Kelompok Papermoon Puppet Theater mempersembahkan rangkaian pertunjukan boneka -- ANT/Agung Supriyanto
Kelompok Papermoon Puppet Theater mempersembahkan rangkaian pertunjukan boneka -- ANT/Agung Supriyanto

Serunya Jalan-jalan ke Jogja, Magelang dan Solo

Rona galeriindonesiakaya
Dimas Prasetyaning • 25 Februari 2015 12:31
medcom.id, Yogyakarta: Indonesia dikenal memiliki beragam budaya dan tradisi. Salah satu kota yang kental dengan budaya dan memiliki sejarah besar bagi Indonesia adalah Yogyakarta.
 
Kota yang sering disebut sebagai Kota Pelajar ini memiliki teater boneka unik, yaitu Papermoon Puppet Theater yang terletak di Jalan Parangtritis Km 8,5 Tembi, Sewon, Bantul. Teater boneka ini dibentuk oleh pasangan Maria Tri Sulistyani dan Iwan Effendi pada pada 2 April 2006.
 
Iwan menjelaskan, awal mulanya ia mendirikan teater boneka berupa perpustakaan untuk anak-anak. Pada 2006, sebulan setelah gempa Yogyakarta, perpustakaan yang ia dirikan bubar akibat gempa.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Iwan, bersama sang istri, memutuskan mengikuti program trauma healing ke beberapa kampung di sekitar Yogyakarta dan Klaten dengan media teater boneka. Di samping memanggungkan teater boneka, kelompok ini juga menyajikan lokakarya dan berkolaborasi dengan seniman berbeda.
 
"Dari situ saya melihat, bahwa bukan hanya anak kecil saja yang suka boneka. Orang dewasa yang ikut menonton, juga menikmati ceritanya. Sejak itulah kita fokus untuk teater boneka," terang Iwan.
 
Ide cerita teater bonekanya seringkali dikarang sendiri oleh Iwan dan istri. Namun, trekadang juga mengambil dari mitos-mitos Jawa yang telah dikreasikan agar lebih menarik.
 
"Dalam penampilannya, kami tidak banyak menggunakan bahasa verbal untuk menyampaikan pesan ke penonton. Karena kita percaya, bahwa bahasa boneka itu hanya gesture. Maksudnya, kalau kita banyak ngomong akan terlalu banyak informasi yang diterima oleh penonton. Sehingga detail gerak boneka tidak bisa ditangkap," tambah Iwan.
 
Beberapa karya Papermoon Puppet Theater yaitu `Mau Apa` (2011), `Mwathirika` (2010), `Pohon Kecil` (2009), `Suitcase of Life` (2009), dan `Noda Lelaki di Dada Mona` (2008). Kelompok ini pun pernah mendapatkan penghargaan dari Asian Cultural Council.
 
Bergeser ke arah timur Yogyakarta, yaitu Solo yang dikenal dengan Kota Budaya. Solo juga memiliki beragam budaya dan festival yang diselenggarakan hampir sepanjang tahun. Salah satunya yaitu `Festival Jenang Bahari` yang digelar di koridor Ngarsopuro, Solo.
 
Penyelenggaraan Festival Jenang ini merupakan kali keempat, untuk mendukung Solo menuju kota kreatif sekaligus dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jenang atau bubur, bagi masyarakat Jawa khususnya Solo, mempunyai banyak makna dari manusia lahir sampai meninggal dunia.
 
Puncak Festival Jenang Bahari berlangsung pada Selasa (17/2/2015), sekaligus memeriahkan Hari Jadi Kota Solo ke 270. Sebanyak 32 ribu takir jenang dibagikan secara gratis kepada pengunjung.
 
Puas mencicipi beragam jenang di Solo, tidak ada salahnya bergeser kembali ke arah barat, tepatnya di Magelang. Kota kecil ini tidak hanya terkenal dengan Candi Borobudur. Tapi juga memiliki museum seni yang dipenuhi dengan karya anak bangsa.
 
Bermula dari seorang kolektor seni rupa asal Magelang, Oei Hong Djien, yang memutuskan membagi koleksinya kepada publik. Pria yang akrab dipanggil OHD ini pun membangun Museum OHD di Jalan P Diponegoro Nomor 74, Magelang, pada 5 April 2012. Museum dibuka bertepatan dengan ultah OHD yang ke-73.
 
"Saya selalu hidup di dalam rumah yang di dalamnya terdapat berbagai karya seni walaupun orang tua saya bukan kolektor. Itulah yang membuat saya menjadi sangat tertarik dengan seni rupa dan seni musik," ujar Oei.
 
Ada lebih dari 1.500 karya seni dapat dinikmati di sini, dengan berbagai ukuran. Ada lukisan selebar 3 meter dan setinggi 2 meter. Ada juga lukisan dengan lebar mencapai 6 meter. Lukisan tersebut diantaranya merupakan karya Affandi, Widayat, dan Hendra Gunawan.
 
Museum OHD terbagi menjadi dua bagian dan memiliki dua jenis koleksi yang benar-benar berbeda. Museum OHD 1 terdapat karya-karya seniman Indonesia pada zaman sebelum dan saat kemerdekaan. Museum OHD 2 berisi seni rupa modern.
 
Atmosfer berbeda akan menerpa Anda saat berpindah museum. Meski bangunannya hanya dipisahkan taman yang berisi patung-patung nyentrik, namun aura seni modern terasa kental di Museum OHD 2. Banyak karya seni yang terbuat dari bekas pesawat, boneka, besi dan kayu bekas.
 
Museum ini sengaja dibuka untuk umum agar masyarakat bisa lebih dekat dengan seniman-seniman Indonesia melalui karya-karya mereka. Tidak perlu merogoh kocek untuk melancong ke sini. Museum ini gratis!
 
Penasaran dengan kelanjutan perjalanan ini? Simak perjalanan Yovie Widianto dalam IDEnesia di Metro TV pada Kamis (26/2/2015) pukul 22.30 WIB. Jangan lupa, ikuti kuis IDEnesia dan Galeri Indonesia Kaya dengan follow twitter @IDEnesiaTwit atau @IndonesiaKaya. Ada bingkisan menarik bagi pemenangnya. (adv)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(NIN)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif