Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim B Yanuarso SpA (K), masih banyak miskonsepsi yang beredar dalam masyarakat meskipun imunisasi telah terbukti banyak manfaatnya dalam mencegah wabah dan PD3I (penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) di berbagai belahan dunia.
Salah satunya terkait dengan isu halal dan haram, sehingga wabah penyakit sulit ditekan. Masyarakat akan sangat sensitif jika sudah menyangkut halal dan haram.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Terlebih terkait vaksin polio yang disebut-sebut mengandung enzim babi. Benarkah vaksin produksi PT Bio Farma, salah satu BUMN farmasi Indonesia, mengandung unsur babi?
"Jelas tidak! Hanya saja prosesnya memang bersinggungan dengan tripsin babi yang berfungsi sebagai katalisastor pemisah sel protein dalam proses pembuatan vaksin. Jadi harus dibedakan, mengandung babi dan bersinggungan dengan babi," jelas Piprim dalam workshop media yang didadakan Bio Farma dengan tema `Sinergi Farmasi Nasional untuk Kemandirian' di Hotel Lombok Raya, Lombok, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (10/4/2016).
Menurut Piprim, ada sekitar 14 vaksin yang diproduksi di Indonesia. Dua diantaranya memang harus menggunakan tripsin babi untuk proses katalisasinya.
Dua vaksin yang dimaksud dr Piprim yaitu vaksin polio dan campak. Namun, vaksin yang dihasilkan sama sekali tidak mengandung unsur babi karena tripsin babi hanya digunakan sebagai katalisator dan bukan sebagai bahan baku.
"Masyarakat tidak perlu ragu karena vaksinnya bebas dari kandungan babi," ujar dr Piprim.
Merujuk pada ukuran halal dan haram, dr Piprim menganalogikan dengan buah anggur yang segar adalah halal. Namun, jika diolah menjadi minuman anggur, maka menjadi haram.
"Jadi, yang harus dilihat adalah produk akhirnya," kata dr Piprim.
Isu vaksin berkandungan babi, lanjut dr Piprim, sebenarnya sudah mencuat ke publik sejak beberapa tahun lalu dan berdampak pada turunnya penyarapan vaksin imunisasi di beberapa daerah di Indonesia. Padahal, vaksin imunisasi sangat berperan bagi kesehatan anak dan generasi bangsa ini.
"Efektivitas sebagian besar vaksin pada anak adalah sebesar 85-95%, tergantung respons individu. Selain itu, proporsi anak yang diimunisasi seharusnya lebih banyak daripada anak yang tidak diimunisasi," jelas dr Piprim.
Sementara itu, Corporate Secretary Bio Farma Rahman Rustan menjelaskan bahwa penggunaan tripsin babi dalam proses produksi vaksin polio memang belum bisa dihindari. Karena hingga saat ini, belum ditemukan pengganti enzim yang berfungsi sebagai katalisator tersebut.
Namun Rahman mengeaskan, bahwa hasil vaksin yang diproduksi Bio Farma sama sekali bebas unsur babi. "Saat ini, PT Bio Farma memasok kebutuhan vaksin untuk 49 negara Islam dan 130 negara lainnya. Kalau negara Islam lainnya menerima vaksin ini, mengapa masyarakat Indonesia harus ragu?" katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(NIN)