kondisi yang tanpa ketentuan baru ini bisa memberikan dampak harga yang cukup berjarak antara produsen awal dan konsumen.
 
“Bulog juga memiliki mesin penggilingan. Tapi kan digunakan untuk kepentingan sendiri. Sebagian besar swasta. Persoalannya, mereka tidak bisa dilarikan ke peraturan Kementerian Industri karena dianggap kurang High Tech, juga tidak terkait dengan Kemterian Pertanian karena kementerian tersebut hanya berurusan dengan kebijakan-kebijakan yang bersinggungan dengan petani, pupuk, dan lain-lain,” papar Yanee.
 
Menurut Yanee, ada beberapa hal yang semestinya diseriusi pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan. Pertama, terjun langsung dalam pasar perdagangan. Dan Kedua, dengan melindungi segenap rangkaian proses produksi dengan regulasi yang kuat.
 
Secara bertahap, Food Station akan mengambil alih perannya melindungi kepentingan masyarakat dalam mengakses bahan pangan pokok yang berkualitas dengan harga terjangkau. Apabila konsep yang dilakukan pada komoditas beras ini berhasil, bukan tidak mungkin bagi Food Station untuk memperlebar sayapnya untuk menjaga pasokan komoditas lain. Kini Food Station tengah mencoba berperan dalam dua komoditas lain, yakni minyak goreng dan gula.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(ADM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan