Tradisi kuliner Batak semakin didalami, semakin banyak yang belum dipahami. Kaya rasa, kaya bumbu, dan kaya ragam warna.
"Kuliner adalah bagian dari karya budaya, yang diturunkan dari tradisi panjang kehidupan masyarakat. Tidak dibuat dengan simsalabim tiba-tiba jadi. Budaya adalah kekayaan yang tak akan pernah habis. Juga menjadi harta berharga bagi bangsa Indonesia yang bisa membawa kemakmuran masyarakat melalui Cultural Industry. Makanan Batak termasuk punya sejarah yang amat panjang," kata Menteri Pariwisata (Menpar) RI di Jakarta Arief Yahya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Ketua Akademi Gastronomi Indonesia, Vita Datau Messakh membenarkan perkataan Menpar Arief Yahya. Dia teringat dengan perjalanan ke Danau Toba beberapa waktu silam, yang membawa cerita di balik makanan adat Batak. Yakni ikan arsik atau bahasa aslinya disebut Na Niarsik. Ikan arsik adalah kuliner tradisional khas Toba yang kaya bumbu dan rempah. Makanan ini kaya akan cita rasa tinggi, tetap sehat dan alami, tidak mengandung MSG.
Penamaan makanan batak sebagian besar didasarkan pada proses memasak. Na Niarsik berarti "di-marsik-kan" atau dikeringkan. Dengan kata lain, Dekke Na Niarsik, ikan yang dimasak terus-menerus sampai kuahnya kering, bumbunya menyerap ke dalam ikan mas tersebut. Jika proses memasak benar, Na Niarsik dapat bertahan 2 hari tanpa basi. Selain Na Niarsik, masakan khas batak lain yang dinamai berdasarkan proses memasak ialah Na Tinombur, Na Niura, dan Na Nigota.
Menurut Vita Datau, Na Niarsik adalah makanan yang menjadi bagian dari adat Batak yang memiliki cerita dari mulai kelahiran, perkawinan, hingga meninggal. Na Niarsik itu penting dalam upacara adat Batak, terkait dengan siklus kehidupan. Angka ganjil mempunyai arti sendiri dalam acara adat hantaran Ikan arsik dimana jumlah ikan mempunyai makna.
"Satu ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru menikah. Tiga ekor untuk pasangan yang baru mempunyai anak. Lima ekor bagi pasangan yang baru mempunyai cucu. Tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Batak. Itu adat mereka," ucap Vita Datau yang juga Ketua Tim Percepatan Wisata Kuliner dan Belanja Kemenpar.
Konon, dalam memberikan Na Niarsik ini ada aturan yang perlu dipatuhi. Tidak sembarang orang bisa memberikan Na Niarsik. Hanya hula-hula atau kerabat dari pihak istri saja yang boleh memberikan, baik itu orang tua kandung, saudara laki-laki pihak istri, atau komunitas marga pihak istri. "Karena kuatnya budaya dalam makanan ini, maka pemilihan ikan mas atau dekke juga sangat khusus. ,Yang terbaik ikan mas berwarna merah," paparnya.
Bumbu Na Niarsik, kata Vita, sangat kaya dan beragam. Ada 16 macam bumbu dari andaliman, bunga kencombrang dan bawang batak. Cara mengolahnya seperti masakan ikan pada umumnya. Setelah dibersihkan dan dicuci, ikan segar dilumuri jeruk untuk menyingkirkan bau amis. Setelah perut ikan dibersihkan, diisi dengan lokio atau bawang Batak dan kacang panjang. Proses memasaknya adalah dengan menyatukan ikan bersama semua bumbu hingga masak dan menjadi sedikit mengering. Karena itu istilahnya, ikan dimasak kering.
Sepintas, arsik ini seperti ikan masak bumbu kuning yang ditemui hampir di berbagai daerah di Indonesia. Tetapi soal rasa, Na Niarsik mempunyai tekstur dan rasa yang berbeda. "Ada pengaruh andaliman, kecombrang dan bawang Batak yang memberikan cita rasa khas dan hanya ditemui di Tanah Batak," jelas dia.
"Cerita di balik Na Niarsik adalah kekayaan budaya kuliner yang bisa dikatakan sebagai kekayaan gastronomi Indonesia. Gastronomi adalah sebuah ilmu dan seni yang mempelajari kebiasaan makan makanan yang baik di lokasi atau daerah tertentu," ujar Vita Datau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(ROS)