medcom.id, Jakarta: Tidak ada kesengajaan Bank Indonesia (BI) dan pemerintah membiarkan rupiah melemah hingga menyentuh level Rp13.200 per USD untuk meningkatkan komoditas ekspor Indonesia, sehingga memberikan efek positif bagi neraca perdagangan Indonesia.
Ekonom Indef Enny Sri Hartati angkat bicara. Dia menjelaskan, pemerintah dan BI tidak memiliki alasan untuk melemahkan rupiah. Rupiah memang saat ini berada di posisi yang tidak baik, karena ada beberapa faktor yang membuat rupiah melemah, seperti nilai USD yang menguat, membayar tenaga kerja asing, dan pembayaran utang pemerintah.
"Rupiah melemah untuk menekan impor, agar ekspor kita diperbaiki dan hasilnya defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) lebih baik, neraca perdagangan pun lebih baik," ujar Enny kepada medcom.id, Jakarta, Kamis (26/3/2015).
Menurut dia, defisit neraca perdagangan bisa diturunkan dengan cara menekan laju impor. Namun, langkah itu akan terganggu jika impor sektor pangan masih sangat besar.
"Apakah pemerintah benar-benar bisa memperbaiki sektor pangan? Karena banyak sektor pangan kita yang masih impor. Impor harus ditekan, ekspor kita dorong. Impor barang-barang konsumsi sudah ditekan, kalau barang-barang impor bisa diganti dari dalam negeri, maka neraca perdagangan kita bisa membaik," kata Enny.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada menguraikan, kondisi neraca perdagangan yang surplus adalah karena impor belakangan ini ditekan. Sebab konsumsi masyarakat benar-benar bisa ditekan dengan baik.
Rupiah yang melemah saat ini bisa jadi menekan CAD yang terlalu jauh. Selain itu, memang pergerakan USD mengalami penguatan terhadap mata uang negara yang lainnya.
"Pergerakan mata uang kan bisa jadi cerminan ekonomi di negara tersebut. Kalau rupiah turun dan USD naik, barang-barang impor kan lebih mahal. Kalau mahal, konsumsi bisa berkurang, buat bayar impor jadi turun. Jadi, defisit transaksi berjalan bisa dkurangi, sederhananya seperti itu," kata Reza.
Reza berharap rupiah bisa berada di level yang nyaman, tidak seperti yang ada saat ini.
"Masalahnya kalau BI intervensi bakal menguras cadangan devisa. Percuma juga karena di pasar spot currency global USD lagi lumayan tinggi demand-nya," kata Reza.
Dalam kesempatan terpisah, Anton Gunawan selaku Ekonom Kepala PT Bank Danamon Indonesia Tbk, menyatakan bahwa paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah pada pertengahan Maret tahun ini merupakan upaya meredam defisit transaksi berjalan.
"Paket kebijakan, baik itu yang sifatnya fiskal atau moneter sasarannya memang perbaiki CAD. Beberapa terkait mendorong ekspor dan menekan impor brg konsumsi. Tapi kebijakan itu impact-nya tak akan segera terasa. Karena masalah CAD itu struktural," kata Anton.
Khusus mengenai pelemahan nilai tukar rupiah, Anton mengingatkan bahwa kondisi ini terjadi sebagai imbas pemulihan ekonomi Amerika Serikat.
"Jangan lupa bahwa sebagian besar pelemahan ini akibat penguatan dolar, ini dialami banyak mata uang lain, bukan semata fundamental kita melemah. Justru makro ekonomi kita sedang membaik. Indikasinya inflasi membaik, meski pertumbuhan melambat, tapi trade balance kita membaik," kata Anton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News